• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Haruskah Setiap Hari Bertaruh Nyawa di Jalan Raya Jatinangor?

MAHASISWA BERSUARA: Haruskah Setiap Hari Bertaruh Nyawa di Jalan Raya Jatinangor?

Kawasan Jatinangor sedang darurat keselamatan lalu lintas. Setiap tahun korban jiwa berjatuhan akibat kecelakaan di jalan raya.

Euis Elawati

Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad)

Suasana di Jalan Raya Jatinangor, Sumedang. (Foto: Euis Elawati)

18 Juli 2025


BandungBergerak.id – Jatinangor, sebuah Kecamatan kecil di Kabupaten Sumedang yang letaknya lebih dekat dengan Bandung Barat. Kota kecil yang dipenuhi lautan mahasiswa, terdapat banyak sekolah dan kampus di sini, termasuk Universitas Padjadjaran (Unpad), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN).

Di era modern dengan fasilitas teknologi yang semakin canggih, ironis rasanya melihat kawasan yang katanya “wilayah pendidikan” seperti Jatinangor Sumedang ini masih tampak tertinggal dalam aspek infrastruktur publik, terutama dalam keselamatan lalu lintas. Padahal, Jatinangor yang dikenal sebagai “kota pelajar” atau “wilayah pendidikan” ini menjadi tempat ribuan mahasiswa dari berbagai kampus besar, termasuk Unpad, ITB, dan IPDN. Jatinangor sudah seharusnya menjadi kawasan yang mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah, terutama dalam penyediaan fasilitas dan layanan publik yang aman dan layak.

“Jatinangor itu ada beberapa kampus ya pasti isinya banyak mahasiswa juga, tapi menurutku dari segi fasilitas atau infrastruktur masih belum mendukung. Apalagi sering banyak truk yang lewat jadi suka takut kalo jalan, terus gara-gara jalannya cuman lurus jadinya pada ngebut. Harusnya penertibannya lebih diperketat sih kayak ada polisi yang jaga atau ada jam operasional khusus buat truk boleh lewat,” ucap Salsabilla, pengguna jalan raya di Jatinangor.

Beberapa orang mungkin menyadari akan minimnya akses pejalan kaki di daerah ini. Tetapi apakah kalian menyadari bahwa jalan yang setiap hari kita lewati itu adalah jalan utama? Jalan utama yang bukan hanya padat, tetapi juga membahayakan. Mahasiswa harus bertarung dengan truk-truk besar setiap pagi hanya untuk bisa sampai ke kelas. Tidak ada trotoar, minim penerangan, jalan berlubang, jalan dilewati truk besar, dan arus lalu lintas yang kacau. Jalan menuju kampus bagaikan arena pertaruhan nyawa, bukan sekedar jalur transportasi.

“Sejujurnya agak malas jalan kaki di Jatinangor karena jalanannya banyak yang berlubang, jadi lebih rawan untuk jatuh. Terus ruang untuk pejalan kakinya tuh sempit gitu, kayak mepet sama jalan raya yang dipadati kendaraan-kendaraan, mungkin faktor dari banyak penjual kaki lima juga di pinggir jalan, jadi akses jalan kaki nya semakin sempit,” ujar Vanes, Mahasiswa Unpad pengguna jalan dan trotoar di Jatinangor.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Gagalnya Perlawanan Neoliberalisasi Pendidikan di Indonesia dan Pelajaran Berharga dari Cile
MAHASISWA BERSUARA: Sikap Pengecut Sejarawan Kampus
MAHASISWA BERSUARA: Ketika Bandung Hanya Jadi Unggahan Estetik Instagram

Jalan yang Berbahaya

Jalan yang dilalui untuk menempuh ilmu terasa sangat membahayakan penggunanya, menyebabkan rasa malas dan kekhawatiran setiap harinya. Untuk berjalan kaki sulit, membawa kendaraan pun berbahaya.
Setiap tahun, korban jiwa berjatuhan di jalan yang seharusnya menjadi bagian dari ruang belajar ini. Tahun 2025 mencatat dua tragedi besar yaitu kecelakaan lalu lintas, mahasiswa ITB yang tewas terlindas truk di depan kampus Unpad, dan mahasiswa Unpad yang menabrak lima kendaraan hingga menewaskan seorang juru parkir. Kedua insiden ini menandakan bahwa kawasan Jatinangor sedang darurat keselamatan lalu lintas. Namun, siapakah yang perlu bertanggung jawab? Apakah kejadian ini sudah sewajarnya terjadi?

Dari kejadian tersebut, memang sempat ada perbaikan jalan dan mendapatkan perhatian dari banyak pihak termasuk pemerintah kota. Pemkot langsung memperbaiki jalan-jalan berlubang yang terdapat di beberapa titik jalan raya di Jatinangor, utamanya yang sering mahasiswa lewati untuk sampai ke kampus. Tetapi apakah perbaikan ini sudah efektif?

“Jalanannya rusak terus, yang kemarin baru dibenerin aja udah keliatan gak rata lagi, mana pengendaranya banyak yang mengerikan gitu bawanya cepet-cepet, jadi kalo lewat jalan di Jatinangor harus ekstra liat kanan-kiri depan-belakang banget, mau bawa motor atau jalan kaki bahayanya sama saja,” ucap Ayu Mahasiswa Unpad pengendara dan pengguna jalan raya di Jatinangor.

Butuh Penataan

Sering kali mahasiswa disalahkan karena dianggap ugal-ugalan, melawan arus, tidak memakai helm, atau menggunakan trotoar untuk motor. Namun jika kita melihat secara lebih dalam, kita akan bertanya “mengapa mereka melakukannya?” Apakah mereka melakukan ini karena ingin melanggar aturan, atau karena tidak adanya jalur aman yang memadai untuk bergerak?

Di beberapa titik pun pejalan kaki dipaksa berbagi ruang dengan kendaraan bermotor karena tidak ada ruang sama sekali, tidak ada trotoar yang seharusnya menjadi tempat aman untuk para pejalan kaki. Jikalau adapun, terkadang trotoar ini menjadi jalan pintas untuk pengendara  bermotor atau digunakan untuk berjualan oleh pedagang kaki lima. Jalan yang sudah sempit semakin sempit, tak ada jalur alternatif. 

Tetapi, mungkin jika dilihat lebih detail, kita bisa memperhatikan letak gerbang kampus, terutama kampus Unpad. Pengaturan gerbang kampus pun perlu dipertanyakan. Apakah sistem masuk dan keluar saat ini membuat mahasiswa cenderung memotong arus demi efisiensi? Atau karena tidak ada jalur lain yang aman, karena itu mereka memilih membahayakan diri sendiri dengan cara memotong jalan dan melawan arus?

Pemerintah Kabupaten Sumedang memiliki tanggung jawab besar untuk menyediakan trotoar yang aman, memperbaiki jalan berlubang, dan membatasi perlintasan truk besar di kawasan kampus. Jika perlu bentuk tim pemantau khusus lalu lintas di kampus untuk mengurangi angka kecelakaan lalu lintas.

Kampus juga tidak bisa tinggal diam. Penataan ulang gerbang dan peningkatan layanan darurat di RS Unpad adalah langkah yang penting. Kasus yang beredar tentang korban yang tidak bisa ditangani di RS Unpad hinga harus dibawa ke RS AMC yang jaraknya cukup jauh dari TKP, merupakan situasi darurat yang tidak boleh terjadi lagi.

Tetapi, tidak ada gunanya jika saling menyalahkan. Semua pihak baik pemerintah, kampus dan mahasiswa atau pengguna jalan sekalipun, memiliki kontribusi dalam menciptakan kawasan yang aman. Pengguna jalan juga harus mulai lebih disiplin, mulai dari memakai helm, tidak melawan arus, tidak memotong jalur, dan menghormati pengguna jalan lain. Karena pada dasarnya keselamatan itu adalah hak. Jika Jatinangor ingin tetap menjadi kota pelajar, maka seharusnya kami sebagai pelajar harus dilindungi.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lain Mahasiswa Bersuara

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//