Madrassatoel Ibtidayah Mendapat Sokongan Uang
Siapa pun diajak untuk menyokong Madrassatoel Ibtidayah, sekolah yang didirikan Sarekat Islam Bandung. Berapa pun nilai sumbangan, diterima.
Hafidz Azhar
Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung
31 Juli 2021
BandungBergerak.id - Madrassatoel Ibtidayah (MI), sekolah agama Islam untuk kaum miskin yang diinisiasi oleh pengurus Sarekat Islam Bandung, mendapat sokongan dari berbagai kalangan. Sejak dibuka tanggal 6 April 1915, sekolah ini menghadapi beberapa masalah yang cukup fundamental, terutama soal kekurangan fasilitas dan tenaga pengajar untuk pelajaran yang banyak diminati. Akan tetapi, upaya yang dilakukan rengrengan SI Bandung lambat laun membuah hasil signifikan.
Tercatat, sampai dengan tanggal 21 April 1915, orang-orang yang rela menyisihkan uangnya terus berdatangan untuk memberikan sokongan. Boleh dikatakan, bantuan uang yang berdatangan itu sebagai implikasi dari surat sirkulir yang ditulis oleh R. Sastraatmadja selaku sekretaris pengurus Madrassatoel Ibtidayah. Dalam surat tersebut R. Sastraatmadja menjelaskan apa dan bagaimana sekolah agama Islam itu bisa berdiri. Di samping itu ia pun mengungkapkan segala kekurangan MI setelah didirikan beberapa hari sebelumnya.
Tentu saja, keinginan besar masyarakat menjadi pendorong utama. Dalam hal ini, banyaknya minat terhadap bahasa Belanda, selain ilmu-ilmu keislaman yang ditonjolkan. Itulah kenapa salah satu yang paling dibutuhkan oleh para siswa saat itu adalah tenaga pengajar untuk bahasa Belanda, di samping kebutuhan fasilitas yang lebih mendasar.
“Toean-toean jang terhormat. Belom lama berapa lama maka adalah tertanam dalam soerat kabar Kaoem Moeda tentang hal pendiriannja seboeah sekolah jang beralasan Igama Islam dan dinamai Madrasatoel Ibtidayah jaitoe ertinja sekolah permulaan. Adapoen akan sekolah itoe jang moela-moela sekali didirikan dikota Bandoeng: jaitoe kehendaknja poebliek. Telah beberapa kali pendoedoek disini bermohon kepada Pembesar soepaja didirikan poela seboeah sekolah (jaitoe sekolah Kl.1 jang diadjarkannja bahasa Belanda). Maka perdjawaban Pembesar itoe setoedjoe sekali akan permohonan poeblik itoe, hanja adalah jang mendjadi rintangan sedikit, sebab kekoerangan Goeroe Belanda jang akan mengadjarnja, sedangkan Goeroe Belanda jang akan ditempatkan dalam sekolah, Governement ada kekoerangan.” (Kaoem Moeda 21 April.
Sementara itu, meski sorotan ditujukan pada kekosongan guru Bahasa Belanda, bukan berarti kekurangan yang lain sudah dapat terpenuhi. Di satu sisi, hadirnya Madrasatoel Ibtidayah menunjukkan antusiasme yang tinggi di kalangan masyarakat Pribumi yang juga memicu semangat para pengurus untuk terus berusaha menyediakan kebutuhan yang diinginkan siswa-siswinya. Langkah pertama yang dilakukan pengurus Madrassatoel Ibtidayah tentu menampung keinginan besar itu seraya berjalan perlahan.
R. Sastraatmadja, sebagaimana dicatat Wignyadisastra dalam Kaoem Moeda, mengajak siapa pun yang ingin memberikan bantuan untuk Madrassatoel Ibtidayah. Melalui suratnya, ia tidak membatasi berapa pun nilai sumbangan, demi keperluan dan kemajuan sekolah yang dikelolanya.
“Djika demikian halnja, apalah salahnja, djika kitapoen ramai-ramai menjoembang oeang derma barang sekedarnja biarpoen ketjil, asal banjak pendapatannja. Lebih-lebih beriboe terima kasih djika kiranja pembatja soeka menoeloeng akan gerakan anak negeri itoe dengan sepantasnja jaitoe akan goena belandja dan lain-lain keperloean oentoek sekolah itoe. Djika kiranja toean-toean pembatja soedi mendermakan barang sekedarnja, maka dengan sepenoeh penoeh pengharapan akan oeang derma itoe dikirimkan kepada Pengoeroes jang telah ditentoekan jaitoe kepada Raden Sastraatmadja Schoolopziener di Bandoeng.” (Kaoem Moeda 21 April 1915).
Baca Juga: Sarekat Islam Bandung Menyoroti Urusan Kring dan Minuman Keras
Sarekat Islam Bandung Mendirikan Madrassatoel Ibtidayah
Abdoel Moeis Menjadi Pemimpin Redaksi Kaoem Moeda
53 Penyumbang
Sejak surat tersebut disebarkan, sudah 53 orang turut memberikan uang bantuan untuk sekolah MI. Dari jumlah itu kebanyakan berasal dari kalangan priayi biasa, pejabat, dan guru. Termasuk yang menyumbang adalah Raden Dewi Sartika beserta suaminya, Raden Soeriawinata, dengan masing-masing uang sebesar f 0,50.
Ke-53 donatur itu bukan saja bertempat tinggal di wilayah Bandung, namun juga berasal dari berbagai daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah. M. Boehari dari Sukabumi menyumbangkan uangnya sebesar f 1,50, Nji R. Tedjakoembala dari Karanganyar memberikan uang f 0,50, Raden Wiriadinata dari Cisarua menyerahkan f 0,50, dan masih ada beberapa donatur lainnya yang rela membantu sekolah agama Islam itu agar terus berkembang.
Sementara itu, bantuan uang dari kalangan pejabat terlihat lebih mendominasi dalam aksi sumbang dana ini. M. Kasim, Kepala Pengawas Pungkur, ikut menyumbang f 10, Raden Prawirakoesoemah, Controleur Bandung, menyumbangkan f 0,50, Raden Prawirawinata, Asisten Wedana Batujujar, menyumbangkan f 0,50, Raden Soemadisoeria, Asisten Wedana Pamengpeuk, ikut menyumbang f 0,50, dan para pejabat lainnya dengan nominal yang berbeda.
Uang yang diperoleh dari ke-53 orang itu secara keseluruhan berjumlah f 43,50. Belum ditambah uang sokongan yang lain sebesar f 50. Menurut catatan Wignyadisastra dalam Kaoem Moeda 21 April 1915, uang derma yang diterima untuk Madrassatoel Ibtidayah sampai dengan tanggal 15 April sebesar f 93,50.
Sebagai kepala sekolah MI sekaligus ketua Sarekat Islam Bandung, Wignyadisastra tentu banyak mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada pihak-pihak yang terlibat dalam memajukan sekolah yang dipimpinnya itu. Akhirnya, atas nama pengurus Madrasatoel Ibtidayah, ia menyatakan bahwa dirinya masih berharap besar akan menerima uang sokongan dari siapa pun yang ingin memberikan sumbangan.
“Boeat pemberian derma itoe, pengoeroes M.I. menjatakan besar terima kasihnja! Sedangkan derma-derma jang akan datang kemoedian, adalah diharap dan akan diterimanja dengan kegirangan. Diantara toean-toean ada jang akan memberi derma, haraplah dikirim ke R. Sastraatmadja Secretaris School Commissie M.I. di Bandoeng.” (Kaoem Moeda 21 April 1915).