TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perkebunan Baroe Adjak, para Pegawai dan Permukimannya #3
Perumahan di Baroe Adjak dicat menurut jabatan penghuninya. Warna putih untuk para petinggi, warna kemerahan untuk mandor, dan hitam untuk bedeng milik pekerja.

Malia Nur Alifa
Pegiat sejarah, penulis buku, aktif di Telusur Pedestrian
26 Juli 2025
BandungBergerak.id – Masih bersumber data lisan yang saya peroleh dari beberapa narsumber yang bekerja di Baroe Adjak pada tahun 1960 hingga 1966. Para pegawai di Baroe Adjak yang bekerja pada rentang waktu tahun 1960-1966 dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan pembagian gajinya. Pertama, para pegawai dengan gaji bulanan yang meliputi para pegawai kantor, mandor kebun dan kandang sapi, juga para sopir baik itu sopir-sopir pengangkut susu dan hasil perkebunan juga sopir pengangkut pakan ternak. Kedua adalah para pegawai yang digaji mingguan, biasanya pemberian gaji dilakukan setiap hari Senin. Ketiga adalah pegawai tidak tetap yang memperoleh gaji harian, biasanya mereka langsung dapat mengambil gaji di setiap sore hari sekitar pukul lima.
Sebuah pasar kaget selalu ada setiap hari Senin, bersamaan dengan jadwal pemberian gaji mingguan. Pasar kaget tersebut menjual kebutuhan pokok seperti sembako, sayuran bahkan buah-buahan. Tidak hanya itu, pasar kaget tersebut juga menjual aneka kain batik, asesoris, hingga sanggul. Untuk para pria, banyak pedagang yang menawarkan aneka peralatan untuk bercocok tanam hingga golok.
Para pedagang yang menjajakan dagangannya tersebut tidak dapat melakukannya di sembarang tempat. Pihak perusahaan membangun los-los, bahkan kios kecil yang dipakai untuk pasar kaget, sehingga terkondisikan dan tertata rapih. Lokasi pasar kaget tersebut berada tidak jauh dari lokasi bedeng-bedeng pegawai di sebelah selatan yang berbatasan dengan jalan menuju observatorium Bosscha dan pemakaman Sinapeul yang sekarang terkenal sebagai peristirahatan terakhir sang kuncen Bandung, Bapak Haryoto Kunto.
Salah satu narasumber saya mengatakan bahwa disetiap menjelang Hari Raya Idulfitri, perusahaan memberikan tunjangan hari raya untuk setiap pegawai. Bahkan pegawai diberikan kain untuk nantinya mereka jahit untuk baju Lebaran. Misalkan dalam satu keluarga mandor terdapat 5 orang anggota keluarga, maka kain yang diberikan perusahaan adalah sebanyak jumlah anggota keluarga tersebut. Namun apabila jumlah anggota keluarga mereka lebih dari 10, maka pihak perusahaan hanya memberikan separuhnya karena dahulu masih banyak keluarga pegawai yang memiliki anak hingga belasan orang.
Para karyawan harian atau pekerja tidak tetap yang bekerja di ladang sayuran atau di jajaran kandang-kandang di Baroe Adjak biasanya hanya menggunakan celana pendek dan baju model kampret, terkadang beberapa pekerja dengan bertelanjang dada padahal udara Lembang dingin menusuk tulang. Apabila udara kian dingin, para pekerja lelaki mulai menggunakan sarung dan dililitkan ke punggung, sedangkan para pegawai wanita memakai kain-kain batik yang digulung di atas kepala mereka. Para pekerja tersebut biasanya bekerja dengan membersihkan kandang-kandang dari jam 3 pagi, sehingga kandang sapi Baroe Adjak merupakan kandang terbersih saat itu.
Ada sesuatu yang unik dari kandang-kandang sapi di Baroe Adjak. Di setiap atap kandang ditaruh banyak sekali bawang merah pada sudut-sudutnya, ternyata gunanya untuk menutupi aroma dari kotoran sapi yang menyengat. Sejak 1910 metode ini dilakukan Giussepe Ursone bersama Tuan Dencher untuk menjaga kondisi kandang agar tetap nyaman. Di tahun 1933, Baroe Adjak dikenal sebagai peternakan dengan jumlah ternak terbanyak se-Asia Tenggara, Baroe Adjak juga merupakan peternakan terbersih dengan jumlah pegawai mencapai 1.500 orang.

Baca Juga: TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Ketiban FOMO Wisata Kekinian
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perkebunan Baroe Adjak, Masa-masa Tahun 1960-an #1
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perkebunan Baroe Adjak, dari Situ hingga Gedung-gedungnya #2
Perumahan dan Tugas Para Pegawai
Di Baroe Adjak terdapat kepala kantor yang mengurus segala pembukuan yang dibantu oleh lima orang asistennya. Mereka mengurusi surat-surat yang keluar dan masuk, mengurusi gaji pegawai, dan mengurusi distribusi keperluan semua pegawai. Kepala kebun atau mandor besar serta kepala istal tugasnya mengurusi semua keperluan yang berhubungan dengan kebun-kebun sayuran dan semua kandang-kandang sapi perah, anak sapi bahkan sapi-sapi yang akan memasuki inseminasi buatan.
Perumahan di Baroe Adjak dicat menurut jabatan para penghuninya. Cat putih untuk rumah wakil direktur, serikat buruh, dan poliklinik; cat kemerah-merahan untuk rumah-rumah para mandor dan mandor besar; serta cat warna hitam adalah cat untuk rumah pegawai kasar yang sering disebut bedeng. Menurut para pegawai, warna hitam untuk cat bedeng terbuat dari semacam aspal, hingga warna hitam bedeng terebut awet dan khas. Rumah dengan cat warna hitam seperti yang bisa dilihat di rumah keluarga Monteiro di kawasan Ciburial, Lembang. Sayang, dari semua perumahan tersebut sekarang, perumahan bedeng adalah yang paling nahas, tak satupun tersisa, padahal jajaran perumahan bedeng tersebut sangat rapih dan khas.
Rumah-rumah bedeng tersebut memiliki ukuran kira-kira 6x6 meter, ditambah dapur kira-kira 6x2 meter, dan ini adalah bedeng yang digunakan untuk satu sampai dua keluarga. Sedangkan untuk bereng yang digunakan untuk 3 keluarga kira-kira ukurannya 9x6 meter, ditambah 9x2 meter untuk dapur. Rumah-rumah bedeng ini beralaskan papan dengan bagian dapur beralaskan tanah. Jejeran rapih dari bedeng-bedeng berwarna hitam legam ini diperuntukan bagi para sopir, para pengurus kebun dan ternak, pegawai khusus memerah, serta para penggarap kebun sayuran.
Bedeng yang dipergunakan untuk tiga keluarga memiliki serambi yang terbuka, sedangkan bedeng yang dipergunakan untuk satu dan dua keluarga memiliki serambi dengan pintu yang tertutup. Bedeng-bedeng ini sangat khas, dan dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok satu berjumlah 9 buah bedeng, kelompok dua berjumlah 14 buah bedeng, dan kelompok tiga 18 buah bedeng, sehingga kesemuanya berjumlah 41 buah bedeng yang memanjang di selatan komplek Baroe Adjak.
Beruntung sekali saya masih dapat melihat bahkam memasuki salah satu bedeng tersebut karena saat saya SMP di tahun 1997, salah satu kawan saya bermukim di sana dan kami sering melakukan kerja kelompok di sana. Sebuah komplek asri walau tua, di kanan kirinya terapat banyak bunga kertas dan kembang sepatu. Sebuah pemandangan khas Baroe Adjak yang tidak akan didapatkan lagi sekarang karena perumahan bedeng ini diratakan sejak tahun 2000-an.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Malia Nur Alifa, atau tulisan-tulisan lain tentang Sejarah Lembang