• Berita
  • Aksi Jalan Kaki Warga Sukamulya dari Bogor ke Bandung, Menuntut Penyelesaian Konflik Agraria

Aksi Jalan Kaki Warga Sukamulya dari Bogor ke Bandung, Menuntut Penyelesaian Konflik Agraria

Sesampainya di Bandung, warga Sukamulya, Bogor menginap di depan Gedung Sate selama dua hari. Mereka berniat menemui Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

Warga Desa Sukamulya, Kabupaten Bogor di Gedung Sate, Bandung, 15 Juli 2025. Mereka melakukan aksi jalan kaki untuk mengadu soal konflik agararia. (Foto: Insan Radian/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah19 Juli 2025


BandungBergerak.id - Puluhan warga Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, melakukan aksi jalan kaki sejauh 165 kilometer menuju Gedung Sate, Bandung, sebagai bentuk protes terhadap konflik agraria yang telah berlangsung selama 19 tahun tanpa penyelesaian. Aksi ini dimulai dari Kantor Desa Sukamulya pada Rabu, 9 Juli 2025, dan mencapai Gedung Sate pada Selasa, 15 Juli 2025.

Sesampainya di Bandung, warga menginap di depan Gedung Sate selama dua hari, 15–16 Juli 2025. Mereka beristirahat beralaskan tikar sederhana dengan pakaian putih bertuliskan tuntutan dan harapan, seperti "Gerakan Masyarakat Rumpin Bogor". Tujuan utama mereka adalah menyerahkan langsung surat tuntutan dan menyampaikan aspirasi kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Warga mendesak pemerintah provinsi untuk turun tangan menyelesaikan konflik agraria yang telah berlangsung sejak tahun 2006. Mereka menuntut pelaksanaan reforma agraria secara nyata dan pengembalian hak atas ruang hidup.

Konflik agraria terjadi di area lahan yang mencakup 17 kampung, 4 dusun, 8 RW, dan 45 RT, yang dihuni 2.978 unit rumah dan sekitar 12.957 penduduk, juga lahan pertanian dengan luas sekitar 1.000 hektare. Lahan ini diklaim TNI Angkatan Udara (TNI AU) melalui Lanud Atang Sanjaya (ATS).

Warga Desa Sukamulya, Kabupaten Bogor di Gedung Sate, Bandung, 15 Juli 2025. Mereka melakukan aksi jalan kaki untuk mengadu soal konflik agararia. (Foto: Insan Radian/BandungBergerak)
Warga Desa Sukamulya, Kabupaten Bogor di Gedung Sate, Bandung, 15 Juli 2025. Mereka melakukan aksi jalan kaki untuk mengadu soal konflik agararia. (Foto: Insan Radian/BandungBergerak)

Ketegangan sempat memuncak pada 22 Januari 2007 ketika warga menolak pembangunan fasilitas pelatihan air oleh TNI AU. Setelah sempat mereda, ketegangan meningkat kembali pada akhir 2022 hingga Oktober 2023 ketika dilakukan pemasangan patok di lahan yang ditempati warga.

Warga telah melaporkan masalah konflik agraria ini ke Komnas HAM dan Kantor Staf Presiden (KSP). Namun, hingga pertengahan 2025, belum ada tindakan konkret dari pemerintah.

“Kami sudah ke KSP, kementerian, dan berbagai lembaga. Tapi belum ada penyelesaian. Sampai hari ini, kami tidak bisa bikin sertifikat,” kata Gunawan, kepada BandungBergerak, Senin, 14 Juli 2025.

Warga Desa Sukamulya, Kabupaten Bogor di Gedung Sate, Bandung, 15 Juli 2025. Mereka melakukan aksi jalan kaki untuk mengadu soal konflik agararia. (Foto: Insan Radian/BandungBergerak)
Warga Desa Sukamulya, Kabupaten Bogor di Gedung Sate, Bandung, 15 Juli 2025. Mereka melakukan aksi jalan kaki untuk mengadu soal konflik agararia. (Foto: Insan Radian/BandungBergerak)

Warga juga mengaku telah mengirimkan surat permohonan audiensi kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, namun belum menerima tanggapan maupun jadwal pertemuan. Hal itu menjadi salah satu alasan warga memilih untuk melakukan aksi jalan kaki ke Bandung. Mereka berharap aksi ini menjadi titik balik perjuangan mereka.

“Ini langkah damai. Kami tidak ingin konflik, tapi kami juga tidak ingin terus diintimidasi,” ujar Gunawan.

Baca Juga: Kekalahan SMAN 1 Bandung dalam Sidang Gugatan Sengketa Tanah, Potret Buram Penerapan Reforma Agraria untuk Seluruh Lapisan Masyarakat
Catatan Akhir Tahun KPA: Konflik Agraria Melonjak akibat Proyek Strategis Nasional

Bayar Pajak

Rian, dari Gerakan Masyarakat Rumpin Bogor, menyatakan bahwa aksi ini bertujuan untuk menarik perhatian pemerintah, khususnya Gubernur Jawa Barat, yang dinilai peduli terhadap rakyat kecil.

“Meskipun secara langsung mungkin tidak bisa menyelesaikan, setidaknya kami berharap bisa menyampaikan aspirasi dan mendapatkan dukungan,” kata Rian.

Warga Desa Sukamulya, Kabupaten Bogor di Gedung Sate, Bandung, 15 Juli 2025. Mereka melakukan aksi jalan kaki untuk mengadu soal konflik agararia. (Foto: Insan Radian/BandungBergerak)
Warga Desa Sukamulya, Kabupaten Bogor di Gedung Sate, Bandung, 15 Juli 2025. Mereka melakukan aksi jalan kaki untuk mengadu soal konflik agararia. (Foto: Insan Radian/BandungBergerak)

Rian menjelaskan, warga telah melaporkan persoalan sertifikat tanah ke Kementerian Keuangan namun tetap tidak mendapatkan kepastian karena lahan tersebut diklaim militer. Mereka juga meminta agar status pelotiran atau pencadangan lahan oleh negara dicabut.

Ia menyebutkan, kajian LAP 1 tahun 2012 telah menjelaskan batas-batas lahan milik Desa Sukamulya. Namun, klaim lahan terus meluas. Warga tetap membayar pajak, tetapi tidak bisa mengurus sertifikat.

“Pajak kami bayar setiap tahun. Tapi ketika kami ingin mengurus legalitas tanah, malah diblokir, alasannya masih ada klaim,” ujar Rian.

Aksi jalan kaki dan menginap di depan Gedung Sate ini disebut sebagai wujud keteguhan warga dalam memperjuangkan haknya. Menurut Rian, seluruh warga memberikan harapan penuh kepada para peserta aksi.

“Kami ingin membawa hasil. Minimal, bisa bertemu langsung dengan KDM. Bisa menyampaikan sendiri aspirasi warga Sukamulya. Kalau ternyata tidak bisa bertemu, kami akan kembali. Tapi rakyat akan kecewa,” tegas Rian.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//