Menelaah Makna Kemerdekaan, Kecerdasan, dan Kekuatan
Indonesia genap 78 tahun memperingati hari kemerdekaan. Apakah negeri ini masih rapuh dan rentan terjajah?
Sidik Permana
Freelancer, pemilik akun Instagram si.per_multiverse
25 Agustus 2023
BandungBergerak.id - Sejarah panjang nusantara terdiri dari rangkaian peristiwa yang tidak hanya bernilai historis namun syarat akan makna independensi dan kemanusiaan. Jejak-jejak kedua nilai tersebut bisa dilihat mulai dari periode keemasan peradaban nusantara, lalu diikuti dengan bertamunya bangsa-bangsa asing, khususnya Barat, untuk berdagang dan kemudian berubah menjadi ekspansi kolonialisme.
Kolonialisme yang mengubah sebagian besar pola kehidupan masyarakat terjajah di nusantara akhirnya tiba pada senjakalanya. Nusantara masuk pada fase baru berupa kebangkitan nasionalisme. Puncaknya, proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia digelorakan oleh putra-putri bangsa dan manusia bijak yang menghendaki kemerdekaan dari ketidakadilan dan ketidakmanusiawian.
Kemerdekaan bukan pilihan, namun proses dan hasil perjuangan. Tercatat oleh sejarah bahwa berbagai upaya menghalau dan menghapus kemerdekaan Republik Indonesia oleh kolonial Belanda—belum termasuk mempertahankan eksistensi bangsa dari ancaman internal, seperti DI/TII dan pemberontakan PKI Madiun. Bahkan, penggugatan dan keraguan atas kemerdekaan Indonesia melahirkan invasi militer Belanda yang tidak hanya merenggut nyawa tapi juga melukai segenap rasa kemanusiaan dan keadilan “inlander” yang justru hendak mereka “bebaskan” dari keterbelakangan peradaban dunia, pikir mereka.
Tidak tanggung-tanggung, dua kali agresi militer dengan sederet pelanggaran perjanjian yang notabene dibangun atas kesepakatan dua belah pihak yaitu kelompok Republiken dan Belanda. Belum lagi persoalan politik global di tengah Perang Dingin yang turut berdampak pada eksistensi dan kondisi perpolitikan Indonesia pada periode 1945-1949. Semua itu tidak serta-merta menyurutkan semangat nasionalisme guna mempertahankan dan menegaskan kemerdekaan dalam rangka membangun bangsa Indonesia dengan keadilan dan kesejahteraan tanpa campur tangan asing yang telah bercokol dan mengeruk kekayaan bangsa selama kurang lebih 300 tahun di nusantara.
Dengan demikian, alangkah kelirunya bila masyarakat Indonesia hari ini belum atau tidak mengambil hikmah dari kemerdekaan dan proses yang mengiringi bangsa ini menuju kedaulatannya. Karena kenyataannya, hari ini, upaya mengikis jiwa-jiwa merdeka dari bangsa Indonesia masih berlangsung dalam bentuk yang semakin “halus” dan tersistematis. Bila dulu, G.H. Bousquet, sebagaimana dikutip dari Kahin (1952), pernah mengungkapkan, “kenyataan yang sebenarnya adalah, orang Belanda berhasrat dan masih berhasrat untuk membangun superioritas mereka di atas kebodohan orang bumiputra”. Maka, hari ini, bangsa-bangsa lain berhasrat untuk menguasai dan mengeksploitasi Indonesia.
Langkah-langkah penguasaan di era kekinian membuat kita merasa “merdeka” di tengah-tengah “keterjajahan model baru” yang sulit terendus dan disadari. Di saat yang bersamaan bangsa ini sedang bergumul dengan persoalan internal yang tak kunjung terselesaikan. Sehingga, penting untuk memaknai arti kemerdekaan, tidak hanya bagi negara namun juga semua orang yang menghendaki kemerdekaan sebagai anugerah.
Baca Juga: Mencari Hal Baru dalam Filsafat?
Menjawab Keterasingan Manusia di Tengah Absurditas Budaya Kontemporer
Pemimpin Impian Pemuda dan Referensi Idealisme Kepemimpinan
Kecerdasan dan Kekuatan Bangsa: Arti sebuah Kemerdekaan
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kemerdekaan diartikan sebagai keadaan (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya). Menurut Andri (2017), merdeka ialah: 1) bebas dari perhambaan dan penjajahan; 2) tidak terkena atau lepas dari tuntutan; dan, 3) tidak terikat, tidak tergantung kepada orang atau pihak tertentu.
Di mata Mohammad Hatta (1952), selama masih ada penjajah, selama itu diperlukan kebangsaan, sehingga merdeka diartikan dengan membangun kebangsaan. Pada bagian ini, kemerdekaan dapat diterjemahkan ke dalam bentuk kebebasan diri dari segala bentuk perbudakan secara fisik maupun pikiran, tidak mandiri, lepas dari ketergantungan, dan sebagainya. Dalam konteks negara, pengertian merdeka tersebut dapat dijadikan sebagai rujukan, di mana konteksnya ditarik ke lingkup kebangsaan. Berarti, kemerdekaan Republik Indonesia dapat diartikan sebagai keterlepasan terhadap segala bentuk penjajahan dan ketergantungan yang mengikat disertai memberangus keterbelakangan bangsa dalam menghadapi kemajuan peradaban dunia.
Sebagai bentuk penghargaan atas kemerdekaan yang diraih, serta peringatan kemerdekaan Republik Indonesia ke-78 tahun, mengingat G.H. Bousquet pernah mengungkapkan perihal kebodohan “pribumi” atau inlanders yang membuat sebagian besar nusantara ini jatuh ke perangkap kolonialisme Belanda, maka tentu mencerdaskan kehidupan bangsa adalah misi utama kemerdekaan yang mesti diwujudkan Republik Indonesia sebagai bangsa dan negara. Konstitusi negara dengan jelas memosisikan ini sebagai kewajiban, dan negara tentu bertanggung jawab untuk upaya mencerdaskan itu. Satu yang menjadi pertanyaan adalah apakah rakyatnya mau untuk menjadi cerdas dan berubah?
Dilansir dari laman World Population Review (2023), indeks IQ rata-rata dari total 277 juta masyarakat Indonesia berada pada rentang 78,49, yang membuat Indonesia berada pada posisi 130 dari 199 negara. Posisi itu berada di bawah Malaysia yang berada di urutan 73. Dengan data ini, maka bisa diasumsikan bahwa kualitas kecerdasan masyarakat Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Dengan modal seperti ini, bagaimana bangsa ini mampu menghargai anugerah kemerdekaan dari Tuhan dan proses perjuangan yang penuh pengorbanan ini?
Maka dari itu, salah satu makna dari kemerdekaan bagi Republik Indonesia adalah merdeka dari kebodohan dan ketertinggalan. Mungkin, kita akan mencoba bereksperimen dengan imajinasi, bagaimana jika aufklarung dan pencerahan (ilmu pengetahuan) terjadi di Asia, khususnya Asia Tenggara yaitu Indonesia. Mungkin, sejak abad ke-16, kerajaan di nusantara inilah yang akan menjajah Portugis, mengusir Spanyol dari Maluku, memberantas para pemain monopoli VOC, mengusir Inggris dan Belanda, menahan gempuran Jepang, dan membangun poros nonblok menjadi lebih powerful, dll.
Kualitas kecerdasan bangsa adalah fakta tujuan kemerdekaan bangsa yang konstitusional, juga data, yang tidak bisa datang begitu saja dari langit, namun perlu diusahakan secara konsisten dan ditopang ekosistem yang membangun. Mulai dari keinginan rakyat untuk cerdas, keluarga yang berkualitas, lingkungan yang mencerdaskan, kebijakan negara yang mendorong upaya pencerdasan bangsa, dan ekosistem yang mendukung itu semua. Namun, kecerdasan mesti digendong oleh kekuatan mumpuni.
Kita mesti menyadari bahwa bangsa ini rapuh, beda dengan jargon-jargon politik yang retoris yang kerap menggambarkan kita “kuat”. Bagaimanapun, kekayaan tanpa kekuatan adalah tubuh yang dipenuhi penyakit. Oleh karena itu, kecerdasan dan kekuatan bangsa adalah dua unsur yang sejatinya wajib dimiliki oleh negara yang merdeka sejati, yang kita kenal sebagai “kedaulatan”. Kedaulatan yang berasal dari rakyat yang mendukung negara secara sukarela dan negara yang berhasil membangun kualitas hidup masyarakat sehingga menjadi masyarakat berbudaya, cerdas, dan kuat.
Dengan kondisi ideal tersebut, kita tidak akan khawatir dengan berbagai tema “bonus demografi” atau “Indonesia Emas 2045” yang kerap digaungkan. Pada saat yang bersamaan, kekuatan tidak dipandang militeristik semata, tetapi juga masyarakat dengan segenap kualitas yang dimilikinya. Baik kecerdasan dan kekuatan itu, semua dibangun oleh ekosistem yang berkualitas, salah satunya pendidikan. Jadi, perbaiki pendidikan dan ekosistem hidup masyarakat, maka kualitas masyarakat akan merangkak naik.
Dengan demikian, arti kemerdekaan bukan sekadar bebas, tak terjajah, dan tak tergantung semata, tetapi arti kemerdekaan ialah awal, proses dan ujung dari sebuah takdir kemerdekaan yang mesti diwujudkan demi memanusiakan manusia. Kita mesti menghidupkan proses menuju kemerdekaan yang sempurna demi masa depan bangsa yang lebih baik melalui kemajuan di level kecerdasan dan kekuatan.