• Kolom
  • Sarekat Islam Bandung, Madjoe Kamoeljan, dan Upaya Pemberantasan Prostitusi

Sarekat Islam Bandung, Madjoe Kamoeljan, dan Upaya Pemberantasan Prostitusi

Perkumpulan Madjoe Kamoeljan dibentuk untuk memberantas prostitusi dan perdagangan perempuan yang kian marak. Sarekat Islam Bandung ada di balik kelahirannya.

Hafidz Azhar

Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung

Laporan pertemuan pesar Madjoe Kamoeljan termuat dalam Kaoem Moeda edisi 2 Mei 1914. (Foto repro: Hafidz Azhar)

22 Mei 2021


BandungBergerak.idPada tanggal 30 April 1914 diadakan Algemeene Vergadering Madjoe Kamoeljan yang bertempat di salah satu ruangan Bioskop Arendsen de Wolf, sekitar Alun-Alun Bandung. Bukan saja dihadiri laki-laki, acara ini diikuti pula oleh kaum perempuan yang kebanyakan berasal dari sekolah Kautamaan Istri. Termasuk okoh perempuan Dewi Sartika yang tidak bisa unjuk bicara karena sakit (Het Vaderland, 30 Mei 1914).

Berdasarkan laporan Kaoem Moeda edisi 2 Mei 1914, vergadering yang dibuka pada pukul 09.30 itu dihadiri kira-kira 400 orang peserta. Di antaranya disaksikan juga oleh kalangan Eropa, Tionghoa, perwakilan pers, aparat pemerintahan, dan para pejabat setempat. Namun, berbeda dengan Kaoem Moeda, surat kabar Het Vaderland mencatat jika yang hadir dalam pertemuan itu terdiri dari kaum Pribumi, bangsa Eropa, Tionghoa, dan Arab, yang semuanya diperkirakan mencapai 600 orang (Het Vaderland 30 Mei 1914).

Rapat akbar yang banyak menarik perhatian tersebut dipimpin oleh Raden Moeso selaku Presiden Madjoe Kamoeljan, Mas Kandoeroean Partadiredja sebagai sekretaris sekaligus pengurus Sarekat Islam, A. J. de Graaf-Kooman sebagai Komisaris, dokter Pribumi, Raden Hamin Har sebagai Komisaris, bidan Pribumi, Djarisah, dan F. M. G. van Walsem sebagai Kepala Biro Pemerintahan Batavia (Het Vaderland, 30 Mei 1914).

Pada pembukaannya, R. Moeso, memberikan salam hormat kepada seluruh tamu undangan. Setelah itu ia menjelaskan maksudnya agar berbagai pihak terkait turut membantu lahirnya perkumpulan Madjoe Kamoeljan dalam menuntaskan persoalan pelacuran. Tujuan dibentuknya perkumpulan itu memanglah untuk menolak dan mencegah aktivitas prostitusi sebagaimana yang disampaikan dalam pidato R. Moeso. Perhimpunan Madjoe Kamoeljan diharapakan dapat mengurangi pelacuran yang tentu diklaim sebagai perusak moral segala bangsa.

“Sambil menerangkan sedjelas-djelasnja betapa maksoednja M.K. jang begitoe moelja haroes mendapat perbantoean dari segala fehak. Teroetama dari fehak anak negeri jang berkemadjoean baik lelaki maoepoen perempoean…bahwa orang orang jang berpikiran haloes, mereka tentoe berasa maloe kalau sadja meingat betapa hinanja sesoeatoe bangsa kalau diantaranja ada banjak jang djahat djahat (berkelakoean djalang). Maka soepaja hal jang begitoe hina dan boesoek itoe, djangan teroes meneroes pada bangsa kita anak negeri, memang berkeras moelai Sarikat Islam di Bandoeng, ketika dalam vergadering kamipoen soedah mengadjak akan lantas ramai ramai meadakan perhimpoenan goena menjegah kelakoeannja perempoean djalang itoe.” (Kaoem Moeda, 2 Mei 1914)

Pada pukul 10 sampai 11, acara diberikan jeda untuk orang-orang yang ingin mendaftar menjadi anggota baru. Sebagai bendahara Madjoe Kamoeljan, C. J. Middelberg-Idenburg lalu melaporkan pemasukan uang, termasuk dua kali pemberian uang dari orang Eropa. Masing-masing uang yang diterimanya berjumlah f 100 dan f 150 (Het Vaderland, 30 Mei 1914).

Semakin maraknya perdagangan perempuan dan prostitusi ketika itu memicu upaya penolakan oleh berbagai kelompok. Salah satu penolakan tersebut muncul dari pengurus Sarekat Islam Bandung. Andil yang diberikan SI Bandung terhadap persoalan tersebut tentu cukup besar. Mula-mula Raden Moeso mendatangi Sarekat Islam untuk membahas masalah prostitusi itu. Sehingga banyak laporan menyebutkan (salah satunya Verheffing van de Indlandsche Vrouw) bahwa perkumpulan Madjoe Kamoeljan merupakan bentuk kerja sama antara Sarekat Islam dengan pihak terkait yang geram melihat lonjakan kasus prostitusi dan perdagangan perempuan.

Baca Juga: Haji Hasan Mustapa Menjadi Penasihat Sarekat Islam Bandung
Pidato Suwardi Suryaningrat dalam Vergadering Sarekat Islam Bandung
Masalah di Balik Algemeene Vergadering Sarekat Islam Bandung

Dari Urusan Moral ke Ancaman Penyakit

Dalam Algemeene Vergadering di Bioskop Arendsen de Wolf itu, selain Presiden Madjoe Kamoeljan dalam Algemeene Vergadering, Kandoeroean Partadiredja juga berbicara di hadapan ratusan peserta. Dengan menggunakan bahasa Sunda yang humoris, pertama-tama Partadiredja berpidato dengan panjang lebar, lantas mengajak para hadirin untuk merayakan kelahiran Putri Juliana. Sorak sorai yang riuh datang dari ratusan tamu yang menyaksikan pertemuan itu. Kandoeroean Partadiredja melanjutkan pidatonya dengan membaca lembaran kertas di tangannya. Orang-orang dibuat tertawa oleh pembawaannya yang lucu.

“Adapoen sesoedahnja itoe lantas toean Kandoeroean Partadiredja berdiri, dan sebeloemnja beliau berpidato pandjang lebar lebih doeloe mengadjak sebab vergadering ini di  boeka bersetoedjoe dengan kelahiran poeteri kita perinses Juliana sebagai boeat toeroet bergirang hati marilah kita orang merajakan harian ini oleh soerak tiga kali pandjanglah oesia kita poenja Juliana dan hamatlah sepamilinja. Hip! Hip! Hoera! Bertoeroet toeroet dan berbareng dengan soeraknja orang banjak jang amat rioeh. Pada achirnja baroelah beliau membatjakan lezingnja dalam basa Soenda…Tapi malah roepanja lezing itoe lantas djoega betoel betoel memakan hatinja orang orang jang mendengar karena njata sebentar diam sebentar keprok ja ada djoega jang ketawa ngakak lantaran orang meliat tingkah lakoe dan boedi bitjaranja djoeragan Parta jang soenggoeh loetjoe.” (Kaoem Moeda, 2 Mei 1914)

Sementara itu, A. J. de Graf membacakan pidatonya dengan bahasa Belanda sambil berdiri. Raden Moeso kemudian menerjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Dalam pidatonya itu de Graf menyampaikan rasa kasihan melihat para perempuan yang menjual tubuhnya. Menurutnya, dengan bersikap seperti itu hal ini jelas-jelas melanggar adat kebiasaan yang menjunjung tinggi kesopanan. De Graf juga merasa senang dengan lahirnya Madjoe Kamoeljan dengan harapan dapat memperhatikan dan memperbaiki nasib segala bangsa (Kaoem Moeda, 2 Mei 1914).

Pidato juga disampaikan dari kalangan dokter. Kali ini R. Hamin Zan berdiri untuk unjuk bicara. Ia menjelaskan bahwa prostitusi bisa menyebabkan seseorang ke dalam tiga penyakit. Pertama, menimbulkan kebutaan. Kedua, mengalami kegilaan. Dan ketiga, menyebabkan kecacatan.

Setelah R. Hamin menyampaikan sedikit pidatonya, giliran Djarisah memberikan nasehat dan mengajak semua perempuan agar terus berusaha untuk menolak kekuatan pikiran laki-laki. Selanjutnya van Wilsem berdiri untuk memberi salam dan membacakan pidatonya menggunakan bahasa Belanda. Ia menolak segala bentuk perdagangan manusia dan menekankan kemerdekaan bagi kaum perempuan. Menurutnya, jika Madjoe Kamoeljan disukai anak-anak kalangan Pribumi, pihaknya akan selalu siap jika diminta bantuan baik dalam bentuk teori maupun praktiknya.

Akhirnya, giliran Raden Soeriawinata yang mengatasnamakan istrinya, Dewi Sartika, berdiri di hadapan para hadirin. Ia menyampaikan pidatonya terutama yang berkaitan dengan Kautaman Istri dan Madjoe Kamoeljan. Baginya, Kautaman Istri wajib bersikap ramah dan saling membantu jika memang dibutuhkan oleh Madjoe Kamoeljan sebagai perkumpulan yang menolak dan memberantas pelacuran serta perdagangan manusia. (Kaoem Moeda 2 Mei 1914)

Setelah pertemuan besar ini ditutup oleh Raden Moeso pada pukul 12 siang, semua tamu undangan membubarkan diri. Sedangkan sebagian anggota berfoto bersama seraya berseru, “Hidup Madjoe Kamoeljan!”.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//