TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Menjelajahi Lembang Bersama Walking with Nurul
Lembang tidak hanya Gunung Tangkuban Parahu dan wisata selfi, ada banyak sekali tempat menarik yang menyimpan cerita sejarah di Lembang yang jarang diketahui.

Malia Nur Alifa
Pegiat sejarah, penulis buku, aktif di Telusur Pedestrian
2 Agustus 2025
BandungBergerak.id – Setelah sekian lama vakum dari media sosial, akhirnya di tahun 2024, saya membuat kembali akun pribadi media sosial dan langsung mendapatkan beberapa teman yang sama-sama penyuka sejarah yang berasal dari luar kota. Salah satunya adalah teman-teman yang tergabung dalam “Walking with Nurul”, mereka adalah para pencinta kisah-kisah masa lalu dan penikmat walking tour. Mereka berasal dari Bekasi, Depok, Cibinong, dan Jakarta.
Saat itu awal tahun 2025, dan Teh Nurul salah seorang penggagas acara mengajak saya untuk memandu privat mereka semua di bulan Februari. Akhirnya hari itu pun tiba, kami yang sama sekali belum pernah berjumpa di dunia nyata, masih mencari satu sama lain. Pagi itu kami janjian di halaman Mesjid Agung Lembang, dan akhirnya setelah berbulan-bulan bersua di dunia maya, kami pun dapat bersua di dunia nyata.
Tanpa basa-basi yang lama saya akhirnya memandu mereka semua untuk sarapan dahulu di tukang bubur ayam dan lontong kari langganan saya, tepatnya di depan SMP 1 Lembang, alangkah menyenangkan melihat para rekan dari luar kota sangat menyukai menu sarapan sederhana tersebut, sebuah menu yang diracik penuh dedikasi, rasanya pasti akan menyentuh hati.
Sebelum kami tiba di objek pertama, kami bertemu dengan Mang Oleh, ia adalah pedagang kue keliling yang masih setia menggunakan wadah tempo dulu dengan cara dipikul. Mang Oleh telah berjualan kue keliling sejak tahun 1972, saat itu usia beliau masih 16 tahun, padahal Mang Oleh bukan warga Lembang, domisili beliau adalah di Pasar Andir, Bandung. Setiap hari selama bertahun-tahun, ia setia menjajakan kue-kue dengan cita rasa “jadoel” yang ia ambil dari salah satu toko kue di Pasar Andir. Mang Oleh ini merupakan salah satu narasumber penting saya selama melakukan riset lapangan selama 12 tahun. Karena, Mang Oleh ini mampu menceritakan dengan sangat jelas perkembangan Lembang dari tahun 1972 hingga kini.

Baca Juga: TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perkebunan Baroe Adjak, Masa-masa Tahun 1960-an #1
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perkebunan Baroe Adjak, dari Situ hingga Gedung-gedungnya #2
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perkebunan Baroe Adjak, para Pegawai dan Permukimannya #3
Walking Tour Sejarah Lembang
Objek pertama yang kami datangi adalah Gedong Arca, sebuah rumah yang dahulu terdapat arca Durga di teras depannya. Yang masih saya ingat bahwa arca itu sangat cantik, terbuat dari batu berwarna hitam, sama dengan material Batu Lonceng. Saya masih mengingat keindahan Gedong Arca tersebut yang dahulu memiliki halaman luas dan dipenuhi berbagai macam bunga, terkadang terlihat sosok pemilik rumah duduk di teras mengenakan kebaya encim karena nenek pemilik rumah adalah seorang Tionghoa. Saya mampu mengingatnya karena setiap pagi saya melewati rumah yang terkenal dengan sebutan Gedong Arca ini untuk menuju sekolah di SMP 1 Lembang, yang merupakan tetangga terdekat dari Gedong Arca ini.
Sayangnya sekarang Gedong Arca sudah tak seindah dulu. Halaman luasnya telah disewakan menjadi mini market terkenal dan salah satu Bank, hingga bila kita akan memasuki Gedong Arca ini, kita harus memutar menuju salah satu halaman rumah makan yang berada tepat di sebelahnya. Yang paling menyayat hati adalah, arca Durga indah itu telah dibawa oleh salah satu pengembang mini market.
Objek selanjutnya yang kami datangi adalah kawasan SMP 1 Lembang, di mana dahulu disebut Gedong Luhur, karena posisinya memang berada di bukit. Pemilik Gedong Luhur ini cepat-cepat meninggalkan Lembang karena tahu Jepang akan merangsek Jawa. Hingga Gedong Luhur ini selama beberapa tahun kosong tanpa sang tuan rumah, dan ketika Jepang memasuki Lembang, Gedong Luhur otomatis langsung dihuni oleh para tentara Jepang.
Terdapat kisah yang mungkin selamanya akan terus menjadi rahasia umum di kalangan warga Lembang, yaitu tentang lorong bawah tanah yang terdapat di bawah Gedong Luhur yang terhubung dengan beberapa tempat lainnya di Lembang.
Objek selanjutnya yang kami datangi adalah kawasan eks peternakan Negel dan Meyer, pendopo dan rumah dinas wedana, kantor PDAM, Kampung Kaligata dan kawasan pecinan. Antusiasme rekan-rekan Walking With Nurul sangat luar biasa, selama ini yang mereka tahu bahwa Lembang hanyalah Gunung Tangkuban Parahu dan wisata selfinya, namun dengan adanya pemanduan privat ini, mereka semua menjadi tahu bahwa banyak sekali kisah menarik di Lembang yang jarang diketahui.
Perjalanan kami pun berlabuh pada kawasan Karnel, yang dahulunya merupakan kawasan pertanian Baroe Adjak yang terdapat beberapa gudang susu yang baru diperah dan jejeran gudang-gudang kentang yang kemudian dihibahkan untuk dibangun Biara Karmel. Beruntungnya para rekan-rekan Wakling With Nurul karena bulan Februari adalah bulan pertama dibukanya Galeri Sejarah Biara Karmel, jadi merekalah orang-orang pertama yang saya pandu ke sana, bahkan saya pun baru tahu saat itu bahwa galeri sejarah Biara Karmel telah resmi dibuka umum.
Jam telah menunjukkan pukul 12 siang dan kami tak luput dari godaan wisata kuliner yang ada di kawasan Karmel. Seperti yang telah saya tuliskan dalam kisah khusus tentang kawasan Karmel, terdapat wisata kuliner legendaris di sini, salah satunya adalah Bakso Sri Rejeki dan Sate Mbok Gemi, boleh dibilang mereka adalah penjual bakso dan sate pertama di Lembang sejak tahun 1978. Dan untuk kedua kalinya setelah paginya mereka terpesona dengan rasa bubur dan lontong kari, sekarang mereka semua terpesona oleh olahan khas Karmel yang selalu mencuri hati setiap wisatawan.

Akhirnya kami sampai di objek terakhir, saya membawa mereka menuju kawasan indah Baroe Adjak dan mereka terkesima ketika disambut dengan jajaran pohon kersen yang membentuk sebuah lorong, seperti akan mengantarkan kita pada lorong dimensi masa kolonial yang kental ala Baroe Adjak. Lalu kami istirahat kembali di Piknik Kopi yang menggunakan salah satu bangunan ikonik Baroe Adjak yang paling terkenal, Kapel Deetje.
Di sana mereka sangat kagum akan keharmonisasian antara gedung-gedung peninggalan masa kolonial yang bercampur dengan sumbu kosmik Tangkuban Parahu, perpaduan yang sangat indah. Lagi dan lagi mereka jatuh hati pada kuliner khas Piknik Kopi, salah satunya adalah donat kampungnya yang empuk dan disajikan hangat.
Ternyata keseruan demi keseruan yang kami lalui membuat mereka ingin singgah kembali ke Lembang, bulan Juli lalu mereka kembali singgah ke Lembang. Namun kali ini saya ajak mereka ke kawasan Jayagiri, mengunjungi Taman Junghuhn yang sekarang telah menjadi hutan lindung, mengunjungi makam Abah Emen yang terkenal dengan Tanjakan Emen, hingga kisah salah satu peradaban pertama di Lembang yang sering disebut Cilameta. Kisah kami kali ini sangat unik dan kami dituntun untuk bertemu tokoh- tokoh lainnya, hingga menyelamatkan anjing Pitbul yang sakit kanker. Keseruan perjalanan saya memandu privat Walking With Nurul di bulan Juli akan saya ceritakan minggu depan ya!
Berbagi kisah sederhana, dibalut perjalanan yang sederhana ternyata memberikan kesan yang sangat luar biasa, teruslah berbagi kebahagiaan dengan cara yang membumi.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Malia Nur Alifa, atau tulisan-tulisan lain tentang Sejarah Lembang