Menghindari Euforia Kemerdekaan, Mengentaskan Kemiskinan
Antusiasme warga dalam menyambut hari kemerdekaan mestinya dibarengi dengan antusiasme negara dalam menjalankan program penuntasan kemuskinan.
Penulis Iman Herdiana18 Agustus 2022
BandungBergerak.id - Merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda dan Jepang tidak mudah. Begitu juga dengan mengisi kemerdekaan kini, setelah 77 tahun Indonesia merdeka, tidaklah ringan. Salah satu soal yang sampai sekarang belum tuntas adalah pengentasan kemiskinan yang melonjak karena pandemi Covid-19.
Kemiskinan melanda di mana-mana. Di Bandung, kenaikan tren angka kemiskinan terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung. Tercatat, jumlah penduduk miskin Kota Bandung mengalami penurunan sejak tahun 2013. Dari 117.700 orang pada tahun tersebut, jumlahnya menurun menjadi 85.670 orang pada tahun 2019.
Pagebluk melanda tahun 2020, jumlah penduduk miskin Kota Bandung pun meningkat menjadi 100.020 jiwa. Angka ini diperkirakan bisa meningkat mengingat pagebluk masih terus berlangsung sampai sekarang.
Dengan kata lain, mengentaskan kemiskinan menjadi agenda penting bagi negara dalam mengisi kemerdekaan. Antusiasme warga dalam menyambut hari kemerdekaan mestinya dibarengi dengan antusiasme negara dalam menjalankan program penuntasan kemuskinan.
Warga paham, bahwa merebut kemerdekaan sulit. Sehingga mereka turut mematuhi program penghormatan pada negara yang merayakan hari kemerdekaannya. Seperti yang dilakukan warga Bandung yang kebetulan melintas di jalan bertepatan dengan hari kemerdekaan.
Pada hari kemerdekaan Rabu (17/8/2022), warga pengguna jalan mengikuti acara ‘3 Menit untuk Indonesia’ yang digelar di beberapa titik di Kota Bandung bertepatan dengan proklamasi 77 tahun lalu, pukul 10.17-10.20 WIB.
Junaidi, salah seorang warga yang sehari-hari menjadi pengemudi ojek, termasuk yang antusias mengikuti kegiatan menghentingkan cipta. Menurutnya, meraih kemerdekaan tidaklah mudah. Sebagai warga negara yang sudah merdeka, bentuk apresiasi terhadap hari besar ini perlu dilakukan sebagai pengingat bagi bangsa.
“Ya kegiatan ini positif, sembari mengingatkan kemerdekaan yang diperjuangkan para pahlawan tidak mudah,” ucapnya, dikutip dari siaran pers Pemkot Bandung.
Bagaimana Sebaiknya Kemerdekaan Diisi
Peringatan hari kemerdekaan semestinya dapat menjadi titik berangkat ke stasiun visi berikutnya. Pertanyaan universal yang setiap detik perlu didengungkan oleh warga negara adalah apa dan bagaimana sebaiknya kemerdekaan diisi?
Pertanyaan tersebut dilontarkan Guru Besar Fakultas Kedokteran yang juga Rektor ke-11 Unpad, Tri Hanggono Achmad, pada acara “Momentum Peringatan Tahun Baru Hijriah dan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia untuk Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia yang Unggul dan Maslahat Demi Kemajuan Bangsa”, Rabu (17/8/2022).
Tri mengatakan, bahwa peringatan hari kemerdekaan semestinya dapat menjadi titik berangkat ke stasiun visi berikutnya. Nikmat kemerdekaan sejatinya mengajak individu untuk dapat berpikir maslahat atau adanya implikasi positif yang dapat dirasakan oleh banyak orang.
Ia juga mengingatkan pada perguruan tinggi yang seyogianya menjadi lokomotif perubahan, serta pilot dari momentum hijrah dan kemerdekaan. Perguruan Tinggi adalah pencetak SDM berkualitas, yang tidak boleh berhenti menghasilkan manusia yang semakin tinggi level edukasinya, sehingga mampu memberikan level manfaat yang jauh lebih besar.
“Jangan terlarut dalam euforia kemerdekaan saja, turunkan dalam langkah nyata untuk menghasilkan impact, ataupun maslahat yang nyata manfaatnya,” kata Tri.
Negara yang merdeka, kata Tri, adalah kendaraan bagi warga negaranya untuk mengeluarkan kinerja terbaik, berperilaku kontributif terbaik pada lingkungan sosial dan alam di sekitarnya. Melalui kemerdekaan, setiap individu punya kesempatan seluas-luasnya untuk menghasilkan ragam perilaku baik dan bermanfaat sebagai wujud rasa bersyukurnya.
Baca Juga: Pemberdayaan Masyarakat Menjadi Kata Kunci untuk Mengurangi Kemiskinan karena Pandemi
Tenaga Kesehatan dan Guru Honorer Jawa Barat Bergerak
Cerita dari Kantong Penyintas Talasemia di Kawasan Timur Kabupaten Bandung
Kemerdekaan di Dunia Pendidikan
Para pendidik pun perlu mendorong warga belajarnya untuk berpikir lebih luas dan di level yang lebih tinggi (high order thinking). Bukan sekadar mendorong mahasiswa menghafal, memahami dan mempraktikkan. Lebih jauh dari itu memberanikan mereka untuk menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan hal-hal yang baru.
Tri mengatakan, pembelajaran tranformatif (transformative learning) sejatinya adalah proses yang memberanikan peserta didik untuk terus melakukan refleksi perjalanan belajarnya, memaknai langkah demi langkah yang telah ditempuhnya, serta kesediaan untuk memperbaiki kesalahannya.
Dengan demikian, bagi pembelajar transformatif, setiap waktu (detik, menit, hari, bulan) adalah momentum hijrah untuk lebih memerdekakan pola pikirnya serta membumikan maslahat dari proses pendidikan yang ditempuhnya.