• Berita
  • Sidang Peserta Aksi Mayday 2025 di Bandung, Penasihat Hukum Menilai Dakwaan tidak Jelas

Sidang Peserta Aksi Mayday 2025 di Bandung, Penasihat Hukum Menilai Dakwaan tidak Jelas

Sidang perkara ini dilatarbelakangi peringatan hari buruh Mayday 2025 di Bandung. Penasihat hukum berharap majelis hakim menolak dakwaan jaksa.

Ilustrasi. Sengketa perkara hukum di pengadilan. (Desain: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah31 Juli 2025


BandungBergerak.idEmpat peserta aksi Hari Buruh, yakni AR, TZH, BAM, dan FE, kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan R.E. Martadinata, Rabu, 30 Juli 2025. Sidang kali ini beragendakan pembacaan eksepsi atau nota keberatan terhadap surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang disampaikan oleh masing-masing penasihat hukum terdakwa.

Sebelumnya, keempat peserta aksi Mayday tersebut didakwakan dengan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 170 KUHP tentang kekerasan bersama di muka umum, serta Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang, seluruhnya juncto Pasal 55 ayat KUHP.

Dalam perkara nomor 581/Pid.B/2025/PN.Bdg, JPU mendakwa FE telah melakukan perbuatan pidana berupa kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan. Dakwaan serupa juga dikenakan kepada AR, TZH, dan BAM dalam perkara terpisah bernomor 580/Pid.B/2025/PN.Bdg.

Kedua perkara dengan administrasi berbeda tersebut mencantumkan barang bukti yang sama, yaitu satu baju hitam bertuliskan “romi jahat”, satu celana panjang hitam, satu pasang sepatu warna hitam abu, satu jaket hitam (jamoer), dan satu unit mobil patroli Polsek Kiaracondong warna Stone Grey merek Nissan Almera tahun 2018 dengan nomor polisi 4405-40 VIII.

Penasihat hukum FE dari LBH Bandung dalam nota keberatannya menyampaikan bahwa surat dakwaan yang disusun JPU tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Mereka menyebut JPU melakukan praktik salin-tempel dari surat dakwaan perkara lain yang secara hukum berbeda dan menempatkan FE sebagai saksi, bukan terdakwa.

“Jaksa Penuntut Umum terlihat hanya kopi paste surat dakwaan karena dengan terang-terangan menunjukkan kesalahan status para pihak yang terlibat dalam perkara itu. Hal ini membuat surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum menjadi tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap bahkan menyebabkan dakwaan tersebut tidak sempurna dan kabur,” kata penasihat hukum FE dari LBH Bandung dalam persidangan.

LBH Bandung juga menilai kemiripan redaksional dalam surat dakwaan menunjukkan bahwa JPU tidak melakukan penyesuaian terhadap fakta, peran, dan unsur hukum pada masing-masing pasal yang didakwakan. Menurut mereka, ketiga pasal tersebut memiliki unsur delik yang berbeda secara formil maupun materiil, namun JPU menggunakan narasi yang sama yang justru menghilangkan elemen pembeda antara masing-masing dakwaan.

Dalam nota keberatan tersebut, penasihat hukum FE turut mempermasalahkan pemisahan berkas perkara atau splitting yang dinilai tidak sah secara hukum acara pidana. Meski peristiwa yang didakwakan terjadi di waktu dan tempat yang sama, FE didakwa secara terpisah dari tiga terdakwa lainnya. Mereka mengacu pada Pasal 141 huruf b KUHAP yang menyebutkan bahwa penggabungan perkara dapat dilakukan apabila tindak pidana dilakukan oleh lebih dari satu orang dan dalam satu rangkaian peristiwa.

Penasihat hukum FE memohon kepada Majelis Hakim untuk menerima nota keberatan secara penuh, menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum, menghentikan pemeriksaan perkara terhadap FE, membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, serta memulihkan hak-hak hukum, harkat, dan martabat terdakwa.

“Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada negara atau apabila Majelis Hakim yang mulai berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya,” kata LBH Bandung.

Pada perkara terpisah nomor 580/Pid.B/2025/PN Bdg, penasihat hukum terdakwa AR, TZH, dan BAM, yaitu Henri Tampubolon dan Lilis Octavanya Siaahan, juga menyampaikan nota keberatan. Mereka menyebut bahwa surat dakwaan JPU memuat uraian perbuatan yang identik dan sangat mirip.

“Surat dakwaan yang disusun JPU dalam perkara ini memuat uraian perbuatan yang identik atau sangat mirip, seolah-olah disalin dan ditempel dari perkara lain tanpa penyesuaian terhadap unsur-unsur delik yang berbeda,” ujar penasihat hukum ketiga terdakwa.

Baca Juga: Sidang Peserta Unjuk Rasa May Day 2025 di PN Bandung, Kuasa Hukum Mempertanyakan Penggunaan Pasal Penghasutan pada Demonstran
Sidang Tiga Peserta Unjuk Rasa May Day 2025 di Bandung Didakwa Pasal Berlapis

Dalam nota keberatan tersebut, tim penasihat hukum menyebut bahwa surat dakwaan cacat secara hukum karena tidak disusun secara cermat, jelas, dan lengkap sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP. Mereka menilai dakwaan JPU terlalu umum dan tidak menjabarkan secara rinci unsur-unsur yang melekat dalam tindak pidana.

Tim penasihat hukum juga mempermasalahkan dakwaan terhadap terdakwa kedua yang disebut menyiramkan bensin ke dalam mobil patroli Polsek Kiaracondong yang sudah dalam keadaan terbakar. Mereka menyatakan bahwa JPU tidak menjelaskan siapa pelaku awal pembakaran, siapa yang menyalakan api, atau bagaimana api bermula. Unsur peran dalam tindak pidana, menurut mereka, esensial untuk menetapkan tanggung jawab pidana.

Penasihat hukum menyebut bahwa jika peran awal tidak diuraikan, maka hal itu berpotensi mengaburkan fakta dan melanggar asas praduga tak bersalah. Oleh karena itu, mereka meminta Majelis Hakim membatalkan surat dakwaan JPU dan menyatakan pemeriksaan perkara tidak dapat dilanjutkan. Mereka juga memohon agar para terdakwa dibebaskan serta dipulihkan harkat dan martabatnya.

Sidang ditutup oleh Majelis Hakim dengan instruksi agar JPU menanggapi eksepsi dalam waktu satu minggu.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//