Harapan Sarekat Islam Bandung terhadap Sosok Mas Kandoeroean Partadiredja
Kandoeroean Partadiredja, sosok humoris yang menjadi seorang guru, penulis, dan juga aktivis, digadang-gadang sebagai pemimpin berikutnya Sarekat Islam Bandung.
Hafidz Azhar
Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung
29 Mei 2021
BandungBergerak.id - “Oenggal djelema koedoe hojong jasa adil teh, margi adil mah matak salamet doenia acherat (Setiap orang harus menginginkan rasa keadilan itu, karena dapat membawa keselamatan dunia dan akhirat).” (Kandoeroean Partadiredja dalam Gedenboek M.O.S.V.I.A 1879-1929)
Pada dekade tahun 20-an nama Kandoeroean Partadiredja bisa dijumpai dalam karya-karya berbahasa Sunda. Ia banyak menulis mengenai dongeng-dongeng Sunda, yang di antaranya mencakup cerita untuk anak-anak. Salah satu bukunya yang berjudul Tjarita Roepa-Roepa (3 jilid), misalnya, berisi kisah-kisah lenyepaneun (renungan). Buku yang diterbitkan tahun 1911 tersebut memuat juga keterangan bahwa penulisnya bertujuan “Ngoembah lampah anoe sapeh (Mengubah tingkah laku yang terlalu baik)” atau “noeloeng anoe teu perloe ditoeloeng (menolong yang tidak perlu ditolong)”, “narik apik sarta rikrik kana redjeki (teliti dan berhemat dalam rezeki)”, “hade tarima ka sasama (berlaku baik dalam menerima sesama)” dan “toehoe ka sepoeh djeung hade pada kawoela (taat kepada orangtua dan juga bertingkah baik terhadap sesama)”
Selain Tjarita Roepa-Roepa (3 jilid), Kandoeroean Partadiredja juga menulis Piloeangeun (1911), Saroeni Saroesoepan: nja eta Roepa-Roepa Dongeng Pepeling (tahun 1911 bersama Wadi Wasta), Wawatjan Tjioeng Wanara (1920), Tri wangsa: Leesboek voor de Leerlingen der 4e en Hoogere Klasse van de Lagere Scholen (jilid 1-2 tahun 1921 bersama Moehamad Rais dan D. K. Ardiwinata), dan lain-lain. Ia juga menerjemahkan karya-karya berbahasa Jawa seperti Serat Lebdatama (bersama Wadi Wasta) dan Serat Woelang-Darma (1914).
Seorang Guru yang Aktivis
Tampil sebagai sebagai sosok yang humoris, Partadiredja juga aktif di beberapa pergerakan massa. Namanya banyak terpampang dalam surat kabar milik Pribumi atau media cetak yang dikelola oleh orang Belanda, sehingga membuatnya cukup dikenal oleh masyarakat luas. Apalagi di bawah sayap Sarekat Islam dan Madjoe Kamoeljan, sosok Mas Kandoeroean Partadiredja semakin hangat diperbincangkan bukan saja karena buah tangan yang ditulisnya tapi juga karena kiprahnya bersama dua organisasi itu.
Pada tahun 1903 Partadiredja mulai mengabdi sebagai guru bahasa Sunda pada Sakola Menak (Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren) di Bandung. Dalam Gedenboek MOSVIA 1879-1929, Partadiredja mengungkapkan prinsipnya sebagai tenaga pendidik, yakni bahwa seorang guru harus mempunyai jiwa yang luas. Menurutnya, “Goeroe koedoe boga angkeuh: ‘Aing keur moerid, lain moerid keur aing’ (Seorang guru harus memiliki keinginan: Saya untuk murid, bukan murid untuk saya)”. Begitupun sikap murid kepada guru, “Aing keur goeroe. Lain goeroe keur aing (Saya untuk guru. Bukan guru untuk saya)”.
Di Sarekat Islam, nama Partadiredja tentu sangat diperhitungkan. Terutama dalam jajaran kepengurusan SI Bandung. Adviezen van den Adviseur voor Indlansche Zaken betreffende de Vereeniging Sarekat Islam mencatatnya sebagai salah satu deretan tokoh yang berada di Sarekat Islam, selain disandarkan dengan nama Tjokroaminto, Suwardi Suryaningrat, dan Raden Goenawan yang masuk dalam daftar buku tersebut. Di situ ia dinilai sebagai seorang propogandis yang cenderung terlibat sangat jauh, di samping profesinya sebagai guru pegawai negeri yang mengabdikan dirinya pada dunia pendidikan.
Kiprah Partadiredja dalam Sarekat Islam Bandung memang tidak semenonjol Wignyadisastra. Namun saat Suwardi Suryaningrat mendapat hukuman diasingkan ke negeri Belanda, calon terkuat dalam memimpin SI Bandung diarahkan pada karakter Partdiredja sebagai orang yang punya banyak pengalaman. Hal ini didasarkan pada pendapat Wignyadisastra, setelah SI Bandung menemui kendala akibat tokoh panutan Suwardi Suryaningrat tidak lagi menjabat menjadi ketua.
Sebuah artikel dalam Kaoem Moeda yang terbit pada tanggal 15 April 1914 yang ditulis oleh A. H. Wignyadisastra berjudul, Sarekat Islam Bandoeng, menggambarkan bagaimana masalah yang dialami para pengurus SI di pertengahan tahun 1913 hingga permulaan tahun 1914. Di situ dijelaskan bahwa tertangkapnya Suwardi Cs. membuat anggota Sarekat Islam banyak yang “berlari” ketakutan. Bahkan ada di antara mereka berhenti menjadi anggota akibat perlakuan keras pemerintah Belanda kepada orang-orang yang terlibat dengan Suwardi. Tidak terkecuali rengrengan Sarekat Islam Bandung kerap mendapat represi.
Baca Juga: Sarekat Islam Bandung, Madjoe Kamoeljan, dan Upaya Pemberantasan Prostitusi
Haji Hasan Mustapa Menjadi Penasihat Sarekat Islam Bandung
Pidato Suwardi Suryaningrat dalam Vergadering Sarekat Islam Bandung
Optimisme
Artikel yang ditulis dengan sangat getir itu bukan saja menampilkan masalah yang tengah dihadapi, namun terdapat pula optimisme untuk membangun kembali lembaran yang baru bagi berlangsungnya perkembangan SI Bandung ke depannya. Apalagi, dukungan dari pemerintah setempat ditunjukkan secara jelas, yang di antaranya muncul dari Regent dan HoofdPenghulu Bandung. Misalnya, dukungan terkait kekhawatiran anggota SI dan juga pandangan warga desa dalam menyoroti tindakan represif Pemerintah Hindia Belanda. Seluruh pengurus SI Bandung dikumpulkan di rumah Regent untuk terus membicarakan persoalan organ tersebut supaya laju pergerakan tidak terhenti sampai di situ.
“Apa sebab mereka itoe tidak semoeanja takoet? Begitoe R.M. Soewardi ditangkap, lantas kandjeng Regent menghimpoenkan lid S.I. dikawedanaan” (Kaoem Moeda 15 April 1914).
Tentu gambaran masalah Sarekat Islam Bandung tersebut berkaitan dengan nama Partadiredja sebagai sosok yang diharapkan. Meskipun persoalan Suwardi dalam artikel Wignyadisasatra tidak banyak menyebut-nyebut nama guru sekolah menak itu. Sebagai wakil ketua sementara pada masa kepimpinan Suwardi, Wignyadisastra punya perkiraan lebih luas dalam mengamati arah Sarekat Islam Bandung selanjutnya.
Saat mencalonkan Partadiredja, pilihan Wignyadisastra itu tidaklah didasari dengan alasan yang hampa. Sebab, keterlibatan Partadiredja dalam Sarekat Islam bisa menguntungkan kedua belah pihak, baik untuk Partadiredja sendiri maupun bagi Sarekat Islam. Hal ini mengacu pada pengalaman Partadiredja sebagai seorang guru di sekolah menak yang bisa dijadikan alasan dirinya untuk menjadi ketua. Begitupun dengan Sarekat Islam yang kemudian berkembang menjadi organisasi massa yang sangat besar, boleh jadi ke depannya akan menguntungkan Partadiredja dalam menyebarkan prinsipnya.
Itulah kenapa pada tulisannya itu Wignyadisastra menyandingkan Partadiredja sebagai calon Presiden Sarekat Islam Bandung dengan Haji Hasan Mustapa sebagai penasihatnya. Karena keduanya sama-sama mempunyai pengaruh yang kuat di masyarakat, khususnya di wilayah Bandung.