RESENSI BUKU: Semua Ikan di Langit, Alegori atau Sekadar Imajinasi Liar?
Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie melalui novel Semua Ikan di Langit mengeksplorasi hubungan manusia dan Tuhan di perjalanan bus DAMRI Dipatiukur - Leuwipanjang.
Penulis Fitri Amanda 3 Agustus 2025
BandungBergerak.id - Bagaimana jika hubungan manusia dengan Tuhan diibaratkan dalam skala yang lebih sederhana? Bukan manusia dengan akalnya, melainkan bus DAMRI, kecoa, boneka, dan makhluk lain yang tampak sepele?
Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie dalam karyanya yang berhasil memenangkan Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2016 dengan judul Semua Ikan di Langit, mencoba mengeksplorasi hakikat iman, penghambaan, dan kepasrahan, yang disajikan melalui perjalanan unik bus Damri trayek Dipatiukur - Leuwipanjang bersama Beliau, sosok yang digambarkan sebagai anak kecil dengan kekuatan yang tak pernah bicara.
Namun, apakah Ziggy benar-benar mencoba memotret hubungan Tuhan dengan manusia, atau hanya permainan imajinasinya yang liar?
Saya akui, novel ini rumit. Serumit nama penulisnya yang hingga sekarang saya masih belum bisa untuk menghafalnya (walaupun tidak ada yang menyuruh). Sepanjang membaca novel ini, saya menerka-nerka apa yang sedang Ziggy coba sampaikan melalui tulisannya.
Dengan nol pengetahuan mengenai novel ini—saya sangat antimembaca review atau resensi orang lain mengenai buku yang akan saya baca—saya akhirnya menangkap bahwa karakter Beliau adalah Tuhan ketika saya sampai di halaman 154—sisa 59 halaman lagi menuju tamat—di situ tokoh pohon bernama A menceritakan tentang Beliau yang dulu memiliki satu buah cahaya yang sangat cantik dan selalu menemani Beliau ke mana pun Beliau pergi. Namun bukan cerita hubungan Beliau dengan ‘cahaya’ ini yang membuat saya sadar, tetapi ketika A mengatakan “Lalu Beliau menciptakan manusia” (hal 154), dari situlah saya mulai memahami Beliau ini merupakan Tuhan dalam novel ini. Sebelumnya saya sudah menaruh curiga pada karakter Beliau yang memiliki kekuatan yang luar biasa magis layaknya Tuhan, tapi saya coba tahan dulu prasangka itu. Barulah pada akhirnya prasangka yang coba saya kubur dalam-dalam itu terbukti oleh cerita sang A.
Karena itulah saya jadi bertanya-tanya mengapa Ziggy memilih anak kecil untuk menggambarkan sosok Tuhan Yang Maha Kuasa? Saya tahu bahwa beberapa karya Ziggy memang melibatkan anak kecil, seperti dalam Di Tanah Lada dan Kita Pergi Hari Ini. Namun, mengapa dia dengan sengaja menggambarkan sosok anak laki-laki dengan pakaian yang kebesaran itu sebagai Tuhan? Atau memang saya saja yang tidak mengetahui bahwa terdapat kepercayaan lain di muka bumi belahan lain yang menggambarkan Tuhan dengan sosok anak kecil? Who knows?
Dan karena itulah juga saya harus mulai kembali ke bagian-bagian sebelumnya, membaca kembali dengan perspektif terhadap karakter Beliau yang kali ini berbeda dari sebelumnya, mencoba menerima dan memandang karakter tersebut sebagai Tuhan.
“Kebahagiaan Beliau melahirkan bintang. Kesedihan Beliau membunuh keajaiban. Kemarahan Beliau berakibat fatal.” (hal 47)
Dengan latar waktu yang acak dan isi cerita yang berupa potongan-potongan kisah dengan konfliknya yang sangat minim, saya merasa bahwa tiga kalimat di ataslah yang menjadi kunci utama dari isi novel yang Ziggy coba bangun, menggambarkan bahwa setiap bab dalam novel ini berisi penggalan-penggalan kisah yang menggambarkan kebahagiaan, kesedihan, dan kemarahan yang dialami oleh para tokoh, kisah yang beragam yang menghantarkan Si Bus dalam pemahamannya mengenai sosok Beliau.
Baca Juga: RESENSI BUKU: Pendidikan Indonesia Masa Pagebluk dan Pekerjaan Rumahnya
RESENSI BUKU: Mengais Asa Revolusi

Penggambaran Tuhan yang Sempit
Setelah akhirnya saya memahami bahwa Beliau merupakan Tuhan dalam novel ini, saya menemukan salah satu bagian yang membuat saya harus mengernyitkan dahi saya, ketika saya membaca (kembali) bab Bunga Bakung Laut, pada bab ini, tokoh Nad—seekor kecoa yang juga turut serta dalam perjalanan Si Bus dan Beliau—mulai meragukan dan mempertanyakan kekuatan dan kemampuan Beliau.
“Kalau Tuan bisa menumbuhkan bunga di atas pasir, mungkin saya bisa percaya,” kata Nad. “Tapi galaksi permen, terbang di luar angkasa, kembali ke tahu 1944-itu semua bisa dikarang-karang. Kalau kita tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya, akan gampang percaya saja. Tapi kalau dicari tahu alasannya, mungkin kita bisa tahu kalau itu bukan seperti yang selama ini kita kira. Permen memang gampang panas, luar angkasa memang tempat untuk terbang, dan cuma perlu kalender palsu untuk bilang kalau ini tahun 1944. Siapa yang tahu, apa yang benar?” (Hal 129).
Begitulah ucapan Nad, Beliau yang mendengarnya pun segera membuktikan perkataan Nad dengan menumbuhkan bunga di atas pasir. Lalu tak lama setelah Beliau berhasil membuktikan kebesarannya kepada Nad, ikan-ikan julung-julung Beliau menjatuhkan batu di atas Nad hingga ia penyek dan mati. Menurut saya, Beliau di sini begitu arogan.
Dari kisah Nad, jika tokoh Beliau ini memanglah Tuhan dalam artian yang turut menciptakan manusia, saya merasa ini bukanlah penggambaran Tuhan yang saya yakini. Saya bukanlah orang yang religius, percayalah, tetapi tidak pernah sekalipun dalam hidup saya untuk berpikiran bahwa Tuhan yang saya yakini memiliki sikap yang arogan seperti yang dilakukan oleh Beliau terhadap Nad.
Dan membuat saya kembali berpikir, apa jangan-jangan pengartian saya mengenai buku ini dan tokoh Beliau yang kurang tepat? Apa jangan-jangan Ziggy memang sejak awal tidak berusaha menggambarkan Beliau sebagai sosok ‘Tuhan’ dan hanya sebatas imajinasi liarnya saja?
Ide dan imajinasi Ziggy dalam novel ini saya akui memang luar biasa, dari karya-karya lainnya yang pernah saya baca, novel ini sangatlah Ziggy. Namun, untuk penggambaran Tuhan, saya rasa buku ini masih belum sampai ke kematangannya yang pas.
Akhir kata, Semua Ikan di Langit bukan untuk semua orang, membacanya membutuhkan ketekunan, kamu perlu memiliki kesabaran, pikiran terbuka, dan nilai-nilai kokoh untuk benar-benar memahami esensinya. Tanpa itu semua, kemungkinan besar novel ini hanyalah novel yang melelahkan, jika bukan karena dorongan untuk menyelesaikannya, kamu mungkin akan meninggalkannya sejak awal.
Informasi Buku
Judul Buku: Semua Ikan di Langit
Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Penerbit: Grasindo
Cetakan: Keempat, Oktober 2023
Jumlah Halaman: 213 halaman.
*Reportase ini dikerjakan reporter BandungBergerak Yopi Muharam dengan mendapatkan dukungan data dari Muhammad Akmal Firmansyah