• Opini
  • Bagaimanakah Warga Bandung Mengetahui Indonesia Merdeka?

Bagaimanakah Warga Bandung Mengetahui Indonesia Merdeka?

Sakti Alamsyah membacakan siaran teks proklamasi Indonesia merdeka. Setelah itu ia diancam dibunuh dan didatangi tentara Jepang.

Jusair

Peminat Literasi dan Sejarah Kota Bandung

Pasukan Susur Sungai dan Ekosistem Rancaekek (Passer) membentang kain merah putih sepanjang 76 meter di sempadan sungai Sungai Cikijing, Kampung Tanggeung, Desa Bojongloa, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Minggu, (15/8/2021). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

16 Agustus 2021


BandungBergerak.id - Warga Bandung mendapatkan kabar Indonesia merdeka pertama kali berkat adanya salinan telegram Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibuat pegawai PTT (Post, Telegraaf dan Telfoondienst) Bandung dan buletin Kantor Berita Domei Bandung pada siang menjelang salat Jumat, 17 Agustus 1945. Telegram adalah salinan pesan berupa teks yang dikirim menggunakan telegraf (alat penerima dan pengirim sinyal elektromagnetik jarak jauh yang metode komunikasinya menggunakan kode morse).

Selain itu, warga Bandung Juga mendapatkan kabar Kemerdekaan dari siaran Sakti Alamsyah dan Sam Amir di Radio Bandung Hoso Kyoku, Studio Tegallega.

Pada hari itu sekitar jam 11:00 siang, dalam perjalanan ke mesjid untuk salat Jumat, Mohamad Rivai bertemu dengan seorang teman yang bekerja di Kantor Besar PTT Bandung. Teman itu mengabarkan pada Mohamad Rivai bahwa Kemerdekaan Indonesia telah diproklamirkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta pagi tadi. Sang teman menunjukkan pula kertas berisi salinan telegram Proklamasi.

Salinan telegram Proklamasi Kemerdekaan itu ditandatangani Ketua Angkatan Muda PTT Bandung yang juga menjabat sebagai Wakil Kepala Bagian Telegram PTT Bandung R Sutoko. (Mohamad Rivai-Tanpa Pamrih Kepertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945).

R Sutoko meminta rekan-rekan PTT lainnnya untuk menyebarkan informasi Proklamasi ke warga Bandung lainnya dan meneruskan telegram Proklamasi ke kantor-kantor PTT, dan tokoh-tokoh pejuang lainnya di Indonesia. Pegawai PTT Padang, Aladin menerima kode morse telegram itu di kantornya dan mengabarkannya pada tokoh-tokoh pergerakan di Padang dan Bukittinggi, Sumatera Barat. Malamnya, Arifin Alip dengan beberapa rekannya mengusahakan mencetak teks proklamasi dan menyebarkannya ke warga Padang dan sekitarnya. (Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI di Minangkabau 1945-1950 jilid 1).

Jam 11:15 siang, 17 Agustus 1945, seorang Marconist (petugas telekomunikasi) Kantor Berita Domei Bandung menerima telegram berisi kabar Proklamasi Kemerdekaan dan menyerahkannya kepada redaksi berita yang terdiri dari A.Z Palindih, Muhamad Adam, Lalu Danila, dan Matulessy. Muhamad Adam lalu menulis proklamasi itu dengan huruf besar pada papan tulis dan ditempatkan di depan Kantor Berita Domei Bandung (gedung Tiga Warna yang sekarang jadi kantor BTPN berlokasi di pertigaan Jalan Ir H Djuanda (Dago) dan Jalan Sultan Agung. Muhamad Adam menemui Bupati Bandung Suriasaputra di Masjid Agung Bandung dan mengabarkan mengenai telegram dari Jakarta itu.

Bupati Bandung Suriasaputra lantas meminta kantor Domei memperbanyak teks Proklamasi dan menyebarkannya kepada warga Bandung. Ia juga meminta selembar buletin yang memuat Proklamasi dikirimkan ke Radio Bandung Hoso Kyoku Tegalega dengan pesan agar teks itu disiarkan hari itu juga atau pada malamnya. Siang itu, Domei Bandung pun mencetak buletin berita Domei yang berisi Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. ( Djayusman dalam “Bandung lautan Api” terbitan 1975).

Di buku terbitan April 1984 berjudul Mohamad Rivai - Tanpa Pamrih Mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Mohamad Rivai menceritakan bahwa berita morse kemerdekaan sampai juga ke pesawat radio penerima morse di Radio Hoso Kyoku, Bandung, 17 Agustus 1945 jam 11:15 siang. Sehingga penyiar Radio Hoso Kyoku, Sakti Alamsyah, menyiarkan siaran Proklamasi itu pada jam 12.00 siang. Namun dua jam kemudian, pada 14,:00 muncul propaganda dari Saiko Sikikan (Panglima Tertinggi) Jepang untuk Area Jawa yang menyatakan bahwa berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu adalah kabar yang keliru.

Lewat tengah hari, telegram Proklamasi diterima di kantor Surat Kabar Tjahaja. Barry Rukman, wartawan surat kabar Tjahaja, mendapatkan izin dari redaktur Mohammad Koerdi untuk menuliskan teks Proklamasi pada papan tulis dan menempatkannya di depan Kantor Berita Tjahaja, Jalan Grote Postweg Oost No. 54-56 (sekarang Jalan Asia Afrika). Setiap orang yang melintasi kantor Tjahaja membaca tulisan besar itu dengan gembira.

Wartawan Tjahaja lainnya, Ace Bastaman, segera  mencetak Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu di Percetakan Siliwangi dan rencananya akan disebarkan ke warga Bandung. Namun, belum sempat disebar, muncul telegram susulan dari Jakarta yang memerintahkan untuk tidak menyebarkan berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. (Sejarah Kota Bandung 1906-1945,editor A Sobana Hardjasaputra,.Pemkot Bandung 2000).

Redaktur Tjahaja Moehamad Kurdi mengisahkan beberapa alinea tentang kabar Proklamasi Indonesia di bukunya: Saumur Jagong, terbitan Sumur Bandung, 1983. Dalam bahasa Sunda ia menulis:

Poean Proklamasi Kamerdikaan Indonesia, Sidoin teu ngantor. Sapoe eta mah kuring sabaur-batur teu tamat-tamat ngobrokeun eta kajadian. Tembusan beja prolakmasi ti Domei ditatalepakeun, pada hayang maca sorangan, teu kalis ku dibejaan.

Masih keur tingrariung keneh, kira kaheuleutan sajam, jol deui beja Domei keneh nu ngalarang disebarkeunana proklamasi. Bari disebutkeun, Pamarentah Balantara Jepang heunteu robah sikep kana kemerdikaan Indonesia. Tapi da teu halangan ku larangan, sakumaha biasa, unggal aya beja penting, memeh koran kaluar sok ditulis dina bor leutik dihareupeun kantor sisi jalan, ngarah kabaca ku balarea, kitu Proklamasi oge, dicutat secerewelena, pok-pokanana.

(Di hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Sidoin/Penasehat (orang Jepang aslinya bernama Takayanagi) tidak ke kantor. Hari itu saya bersama kawan sejawat tak henti-hentinya membicarakan kejadian itu. Salinan pemberitahuan proklamasi dari Domei jadi rebutan, masing-masing ingin membaca sendiri, tidak puas diberitahu.

Saat masih berkumpul, sekitar satu jam kemudian, datang lagi kabar masih dari Domei yang berisi larangan penyebaran proklamasi, dengan menyebutkan Pemerintah Balantara Jepang tidak mengubah sikapnya terhadap kemerdekaan Indonesia. Tapi larangan itu tak jadi penghalang. Seperti biasa, setiap ada pemberitahuan penting, sebelum surat kabar keluar selalu ditulis pada papan tulis kecil di depan kantor pinggir Jalan, sehingga dibaca oleh semua, begitu pula Proklamasi, dikutip secara singkat, sejelas-jelasnya.)

Di Buku Bandung Lautan Api (Mei 1963), Djen Amar, penulisnya, menceritakan bahwa siaran tentang Proklamasi dari Radio Hoso Kyoku Bandung dilakukan 17 Agustus 1945 malam Jam 19:00, 20:00, 21:00, dan 22:00. Rencana disiapkan sejak siang mulai dari hal teknis dan pengamanan fisik. Agar siaran bisa didengar ke seluruh Dunia, pihak Radio HosoKyoku meminta Samdjoen dan Hardjopranoto untuk mengontak Soedirdjo, Kepala Stasiun Pemancar Radio PTT di Palasari, Dayeuhkolot.

Gelombang radio kabar Proklamasi disiarkan memanfaatkan pemancar Radio Hoso Kyoku Tegallega, dihubungkan ke pemancar Palasari di Dayeuhkolot, pemancar di Rancaekek, pemancar Cililin di Batujajar, dan dipancarkan ke seluruh dunia melalui pemancar Radio Malabar di Pegunungan Puntang, Banjaran, Bandung selatan.

Ide mengabarkan Proklamasi ke seluruh dunia menggunakan pemancar PTT itu disetujui Soedirdjo. Turut andil dalam pelaksanaan siaran malam itu adalah Sakti Alamsyah, Sofjan Djunaid, R.A.Darja, Sjam Amir, Odas Sumadilaga, Herman Gandasasmita, T.K Moh Saman, Adiyat, Memed Sudiono, Brotokusumo, Sukeksi, dan Abdul Razak Rasyid. Pasukan pejuang bersenjata pun disiapkan jika tentara Jepang mencoba menggagalkan proses siaran malam itu.

Baca Juga: Pemuda Bandung Termakan Revolusi, Sejarah Jalan Mohamad Toha dan Mohamad Ramdan
Pidato Sukarno tentang Revolusi dan Sosialisme di Alun-alun Bandung
BUKU BANDUNG (11): Proklamasi, Sebulan kemudian di Bandung Anarki

Jam 19:00, siaran diawali lagu Indonesia Raya, setelah itu Sakti Alamsyah membacakan siarannya:

Di sini Bandung Siaran Radio Republik Indonesia….

Teks Proklamasi:

Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal yang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnya.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 (1945)

Atas nama bangsa Indonesia.

Soekarno/Hatta

Piringan Hitam lagu Indonesia Raya diputar kembali sebagai penutup siaran. Radio calling ucapan "Bandung Radio Republik Indonesia" menjadi radio calling Radio Republik Indonesia yang pertama mengudara. Siaran proklamasi malam itu berlangsung 4 kali yaitu: Jam 19:00, jam 20:00, jam 21:00 dan jam 22:00.

Sakti Alamsyah tiga kali siaran dalam Bahasa Indonesia dan dua kali dalam bahasa Inggris, sementara Sam Amir membacakan teks dalam bahasa Indonesia satu kali dan bahasa Inggris dua kali.

Jam 23:30, Kepala Siaran Hideki Zenda datang ke studio dan memaki Sakti Alamsyah serta mengancamnya akan membunuhnya. Beberapa saat kemudian datang lagi Kepala Studio A Tarawa dan memanggil Sakti ke ruangannya untuk menanyakan informasi apa yang telah disiarkan oleh Sakti dan rekan-rekannya.

"Saya siarkan Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia. Saya kira tuan tidaklah keberatan karya saya kira Dai Nippon-pun telah berjanji memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia," jawab Sakti dengan tenang.

A Tarawa lalu memerintahkan semua tentara Jepang untuk meninggalkan studio. Sebelum pergi bersama pasukannya, A Tarawa menjabat tangan Sakti, lalu pergi.

Imam Pamudjo, seorang penyiar bangsa Indonesia yang tinggal di Amerika Serikat, mengatakan mendengarkan empat kali siaran Proklamasi Kemerdekaan yang dibacakan oleh Sakti Alamsyah dan Sam Amir. Jadi dunia mendengar berita Kemerdekaan Bangsa Indonesia dari Bandung.

Malam hari itu, Percetakan Siliwangi mencetak kembali dengen tinta merah teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Percetakan mendapatkannya dari pemuda-pemuda yang pulang dari Jakarta. 18 Agustus 1945 pagi, lembaran-lembaran Proklamasi disebarkan oleh pejuang-pejuang ke seantero Bandung dan sekitarnya.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//