• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Jolly Roger, Bendera Sang Ratu Adil

MAHASISWA BERSUARA: Jolly Roger, Bendera Sang Ratu Adil

Jolly Roger, bendera bajak laut kelompok Monkey D. Luffy dalam anime One Piece, menjelma menjadi semangat massa rakyat dalam menyikapi kebobrokan dan kemustahilan.

Rizqy Saiful Amar

Mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta. Dapat dihubungi di akun Instagram @rizqyamar_

Bendera Jolly Roger dari serial anime Jepang One Piece di antara umbul-umbul dan bendera Merah Putih terlihat di sebuah permukiman di Bandung, Jawa Barat, 3 Agustus 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

4 Agustus 2025


BandungBergerak.id – Seperti yang sudah kita tahu belakangan menjelang hari kemerdekaan Republik yang ke-80 bukannya bendera merah putih yang berkibar. Melainkan bendera tengkorak bertopi jerami dengan latar hitam yang disebut berasal dari animasi Jepang “One Piece”.

Dari foto dan video yang beredar di media, banyak kalangan yang mengibarkan bendera tersebut. Para anak muda mengibarkan bendera itu di depan rumahnya, bersanding dengan merah putih. Bahkan para sopir mengibarkan bendera Jolly Roger, sebutan untuk bendera Luffy dkk., di kabin kendaraan mereka.

Peristiwa demikian tersebut menimbulkan reaksi yang beragam di jagat media. Banyak pihak yang mendukung, tidak sedikit pula yang sangsi.

Wakil Ketua DPR RI Fraksi Gerindra, Sufmi Dasco bahkan menyebut upaya pengibaran bendera itu bagian dari upaya memecah belah bangsa. Selain itu salah satu politikus Golkar menyebut tindakan itu termasuk makar dan harus ditindak tegas.

Kenapa sih, padahal cuma bendera doang? Begitu kira-kira pertanyaan dari berbagai pihak menyikapi reaksi berlebih para politikus. Di sini akan saya coba ulas, sebenarnya apa makna fenomena itu, mengapa harus dengan cara demikian. Tulisan ini juga menjadi bagian dari kelanjutan tulisan saya yang terbit beberapa waktu lalu.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Sikap Pengecut Sejarawan Kampus
MAHASISWA BERSUARA: Rezim Prabowo Mengontrol Ruang Digital dan Mencederai Demokrasi Indonesia
MAHASISWA BERSUARA: Gerakan Rimpang Tidak Selalu Bermakna Ramping

Kekecewaan Rakyat pada Kondisi Bangsa

Bayangkan kamu bekerja banting tulang, kaki jadi kepala-kepala jadi kaki, rela ngambil sampingan demi tambahan uang tabungan. Agar uang tabunganmu utuh kamu membuat rekening berbeda sehingga ia tak tersentuh kebutuhanmu yang serba mendesak itu.

Dan saat semuanya mulai berjalan sesuai rencana, tabunganmu terkumpul serta kebutuhan dapat teratasi, ada sesuatu memukul kepalamu. Ya, kamu mendapat berita bahwa rekeningmu terblokir.

Pusat Pelaporan dan Analisis Trasaksi Keuangan (PPATK) beberapa waktu lalu mengumumkan akan memblokir sejumlah rekening bank yang tidur atau dormant. Alasannya rekening yang demikian itu rawan menjadi sarang pencucian uang dan penampungan hasil judi online (judol).

Imbasnya sekitar 28 juta “rekening nganggur” akhirnya diblokir. Bukannya sesuai cita-cita awal, kebijakan tersebut justru menjadi huru-hara. Banyak masyarakat yang sedang terimpit kebutuhan kalang kabut mengetahui rekening tabungannya di blokir.

Di Yogyakarta ada seorang bapak yang bingung bagaimana membayar tagihan karena istrinya akan melahirkan. Rekeningnya diblokir oleh PPATK karena sudah tidak aktif dalam jangka waktu tertentu. Ada juga yang rekeningnya terblokir padahal ibunya harus segera berobat hingga sang ibu akhirnya meninggal.

Kebijakan yang mendadak dan tanpa perhitungan ini menimbulkan protes keras terhadap publik dan menanyakan kinerja pemerintah. Banyak yang bertanya bisakah pemerintah sekali saja tidak membuat kebijakan yang menyusahkan rakyat.

Peristiwa ini mengingatkan akan kejadian kelangkaan tabung gas melon saat Bahlil melarang pedagang eceran menjualnya. Kebijakan itu sangat ngawur dan tanpa perencanaan yang tepat.

Kekecewaan kepada pemerintah yang diderita rakyat tak cukup dari penderitaan yang ia rasakan. Bahkan penderitaan orang lain pun menambah kekecewaan mereka pada bangsa ini.

Kasus Tom lembong kemarin menjadi simbol bagaimana rusaknya hukum di negeri ini. Banyak pengamat mengatakan Tom Lembong sebagai korban kriminalisasi.

Ia didakwa bersalah atas kinerjanya menjalankan perintah impor gula dari presiden. Tuduhannya pun unik, ia dianggap terbukti memperkaya orang lain lewat kinerjanya. Orang gila mana yang secara sengaja mau memperkaya orang lain dan menjebloskan dirinya ke dalam penjara?

Bagi teman-teman yang terbiasa mengikuti isu politik kekinian pasti berpikir ini peradilan lawak. Tentu ini menjadi gambaran bagaimana bobroknya sebuah hukum di mata kekuasaan dan kepentingan.

Kondisi bangsa yang demikian ruwetnya ini membuat banyak pihak terutama anak muda menjadi pesimis. Mereka berpikir bagaimana kondisi bangsa ini bisa berjalan sedemikian runyamnya.

Simbolisasi Harapan dalam Secarik Kain

Banyak yang bertanya pastinya, apa hubungan kekecewaan terhadap negara dengan bendera anime. Kalau kita tarik lebih jauh lagi sebenarnya tidak sesederhana yang mungkin di jawab kebanyakan orang.

Bendera Jolly Roger melambangkan tekad dan semangat dari kelompok Monkey D. Luffy. Sekarang ia menjelma menjadi semangat massa rakyat dalam menyikapi kebobrokan dan kemustahilan.

Di anime One Piece juga terdapat kecacatan dalam sistem pemerintahan yang notabene kekuasaan saling tumpang tindih. Sederhananya di kartun itu hukum menjadi tumpul ke atas tajam ke bawah. Narasi demikianlah yang membuat berbagai kalangan merasa tepat menggunakan Jolly Roger, bendera bajak laut “pembangkang”, sebagai simbol perlawanan.

Dalam tulisan saya waktu lalu, saya menegaskan menurut sejarah kita akan selalu muncul harapan mesianis. Harapan di mana massa rakyat wong cilik akan mendapatkan kebebasan dan kemakmuran.

Sindhunata dalam kedua bukunya mengenai mitos gerakan Ratu Adil menjelaskan gerakan itu tak kan pernah musnah. Gerakan Ratu Adil senantiasa tumbuh melintasi zaman, menampung harapan kaum tertindas akan kekecewaannya pada kebobrokan.

Teori mengenai kemunculan Ratu Adil, sang Mesias Jawa itu memang utopis. Namun, semangatnya akan pembebasan dan perlawanan telah mengendap menjadi butiran kristal yang membatu di kalbu wong cilik hingga kini.

Dalam selembar kain bendera Jolly Roger, massa rakyat kini telah sadar bagaimana menderitanya mereka melihat kenyataan massa kini. Bendera itu pun menjadi semangat perlawanan mereka menghadapi depan.

Mungkin sekarang wong cilik tidak berharap hadirnya pahlawan dari negeri Ngerum, atau mencoba membangkitkan Diponegoro. Di massa kini, massa kemajuan teknologi, cukup semangat Ratu Adil itu menjadi motor penggerak kesadaran wong cilik.

Dengan berkibarnya Jolly Roger di berbagai pelosok negeri, berarti kemunculan Ratu Adil yang ditunggu itu kian dekat. Bukan dalam wujud sesosok individu, namun spirit kesadaran akan zaman Kaliyuga.

Kiranya walaupun secarik kain saja yang kita lihat, tentu bagi pemangku kekuasaan mereka tidak sesederhana itu melihatnya. Mereka mungkin melihat peristiwa demikian mirip semangat perlawanan wong cilik yang akan membuat mereka lengser keprabon sesuai Jangka Jayabaya dan Serat Kalatidha.

 

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lain Mahasiswa Bersuara

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//