Sarekat Islam Bandung Menyoroti Urusan Kring dan Minuman Keras
Maraknya peredaran minuman keras di kalangan anak muda kian mengkhawatirkan. Pencegahan di tingkat desa dilakukan pengurus SI Bandung dengan membuat brosur.
Hafidz Azhar
Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung
26 Juni 2021
BandungBergerak.id - Pada tanggal 18 April 1915, Sarekat Islam Bandung di bawah kepemimpinan A. H. Wignyadisastra mengadakan rapat di kantor redaksi Kaoem Moeda, berdekatan dengan Masjid Agung Bandung. Pertemuan ini digelar setelah rengrengan SI Bandung berhasil meresmikan Madrassatoel Ibtidayah beberapa hari sebelumnya. Dalam rapat itu Abdoel Moeis yang menjabat wakil ketua turut mendampingi Wignyadisastra, bersama dengan H. Abdul Gani sebagai sekretaris dan R. Soeriaatmadja sebagai bendahara. Tidak ketinggalan pengurus komisaris seperti K. M. Joenoes, R. H. Bahar, dan Penasehat 2, R. H. M. Soeeb, ikut menghadiri vergadering itu (Kaoem Moeda, 21 April 1915).
Berbeda dengan rapat-rapat sebelumnya, pertemuan ini dihadiri oleh sebagian besar perwakilan ranting (kring) yang berada dalam naungan Sarekat Islam Bandung. Hadir antara lain: R. Sasmitapradja sebagai Presiden Sarekat Islam Andir, R. Danoebirowo sebagai Presiden SI Kebon Kawung, M. Ardiwinata sebagai Presiden SI Suniaraja, M. Kasanmoerawi sebagai Presiden SI Kompa, M. Hamid sebagai Presiden SI Cipaganti, M. Adiredja sebagai Presiden SI Kajaksaan, M. Djojosoewarno sebagai Presiden SI Cibadak, dan R. Wirasasmita sebagai Presiden SI Pasar. Sedangkan pengurus yang tidak dapat mengikuti pertemuan tersebut yaitu Haji Hasan Mustapa selaku Penasehat SI Bandung, M. Hamim sebagai Presiden SI Lengkong, M. Soekarma sebagai Presiden SI Bojongloa, M. Sadaman sebagai Presiden SI Kaum, M. Nitiredja sebagai Presiden SI Kosambi, dan M. Irtadiredja sebagai Komisaris SI Bandung (Kaoem Moeda 21 April 1915).
Pertemuan Kring dan Anggota di Desa
Rapat dimulai pada pukul 9 pagi dengan sambutan dan ucapan terima kasih dari ketua Sarekat Islam Bandung, Wignyadisastra. Karena beberapa perwakilan kring (ranting) tidak dapat mengikuti vergadering, sang ketua memberikan usul kepada pengurus ranting agar digelar Algemeene Vergadering setiap satu minggu sekali. Agenda ini untuk memudahkan pengurus kring yang tidak dapat berkenan hadir di kala bestuur SI Bandung mengadakan rapat internal. Usul tersebut disepakati oleh semua presiden kring yang hadir. Sehingga pengurus besar Sarekat Islam Bandung akan meminta izin kepada pemerintah terkait pertemuan masing-masing pengurus ranting itu.
Forum juga mengajukan supaya beberapa pengurus kring bisa ikut pada kring lain yang telah diusulkan. Mereka mengusulkan agar kring Bojongloa, Cibadak, dan Astanaanyar berada dalam satu kumpulan di bawah pimpinan Presiden SI Astanaanyar, sementara kring Cipaganti, Kebonjukut, dan Kebonkawung satu naungan di bawah pimpinan Presiden SI Kebonjukut. Berikutnya, kring Andir, Citepus, dan Pasar berada di bawah pimpinan Presiden SI Citepus, sementara kring Kajaksan, Cikudapateuh, dan kring Kosambi dapat berada satu kumpulan di bawah pimpinan Presiden SI Cikudapateuh.
Sambil membicarakan persoalan kring, pengurus SI Bandung membagikan blangko bulanan pada tiap-tiap perwakilan. Selain untuk memudahkan laporan masing-masing desa, hal ini bertujuan juga untuk mengetahui siapa saja anggota yang telah pindah, siapa anggota yang telah wafat dan siapa saja anggota yang masih berkontribusi di desanya. Informasi ini sangat penting pengurus SI Bandung belum bisa menjangkau penuh ke berbagai lini di desa-desa.
Kondisi anggota yang berada di desa maupun kecamatan memang jadi salah satu sorotan dalam rapat itu. Bahkan untuk urusan melayati anggota yang sudah wafat, dibahas juga oleh ketua Sarekat Islam Bandung. Dari pembicaraan ini, terjadi tanya-jawab antara Wignyadisastra dengan beberapa perwakilan kring mengenai uang bantuan bagi anggota yang meninggal.
“Voorzitter menanja pada semoea Presiden Kring, betapa keadaan didesa-desa, kalau ada lid jang mati atau kematian. Apakah banjak jang datang melawati itoe kesoesahan. Ini oeroesan didjawab oleh Presiden Kring, ‘berdjalan baik’ dan orang-orang jang datang melawati banjak sederhana sebagai biasa. Hasan Moerawi President Kring Kompa menanjakan, ‘Apakah orang tanggoengan doea orang lid, jang tinggal dalam satoe roemah bila ia meninggal, boleh dapat oeang pertoeloengan itoe kedoeanja lid atau satoe orang sadja jang akan dapat oeang toeloengan?’ Voorzitter berkata: ini oeroesan ada tergantoeng pada semoa lid jang memberi pertoeloengan” (Kaoem Moeda 21 April 1915).
Baca Juga: Sarekat Islam Bandung Mendirikan Madrassatoel Ibtidayah
Abdoel Moeis Menjadi Pemimpin Redaksi Kaoem Moeda
Masalah Anggota Menjadi Bahasan Utama Rapat Pengurus Sarekat Islam Bandung
Masalah Minuman Keras
Selain persoalan kring, presiden Sarekat Islam Bandung juga membahas persoalan penting di luar internal kepengurusan. Masalah ini berkaitan dengan peredaran minuman keras yang banyak ditemui di kalangan anak-anak. Akan tetapi persoalan yang akan melibatkan pihak Sarekat Islam Bandung itu sebetulnya muncul di luar kesadaran anggotanya. Lebih tepatnya, datang dari kekhawatiran Residen Engelenberg.
Kepada ketua Sarekat Islam Bandung, Residen Engelenberg meminta agar seluruh presiden kring dapat menghapuskan praktik minuman keras itu. Setidaknya, ia berharap pengurus SI Bandung terus berupaya menekan peredaran minuman keras tersebut. Permohonan ini memang tidak bertentangan dengan prinsip Sarekat Islam secara umum. Karena terkait dengan aspek sosial dan pendidikan yang juga digarap SI Bandung, masing-masing presiden kring sepakat dan berencana untuk membuat brosur pencegahan minuman keras di desanya sebagai langkah awal.
Sebelum rapat berakhir, muncul pertanyaan dari Raden Wiriasasmita sebagai salah satu perwakilan kring. Pertanyaan yang dilontarkan seputar kewajiban membayar uang bantuan bagi anggota yang sudah renta: jika seorang anggota yang sudah tua tidak bisa memberikan uang bantuan, apakah ia akan mendapatkan juga uang bantuan itu ketika sudah meninggal? Pertanyaan ini kemudian dijawab langsung oleh ketua SI Bandung, bahwa anggota yang sudah meninggal berhak mendapatkan bantuan. Baik berupa tenaga maupun bantuan materi selaiknya.
“Raden Wiriasasmita menanya: Apakah lid jang djompo dan soedah tida mampoe membajar oeang pertoeloengan djoega bisa dapat oeang pertoeloengan kalau ia meninggal. Voorzitter mendjawab: Wadjib ditoeloeng dengan oeang derma ataupoen dengan tenaga, itoelah menoeroet bagaimana masing-masing poenja ketijntaan kepada itoe orang, dan kadar koeatnja menoeloeng” (Kaoem Moeda 21 April 1915).
Sebagai ketua Sarekat Islam Bandung, Wignyadisastra mengingatkan kepada seluruh presiden kring untuk bekerja dengan serius terhadap para anggotanya. Ia juga menginginkan agar seluruh pengurus dan anggotanya terus berusaha memajukan organisasi. Akhirnya, pertemuan pun ditutup pada pukul 10.30 seusai ucapan pamungkas diberikan ketua Sarekat Islam Bandung.