• Kolom
  • Haji Hasan Mustapa Menjadi Penasihat Sarekat Islam Bandung

Haji Hasan Mustapa Menjadi Penasihat Sarekat Islam Bandung

Hadirnya Hasan Mustapa sebagai Penghulu Besar sekaligus penasihat Sarekat Islam Bandung telah mendorong pula keyakinan para anggota agar selalu optimistis.

Hafidz Azhar

Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung

Pindah dari Aceh, Haji Hasan Mustapa menjabat Hoofd Penghulu Bandung sejak tahun 1895, lalu diangkat sebagai penasihat Sarekat Islam Bandung di masa kepemimpinan Suwardi Suryaningrat. (Sumber foto: buku Haji Hasan Mustapa jeung Karya-karyana)

15 Mei 2021


BandungBergerak.id - Kedekatan Haji Hasan Mustapa dengan Snouk Hurgronje membawa sang pujangga Sunda itu bertugas sebagai Hoofd Penghulu sejak akhir abad ke-19. Mula-mula Haji Hasan Mustapa bekerja sebagai Hoofd Penghulu di Kuta Raja, Aceh tahun 1893. Namun pada tahun 1895 Hasan Mustapa pindah ke Bandung untuk menduduki jabatan yang sebelumnya dpegang oleh Muhammad Nasir (Sejarah Jawa Barat).

Kepindahan Hasan Mustapa ke Bandung bukanlah tanpa sebab. Nina Herlina Lubis menyebut Hasan Mustapa merasa tidak cocok dengan kalangan pejabat Belanda yang berada di Aceh (Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942). Akhirnya, setelah dua tahun tinggal di kawasan Serambi Mekah, ia kemudian bertugas di Kota Kembang dan berkantor di dekat Alun-Alun dengan gaji bulanan sebesar f 75, lebih kecil dibandingkan ketika menjabat Penghulu Besar di Aceh, yaitu f 100 (Haji Hasan Mustapa jeung Karya-karyana).

Sementara itu, sejak Sarekat Islam Bandung berdiri tahun 1912, para pejabat pemerintahan setempat tidak luput dari undangan pertemuan yang digelar oleh Suwardi Suryaningrat dan pengurus lainnya. Salah satunya, undangan pernghormatan kepada Penghulu Besar Bandung. Nama Haji Hasan Mustapa tentu tidak lebih banyak disebut dalam berbagai aktivitas resmi SI Bandung dibandingkan penyebutan Hoofd Penghulu Bandung. Meski demikian, sebagai Penghulu Besar di Bandung, sang pujangga Sunda itu tidak dapat dipisahkan.

Pada vergadering Sarekat Islam Bandung yang dilaksanakan 9 Februari 1913, misalnya, para pejabat setempat dan rengrengan pengurus besar Sarekat Islam turut serta dalam acara penting tersebut. Nama-nama seperti Jaksa Djajasoebrata maupun Hasan Ali Soerati ikut hadir dalam rapat besar yang digelar semasa Suwardi Suryaningrat masih menjabat ketua itu. Tanpa terkecuali, Haji Hasan Mustapa sebagai Hoofd Penghulu Bandung.

Setelah penyampaian sambutan dan pembacaan keputusan untuk pengurus sementara Sarekat Islam afdeeling Bandung, disebutlah nama Penghulu Besar sebagai penasihat urusan agama. Artinya, pada tahun 1913, di masa jabatan awal Suwardi Suryaningrat dalam SI Bandung, Haji Hasan Mustapa didaulat menjadi adviseur (penasihat) meski tidak disebutkan namanya secara langsung. Hal ini mengacu pada keputusan forum vergadering, yang juga dilaporkan dalam De Expres 11 Februari 1913, bahwa Hoofd Penghoeloe Bandung resmi tercatat sebagai Adviseur voor Gods Zaken.

Pada algemeene vergadering SI afdeeling Bandung berikutnya, Hoofd Penghulu Bandung diangkat kembali sebagai penasihat resmi. Rapat akbar yang diselenggarakan pada 1 Maret 1914 itu memutuskan Hasan Mustapa sebagai adviseur. Mula-mula, satu orang menyarankan Hoofd Penghulu Bandung sebagai adviseur. Kemudian, seluruh anggota sepakat untuk memilihnya disertai sorak sorai kegembiraan yang ditunjukkan para hadirin yang mengikuti acara itu.

“Kemoedian laloe diseroekan kepada semoa lid, berapa kalau p.t. Hoofdpnghoeloe Bandoeng diangkat djadi ‘advieur’? Maka dengan rioeh dan gembira semoea lid lid moefakat. Setelah itoe laloe p.t. Hoofdpanghoeloe Bandoeng ditetapkan mendjadi ‘Adviseur’.” (Kaoem Moeda 4 Maret 1914).

Baca Juga: Pidato Suwardi Suryaningrat dalam Vergadering Sarekat Islam Bandung
Algemeene Vergadering Sarekat Islam Majalaya
Masalah di Balik Algemeene Vergadering Sarekat Islam Bandung

Optimistis

Hadirnya Hasan Mustapa sebagai Penghulu Besar sekaligus penasihat Sarekat Islam Bandung telah mendorong pula keyakinan para anggota agar selalu optimistis dalam menjalankan laju pergerakan organisasi. Hal ini bisa dijumpai pada pernyataan A. H. Wignyadisastra setelah dirinya dan juga anggota SI Bandung yang lain kehilangan Suwardi pascadiasingkan ke negeri Belanda. Pernyataan tersebut ditulis dalam Kaoem Moeda edisi 15 April 1914, bersamaan dengan permintaannya kepada seluruh anggota SI Bandung, supaya M. Kandoeroean Partadiredja berkenan menjadi Presiden Sarekat Islam Bandung.

“Berilah kiranja maaf kepada kami, boeat menjebut nama-nama orang jang di bawah ini. Kaoem S.I. tjobalah saudara-saudara minta ridlanja M. Kandoeroean Kartadiredja, boeat djadi President. Kami rasa tidalah ketjiwanja, djikalau beliau djadi President, dikemoedi oleh kita poenja adviseur, ja itoe padoeka Hoofd Panghoeloe. Dan kami orang boleh bermohon, apa kandjeng Regent soeka mendjadi beschermheer, menaoengi kita, seperti di Madioen dan Pemalang!”

Sampai berakhirnya masa jabatan Penghulu Besar tahun 1918, nama Haji Hasan Mustapa hanya disebutkan beberapa kali. Kendati demikian, semasa bergumul dengan Sarekat Islam, banyak kenangan berharga yang didapat oleh Haji Hasan Mustapa. Salah satu rekaman yang berhasil ia tulis, saat Kongres Central Sarekat Islam Pertama yang diselenggarakan di Bandung tahun 1916. Ia menuliskan, bagaimana utusan dari berbagai organisasi Pribumi memenuhi Alun-Alun yang waktu itu menjadi tempat digelarnya Kongres. Di sana, orang-orang dari beragam daerah memenuhi Kota Bandung selama tujuh hari tujuh malam.

Hasan Mustapa juga menyebutkan siapa saja dari kalangan Sarekat Islam yang turut bicara memberikan sambutannya di hadapan ratusan ribu peserta Kongres. Selain D. K. Ardiwinata, Wignyadisastra sebagai Presiden dan Abdul Muis selaku Wakil Presiden SI Bandung waktu itu, turut unjuk bicara dalam agenda paling besar tersebut. Kenangan Haji Hasan Mustapa ini berhasil dihimpun oleh Ajip Rosidi dalam bukunya Haji Hasan Mustapa jeung Karya-Karyana, dengan judul Mertelakeun Kabuktian Sangka, Kira-kira.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//