Oetoesan Hindia Dikelola Satu Orang
Oetoesan Hindia, surat kabar arahan Tjokroaminoto, ditinggalkan oleh para redakturnya. Bersama seluruh kegiatan Tjokro, surat kabar ini juga diawasi oleh pemerintah.
Hafidz Azhar
Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung
7 Agustus 2021
BandungBergerak.id - Oetoesan Hindia, surat kabar yang berada di bawah arahan Tjokroaminoto, harus rela ditinggalkan oleh para redakturnya. Tercatat, mulai tanggal 1 Mei 1915, seluruh anggota redaksi meletakkan jabatannya, sedangkan Tjokroaminoto akan mengurus sendiri sebagai hoofdredacteur. Dalam kurun dua tahun, Tjokro bersama dengan Tirtodanoedjo, Sosrobroto, dan awak media lainnya dianggap mampu menampung segala keluhan yang bersumber dari kaum Pribumi dan orang-orang Muslim di tanah Hindia Belanda.
Seseorang berinisial N.N. menulis surat terbuka dalam Selompret Hindia yang juga dilansir dalam Kaoem Moeda edisi 29 April 1915. Ia menjelaskan kondisi Oetoesan Hindia dengan penuh rasa kecewa, dan menyesalkan kejatuhan yang dialami Oetoesan Hindia dan Setia Oesaha.
Awalnya, Oetoesan Hindia dan Setia Oesaha berkembang bersama. Tjokroaminoto membeli saham Setia Oesaha dari Hasan Ali Soerati pada tahun 1913. Namun, terjadi penurunan uang yang dihasilkan, menyebabkan Tjokroaminoto harus berjuang sendiri di tengah kewajibannya sebagai petinggi Central Sarekat Islam (CSI)
“Soenggoeh pedih rasa hati kita djika kita memikirkan hal perobahan dikantoor Redactie Oetoesan Hindia, karena sepandjang pemandangan kita tiadalah haroes bahwa soedara kita kaoem Moeslimin teroetama Directie N.V. Handel Mij. Setia Oesaha, tiada menghargakan pahalanja Oetoesan Hindia, jang dipandangnja oleh pembesar-pembesar jang memerentah Hindia Ollanda sebagai organ dari Boemipoetra serta Kaoem Moeslimin.” (Kaoem Moeda 29 April 1915)
Sebagai salah seorang yang peduli terhadap Oetoesan Hindia, N.N. menyebut jika surat kabar tersebut banyak memberikan dampak yang sangat berguna bagi kalangan pribumi. Ia juga mengungkapkan bahwa semua yang dilakukan Tjokro beserta kawan-kawan lainnya telah mengubah nasib rakyat Pribumi yang banyak mengalami diskriminiasi. Tulisan-tulisan dalam Oetoesan Hindia sendiri, bagi N.N., mampu menunjukkan aspirasi masyarakat pribumi terhadap pemerintah kolonial, yang selama ini tidak mudah untuk disalurkan secara langsung.
“Sebagaimana toean toean pembatja mengatahoei maka s.k. Oetoesan Hindia, baroelah doea tahoen oesianja, dikemoedikan oleh toean O.S. Tjokroaminoto, Tirtodanoedjo, Sosrobroto d.l.l. toean toean lagi, jang nama namanja tiada perloe ditoelis dalam ini s.k. Pahala jang kita orang kaoem Moeslimin dapat waktoe jang achir ini, jalah roepa-roepa keringanan dan perobahan, tiadalah boleh disangkal lagi, itoe semoea terdapat dari pada tereaknja karangan-karangan jang ditaroh dalam O.H. Dari manakah penghinaan, penganiajaan dan penindasan kita orang Boemipoetera terdengar oleh Pemerentah Agoeng di Betawi dan dinegeri Belanda, tiadakah dari O.H.?” (Kaoem Moeda 29 April 1915)
Alasan berhentinya para redaktur yang diibawahi Tjokro tidak terlepas dari soal kerugian yang dialami Setia Oesaha sebagai mitra Oetoesan Hindia. Dari tahun 1914, N.V. Handel Mij. Setia Oesaha mendapat kerugian dari mulai f 300. Kejadian ini membuat para pemegang saham Setia Oesaha merasa goyah dan kewalahan, sampai beberapa koran berbahasa Melayu maupun bahasa Belanda memberitakan kesulitan yang sedang dialami oleh mitra Oetoesan Hindia itu.
“Tiba-tiba setelah N.V. Handel Mij. Setia Oesaha dalam tahoen 1914 ada dapat keroegian, hanja tjoema f 300 lebih, maka tereaknja toean-toean aandelhoulders serta kaoem Directie dari itoe vennoootschap, bikin gojangnja doenia sehingga sekalian soerat-soerat kabar (selainnja de Locomotief) sama membitjarakan tentang hal kesoesahannja N.V. Handel Mij. Setia Oesaha, malah djoemlahnja keroegiannja ditambah doea noel dibelakangnja, sehingga keroegian tadi djadi sekian poeloeh riboe roepiah. Hm! Lagi sekali hm! Bangsakoe! Soenggoeh beloem mengerti bangsakoe boemipoetera dan kaoem Moeslimin akan harga soeara: menilik hal jang terseboet diatas ini, maka kita terpaksa mengoeraikan hal pahalanja s.k. O.H. ini, agar soepaja diketahoei kepada toean-toean pembatja.” (Kaoem Moeda 29 April 1915)
Setelah menguraikan semua pikirannya, di akhir surat tertulis: “Seorang aanderhouder S.O.”, yang berarti, pemegang saham Setia Oesaha, tepat di atas inisial N.N. Bahkan di bagian bawah terdapat tanggapan dari Selompret Hindia yang juga sebagai pemegang saham untuk Setia Oesaha.
Menurut tulisan yang bersumber dari redaksi Selompret Hindia itu, kejadian yang menimpa S.O. (Setia Oesaha) adalah masalah yang harus dihadapi dengan tenang. Hal ini ditujukan bagi mereka yang terlibat dalam urusan saham di N.V. Mij. S.O. Tulisan itu pun menyebut-nyebut N.N. agar tidak berlarut-larut memikirkan persoalan ini sendiri karena semua pemegang saham memiliki pikiran yang sama untuk menyelesaikan kesulitan tersebut.
“Hal ini toean N.N. tiada perloe toeroet memikirkan kita sendiri djoega aanderhoulder dari N.V. Mij. S.O. djadi tiada berbeda dengan fikiran toean, lebih baik kita orang diam habis perkara. Sebab hal ini djadi keadjaibannja Directie dari S.O. dan kita orang aanderhouders sampai pertjaja kepada leden dari Directie (commisarissen S.O.) jang djadi wakilnja semoeanja aanderhouders.” (Kaoem Moeda 29 April 1915)
Baca Juga: Madrassatoel Ibtidayah Mendapat Sokongan Uang
Sarekat Islam Bandung Menyoroti Urusan Kring dan Minuman Keras
Sarekat Islam Bandung Mendirikan Madrassatoel Ibtidayah
Abdoel Moeis Menjadi Pemimpin Redaksi Kaoem Moeda
Masalah Anggota Menjadi Bahasan Utama Rapat Pengurus Sarekat Islam Bandung
Pengawasan Pemerintah
Lalu, adakah hubungan Oetoesan Hindia dengan Sarekat Islam Bandung? Jelas, keduanya mengikat hubungan emosional bukan saja tentang asal organisasi yang sama (Tjokroaminoto dengan Soewardi dan Abdoel Moeis), namun juga tentang pembelaan terhadap hak-hak masyarakat pribumi. Saat Soewardi menulis selebaran untuk Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Belanda pada pertengahan tahun 1913, nama Tjokroaminoto dan Oetoesan Hindia disebut-sebut dalam daftar pengawasan aparat Pemerintah.
Mirjam Maters menjelaskan bahwa kecurigaan pemerintah kolonial terhadap Sarekat Islam membuat aparat turun tangan untuk terus mengikuti jejak Tjokroaminoto dan Oetoesan Hindia. Terbukti, pihak jaksa di Surabaya akhirnya menyita selebaran yang dikirimkan ke cabang Sarekat Islam setempat dengan jumlah keseluruhan 250 eksemplar. Tiga di antaranya didapati di kantor Oetoesan Hindia, sedangkan sisanya terdapat di rumah Tjokro. Peristiwa itu membuat Gubernur Jendral Idenburg mengeluhkan aksi yang berasal dari Comite Boemi Poetra itu karena dapat dapat memengaruhi masyarakat Pribumi.
“Jika Sarekat Islam menerima semangat yang sama dari Commite Boemi Poetra, kita dapat mengalami kesulitan besar,” ungkap Idenburg, termuat dalam buku Dari Perintah Halus ke Perintah Keras.