Masalah Anggota Menjadi Bahasan Utama Rapat Pengurus Sarekat Islam Bandung
Muncul usulan agar pengurus Sarekat Islam Bandung membagikan karcis baru bagi anggota aktif untuk mengetahui identitas mereka, selain cara memperoleh uang derma.
Hafidz Azhar
Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung
5 Juni 2021
BandungBergerak.id - Minggu, 10 Mei 1914, diadakan rapat khusus untuk para pengurus Sarekat Islam Bandung. Pertemuan yang digelar di kediaman H. Abdulgani itu bukan hanya dihadiri oleh pengurus resmi, namun juga oleh pengurus sebelumnya seperti A. H. Wignyadisastra dan M. H. Safei. Kaoem Moeda edisi 11 Mei 1914 mencatat bahwa acara yang dibuka pada pukul 9 pagi tersebut disaksikan pula oleh Camat Kota Kulon dari pihak pemerintahan. Sedangkan dari pengurus sendiri hadir di antaranya Haji Hasan Mustapa sebagai penasihat, R. Haji Muhammad Sueb selaku presiden Sarekat Islam Bandung, R. Tjakraamidjaja sebagai wakil presiden, H. Abdulgani sebagai sekretaris 1, serta para komisaris yakni, R. H. Bahar, K. M. Joenoes, dan M. Seokirman.
Salah satu tujuan digelarnya Bestuurs vergadering SI Bandung ialah membahas perkembangan organisasi, terutama mengenai minimnya anggota yang aktif dan hal-hal yang menyangkut kesulitan anggota. Kondisi ini memang diperkuat dengan jumlah kehadiran yang tidak semuanya mengikuti agenda khusus pengurus itu. Abdulgani menilai bahwa kekurangan anggota tentu menyebabkan perkembangan SI menjadi mandek, sebagaimana terlihat dari adanya jabatan yang mengalami kekosongan.
Untuk mengisi kekosongan tersebut, maka digelarlah pemilihan kandidat. Dua nama muncul untuk kandidat bendahara. Pertama, K. M. Abdoelhamid, dari kalangan saudagar, kedua, R. Prawiraatmadja, seorang pertikelir. Bukan hanya itu. Forum juga menetapkan satu bidang yang dianggap akan berkontribusi besar dalam organisasi, dengan membentuk Komisi Bantuan. Adapun yang mengisi komisi itu ialah A. H. Wignyadisastra dan beberapa orang lainnya yang nantinya bertugas sebagai bala bantuan yang diperlukan oleh bidang lainnya.
Sumbangan Dana
Meskipun tidak diwajibkan, beberapa orang dalam rapat itu bersuka rela memberikan uangnya untuk menambah kekuatan organisasi. Uang yang berhasil diterima pengurus sebesar f 900. Masing-masing diperoleh dari A. H. Wignyadisastra, H. Abdulgani, R. H. Bahar, K. M. Joenoes, M. Soekirman, R. Wirasasmita, Hasan Moerawi, Mad Kahar, M. Ardiwinata, dan Noer.
Lantas Wignyadisastra mengumumkan apabila uang itu hanya diperoleh sedikit, ke depannya ia akan berupaya untuk menanggung semua kekurangannya. Hal ini dikarenakan pemberlakuan uang kontribusi belum mendapat perijinan dari pihak pemerintah. Maka cara sementara untuk memperoleh uang yaitu dengan mengharapkan pemberian dari para dermawan.
Rapat Sarekat Islam Bandung ini juga menetapkan pemilihan untuk jabatan sekretaris 2. Kemudian diangkatlah R. Soemaatdja dari Ciguriang yang nantinya bukan hanya bertugas mengumpulkan uang, tetapi menerima gaji yang telah disepakati oleh forum.
“Jang diangkat djadi 2e Secretaries, ja-itoe R. Soemaatmadja dari Tjigoeriang. Adapoen gadjihnja boeat lebih doeloe f 10 seboelan, djikalau uang derma bertambah, gadjih itoepoen dinaikkan. R. Soemaatmadja menerima pilihan itoe sambil merangkan, bahwa boekan sadja mengingat bajaran itoe, tetapi djoega jang teroetama mengingat kegoenaan oemoem, maka ia soeka menjerahkan tenaganja kepada perhimpoenan!” (Kaoem Moeda 11 Mei 1914).
Sebagai pengurus yang pernah bertengger di jajaran ex-officio, Wignyadisastra tentu paham kondisi dan kendala angota di tubuh SI Bandung. Hal ini ia buktikan dengan memberikan berbagai ide atau solusi selain sumbangan uang yang nantinya digunakan untuk keperluan pergerakan.
Menurut Wignadisastra, jajaran pengurus perlu mengetahui setiap anggota yang masih mau berkontribusi dalam organisasi. Anggota yang berkeinginan kuat dalam SI Bandung kemudian akan diberikan selembar karcis yang telah diperbarui dari karcis sebelumnya. Karcis tersebut berfungsi untuk memperoleh uang derma, di samping mengetahui nama, pekerjaan dan tempat tinggal anggota.
“Toean W. memberi voorstel lagi, patoetlah kartjis lama diganti (dibaharoei). Perloenja oentoek mengetahoei siapa lid jang masih soeka akan perhimpoenan, siapa poela jang soedah tida soeka, atau berhenti. Lid-lid jang masih soeka akan perhimpoenan, tentoelah datang minta kartjis baroe itoe, sebaliknja jang tida soeka tentoe tiada maoe datang, kendati begitoe, djanganlah dipaksa, sehingga achirnja perhimpoenan bekerdja dengan lid-lid jang soeka sadja akan perhimpoenan, lid-lid mana boleh diharap akan menimboelkan goena sebab mereka itoe mengerti akan toedjoeannja S.I.” (Kaoem Moeda 11 Mei 1914).
Baca Juga: Harapan Sarekat Islam Bandung terhadap Sosok Mas Kandoeroean Partadiredja
Sarekat Islam Bandung, Madjoe Kamoeljan, dan Upaya Pemberantasan Prostitusi
Haji Hasan Mustapa Menjadi Penasihat Sarekat Islam Bandung
Silang Pendapat
Setelah persoalan legalitas mendapatkan pencerahan, perhatian selanjutnya diarahkan pada permasalahan anggota yang sedang mengalami kesulitan. Wignyadisastra kemudian mengusulkan urusan ini untuk dimasukkan sebagai pasal, agar diatur secara jelas serta dapat ditanggung bersama oleh semua pengurus.
Atas usulan Wignyadisastra ini, muncul ketidaksetujuan di antara beberapa orang lantaran dapat mengakibatkan sebagian anggota keberatan. Akhirnya saling silang pendapat pun terjadi. Mula-mula, dua orang pimpinan menyatakan keberatannya. Mereka adalah Presiden Suniaraja dan Presiden Kampungjukut.
Lalu pengurus membuat keputusan, jika kampung yang anggotanya sedikit akan digabung dengan kampung yang lain. Wignyadisastra juga angkat bicara bahwa baginya keputusan itu pernah dilakukan sebelumnya dan hasilnya tidak memuaskan. Berbagai usulan pun diajukan oleh tiap-tiap orang. Sehingga diputuskanlah supaya pengurus besar Sarekat Islam Bandung mengadakan vergadering di tiap-tiap kampung.
“Achirnja dikeolarkan soeatoe voorstel, soepaja bestuur mengadakan vergadering pada tiap kampoeng, goena memoedahkan memberikan keterangan kepada lid-lid, sebab djikalau dalam algemeene vergadering selain atjap kali banjak jang tiada datang, djoega mereka koerang leloeasa menjatakan fikiran dan kehendaknja…boleh djadi sebab terlaloe banjak orang, sehingga mereka itoe merasa kikoek” (Kaoem Moeda 12 Mei 1914).
Semua hal yang dibicarakan dalam rapat ini tentu menjadi poin penting bagi rengrengan pengurus SI Bandung. Pada vergadering yang digelar sebelumnya, perhatian pengurus mengacu pada aspek eksternal seperti perdagangan dan bidang pendidikan. Namun, karena anggota menjadi kendala di tubuh SI, persoalan ini tentu sangat penting ketimbang membahas isu lain yang memang harus dikerjakan bersama-sama.
Akhirnya, setelah mempertimbangkan akan diselenggarakan kembali vergadering selanjutnya, rapat ditutup pada pukul 12 siang. Para tamu undangan meninggalkan pertemuan.