• Berita
  • Pengusiran Siswi SLBN A Pajajaran dari Asrama Menambah Berat Beban Orang Tua

Pengusiran Siswi SLBN A Pajajaran dari Asrama Menambah Berat Beban Orang Tua

Dinsos Jabar membantah melakukan pengusiran. Siswi SLBN A Pajajaran akan direlokasi.

Orang tua membantu anak tunanetra SLBN A Pajajaran untuk mengenal jalur menuju kelas mereka di komplek sekolah tunarungu SLBN Cicendo, Bandung, 19 Mei 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah27 Juli 2025


BandungBergerak.idDua siswi Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Pajajaran, Wilda dan Kiki, diduga mengalami pengusiran dari asrama putri UPTD Pusat Pelayanan Sosial Griya Harapan Difabel (PPSGHD) Cimahi. Dugaan ini mencuat setelah beredarnya video di media sosial yang memperlihatkan barang-barang milik kedua siswi disabilitas itu berada di luar ruangan, sementara pintu asrama tampak dibongkar tanpa sepengetahuan pihak yang bersangkutan.

Pihak UPTD PPSGHD dan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat telah memberikan klarifikasi terkait video tersebut. Mereka membantah adanya pengusiran dan menyatakan bahwa yang terjadi adalah penataan ulang karena lokasi asrama putri sebelumnya berada di gedung yang akan digunakan untuk menampung sembilan anak laki-laki dari berbagai daerah.

Orang tua Wilda, Supriadi, mengaku pasrah atas kondisi yang menimpa anaknya. Ia mengatakan, sebelumnya telah merencanakan agar Wilda tinggal di asrama supaya dirinya dan istri bisa lebih fokus bekerja.

“Kalau Wilda tinggal di asrama, saya bisa narik ojek lebih tenang,” kata Supriadi saat ditemui wartawan, Kamis, 24 Juli 2025.

Supriadi memiliki penghasilan tak menentu setiap harinya. Jika sepi, ia cuma dapat 50 ribu rupiah. Namun, kini waktunya bekerja mesti dibagi dengan antar jemput anak. Istrinya memang bekerja, tapi itu pun tak menentu. Dalam seminggu istrinya hanya sekali dua kali kerja.

Ia menambahkan, keinginannya agar Wilda menetap di asrama bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga agar anaknya dapat belajar hidup mandiri.

Pembimbing asrama putri, Anggita Pratiwi, mengungkapkan bahwa pembongkaran pintu asrama dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, sehingga membuatnya terkejut. Ia menyayangkan proses pemindahan yang dilakukan tanpa koordinasi.

“Kami tidak masalah jika anak-anak dipindahkan, tapi harus ada pemberitahuan dan koordinasi. Cara pengosongannya menjadi masalah, karena gemboknya dibongkar dari tanggal 15 Juli udah audiensi, terkait penempatan Wilda, dan Kiki, Saya di sekolah waktu itu. Tahu-tahu asrama dibongkar, barang-barang dikeluarkan,” kata Anggita sebagaimana dilihat dari YouTube Dedi Mulyadi, Jumat, 25 Juli 2025.

Ia juga menyebut bahwa kedua siswi akhirnya ditarik oleh orang tua masing-masing karena kekhawatiran terhadap kondisi lingkungan. Anggita meminta pernyataan tertulis dari Dinas Sosial dan Pemprov Jawa Barat terkait penempatan Wilda dan Kiki. Namun, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan agar persoalan tidak dibawa ke ranah birokrasi.

“Tidak usah birokrasi dengan pernyataan ini, nanti ditayangkan di YouTube nanti semua pihak bisa melihat. Insyaallah Pemprov Jabar membantu,” kata Dedi.

Kepala UPTD PPSGHD, Andinda Rahayu, membantah bahwa terjadi pengusiran terhadap Wilda dan Kiki. Ia menjelaskan bahwa pemindahan dilakukan karena gedung yang sebelumnya ditempati akan digunakan untuk anak laki-laki.

“Asrama putra dan putri kami pisahkan demi keamanan dan kenyamanan. Karena asrama putra akan diisi 9 anak laki-laki dari seluruh Jawa Barat, maka dua anak perempuan (Wilda dan Kiki) harus dipindah ke asrama putri di depan. Kita ingin menjaga keamanan dan stabilitas,” kata Andinda.

Baca Juga: Orang Tua Siswa SLBN A Pajajaran Mengkhawatirkan Sekolah Anak-anaknya Digusur oleh Pembangunan Sekolah Rakyat
Menagih Kepastian Status Hukum SLBN A Pajajaran yang Direlokasi karena Tergusur Pembangunan Sekolah Rakyat

Gubernur Dedi Mulyadi menyatakan bahwa persoalan ini terjadi karena kendala teknis dan miskomunikasi.

“Saya sempat mengira mereka diusir. Tapi ternyata ini soal teknis dan miskomunikasi saja,” kata Dedi Mulyadi.

Permasalahan yang melibatkan SLBN A Pajajaran bukan kali ini saja terjadi. Sekolah luar biasa tertua di Indonesia ini sebelumnya juga mengalami polemik terkait pengosongan gedung yang dijadikan Sekolah Rakyat, serta wacana perbaikan fasilitas pendidikan.

Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat, Herman Suryatman, menyatakan bahwa perbaikan ringan terhadap gedung SLBN A Pajajaran akan segera dilakukan. Ia menambahkan bahwa pembangunan gedung dua lantai akan direncanakan pada tahun 2026.

“Saat ini ada delapan ruang kelas. Insyaallah tahun depan akan dibangun dua lantai sehingga kapasitasnya meningkat menjadi 16 kelas. Ini bagian dari komitmen untuk terus meningkatkan kualitas pembelajaran bagi anak-anak difabel,” kata Herman sebagaimana dikutip dari keterangan resmi.

Ia juga menekankan pentingnya komunikasi antara pihak sekolah dan Dinas Sosial Pemprov Jawa Barat agar tidak terjadi lagi kesalahpahaman yang merugikan siswa.

“Komunikasi harus terjalin dengan baik, agar para siswa tetap mendapatkan pelayanan maksimal dan perhatian penuh dan tetap prima,” jelasnya.

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau tulisan-tulisan lain tentang SLB A Pajajaran

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//