• Opini
  • Memaknai Kemerdekaan dalam Perspektif Tata Ruang Kota Bandung yang Inklusif dan Berkeadilan

Memaknai Kemerdekaan dalam Perspektif Tata Ruang Kota Bandung yang Inklusif dan Berkeadilan

Kemerdekaan juga berarti kebebasan untuk mempertahankan identitas budaya dan ekologi kota.

Encik Ryan Pradana Fekri

Praktisi Perencanaan Wilayah dan Kota serta Pengajar Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota ITENAS Bandung.

Komunitas Cika Cika melaksanakan upacara Kemerdekaan RI di Sungai Cikapundung, Bandung, Sabtu, 17 Agustus 2024. (Foto: Ivan Yeremia/BandungBergerak)

15 Agustus 2025


BandungBergerak.id – Delapan dekade sejak Indonesia merdeka seharusnya menjadi kesempatan untuk kembali merenungkan arti kebebasan dari berbagai bentuk ketidakadilan, termasuk ketimpangan dalam pengelolaan ruang kota. Kota Bandung yang dikenal sebagai kota multikultural dengan pertumbuhan pembangunannya yang cepat, tetap menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan tata ruang yang inklusif dan adil. Sebagai kota yang terus berkembang, Bandung memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa pembangunan yang berjalan tidak hanya dinikmati oleh segelintir golongan, tapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk masyarakat berpenghasilan rendah, penyandang disabilitas, lansia, serta komunitas adat dan budaya. 

Kebebasan dalam konteks tata ruang kota bukan hanya tentang kebebasan membangun, melainkan juga tentang kebebasan untuk hidup dengan layak di ruang yang adil dan manusiawi. Bandung, dengan pertumbuhan penduduk yang pesat dan tekanan pembangunan yang tinggi, sering kali terjebak dalam paradigma pembangunan yang eksklusif. Ruang publik dan fasilitas kota kerap didominasi oleh kepentingan komersial dan kelompok tertentu saja. Akibatnya, banyak warga terutama dari kalangan rentan, kesulitan mengakses ruang publik yang memadai, transportasi yang terjangkau, serta hunian yang layak dan nyaman. Hal ini justru bertentangan dengan semangat kemerdekaan yang seharusnya menjamin hak setiap orang untuk hidup sejahtera di lingkungan yang adil.

Prinsip keadilan dalam tata ruang telah secara jelas diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang menekankan pentingnya ruang yang berkelanjutan, berkeadilan, dan demokratis. Pasal 2 UU No. 26/2007 menyatakan bahwa penataan ruang harus mencerminkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahkan dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945 menjelaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bandung memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa kebijakan tata ruang tidak diskriminatif dan mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Baca Juga: Menghindari Euforia Kemerdekaan, Mengentaskan Kemiskinan
Menelaah Makna Kemerdekaan, Kecerdasan, dan Kekuatan
Tentang Bocah Perempuan Pengamen di Persimpangan Kopo, tentang Kota yang Gagal Memberikan Ruang Aman

Keadilan dalam Tata Ruang

Menurut Jen Gehl (2010) desain kota berkelanjutan harus mengutamakan penggunaan ruang publik yang efektif dan desain yang mendukung interaksi sosial, membuat lingkungan perkotaan yang nyaman dan aman bagi semua orang. Dalam bukunya Cities for People, Jan Gehl menekankan bahwa partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan ruang kota adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang inklusif. Melalui pendekatan partisipatif yang melibatkan masyarakat sejak awal dalam proses perencanaan kota menjadi cara untuk mewujudkan keadilan spasial (Yuwono, 2001). Seluruh proses penataan ruang kota harus mampu menjadi representasi dari kehendak publik agar berkembangnya kesetaraan dan keadilan sosial sebagaimana yang dikemukakan Sarah Mina Basset (2013) dalam The Role of Spatial Justice in The Regeneration of Urban Spaces.

Dalam mewujudkan tata ruang yang inklusif, Bandung harus mengedepankan prinsip keberlanjutan serta melibatkan masyarakat secara aktif dalam perencanaan kota. Selama ini, proses perencanaan tata ruang kota kerap dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang memiliki modal besar, sementara suara dari masyarakat kecil terabaikan. Padahal, partisipasi masyarakat adalah kunci untuk menciptakan ruang yang benar-benar memenuhi kebutuhan semua pihak (Suryono, 2001). Misalnya melalui pembangunan jalur pedestrian yang ramah disabilitas, ruang publik yang aman bagi anak juga lansia, serta kebijakan penyediaan perumahan yang layak dengan harga terjangkau.

Selain itu, keadilan dalam tata ruang juga harus memperhatikan distribusi sumber daya dan aksesibilitas yang merata. Saat ini, pembangunan di Bandung masih terkonsentrasi di kawasan tertentu, seperti pusat kota dan kawasan komesial. Sementara kawasan permukiman padat yang berada di gang sempit dan pinggiran kota cenderung terabaikan dalam penyediaan infrastruktur dasar yang memadai. Ketimpangan ini dapat memperlebar kesenjangan sosial dan membuat sebagian warga merasa tidak menikmati hak mereka sebagai bagian dari kota. Pemerintah kota perlu melaksanakan kebijakan yang mendorong pemerataan pembangunan, seperti penguatan transportasi umum yang terintegrasi, meningkatkan penyediaan infrastruktur dasar di seluruh kawasan kota, membenahi kualitas layanan publik, serta pengembangan pusat-pusat ekonomi baru di luar kawasan elite.

Kemerdekaan dalam Tata Ruang

Kemerdekaan juga berarti kebebasan untuk mempertahankan identitas budaya dan ekologi kota. Bandung terkenal dengan sejarahnya, seninya, serta lingkungan alamnya, seperti Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, kawasan heritage di Jalan Asia Afrika dan Jalan Braga maupun beberapa kawasan etnik sunda yang perlu dilestarikan. Namun, tekanan pembangunan kota bisa mengancam kelestarian aset-aset ini. Tata ruang kota yang berkeadilan harus mampu menyeimbangkan antara pembangunan modern dengan pelestarian warisan budaya serta lingkungan. Pemerintah kota dapat memberlakukan regulasi ketat terhadap pembangunan yang merusak lingkungan, mendorong revitalisasi kawasan bersejarah tanpa menghilangkan nilai aslinya, serta melibatkan komunitas lokal dalam pengelolaan ruang-ruang budaya sebagai upaya untuk melindungi dan merawat identitas Bandung.

Pada sisi lain, kemerdekaan dalam tata ruang kota juga harus menjamin keamanan dan kenyamanan bagi semua warganya, termasuk perempuan dan anak-anak. Saat ini, masih banyak ruang publik di Bandung yang tidak ramah bagi kelompok ini, seperti trotoar yang sempit dan gelap, minimnya lampu jalan di beberapa kawasan, serta kurangnya perhatian dalam pemeliharaan fasilitas ruang bermain anak. Kota yang merdeka adalah kota yang memberikan rasa aman dan nyaman bagi semua gender dan usia. Dalam perencanaan tata ruang kota, perspektif gender dan hak anak harus diperhatikan seperti yang dijelaskan dalam The Care Manifesto, membangun kota yang adil membutuhkan pendekatan yang lebih peduli terhadap semua kebutuhan warganya, terutama pihak yang sering terpinggirkan, seperti perempuan dan anak-anak.

Pada akhirnya, memaknai kemerdekaan dalam tata ruang Kota Bandung yang inklusif dan berkeadilan adalah tentang menciptakan ruang hidup yang berlandaskan nilai-nilai kepedulian dengan memperhatikan aspek-aspek keamanan, kesetaraan, dan kesejahteraan untuk semua penghuninya. Dalam meweujudkannya tentu bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga kolaborasi antara masyarakat, akademisi, pelaku bisnis, dan juga komunitas di masyarakat. Kemerdekaan sejati akan terwujud ketika semua orang tanpa terkecuali, bisa merasakan kota yang ditinggali sebagai rumah bersama. Inilah esensi kemerdekaan yang sesungguhnya, bebas dari ketimpangan sosial dan bebas untuk hidup bermartabat di ruang kota yang adil.

Kemerdekaan dalam tata ruang kota bukanlah sekedar wacana, melainkan janji akan kota yang memeluk semua lapisan masyarakat dengan hangat tanpa diskriminasi, tanpa ketimpangan. Bandung dengan segala pesonanya, harus menghadirkan ruang kota yang inklusif: ruang publik yang ramah, hunian yang layak, serta layanan publik dengan kualitas terbaik dan setara. Ketika ruang kota menjadi cermin keadilan, maka kemerdekaan bukan lagi sekedar seremonial, melainkan denyut nadi kehidupan sehari-hari. Sebab, Bandung bukan hanya milik segelintir orang namun milik bersama seluruh warganya yang harus dijaga dengan prinsip kebersamaan dan kesetaraan.

 

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//