• Nusantara
  • Tenaga Kesehatan dan Guru Honorer Jawa Barat Bergerak

Tenaga Kesehatan dan Guru Honorer Jawa Barat Bergerak

Menagih keseriusan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menciptakan kesejahteraan bagi ribuan tenaga honorer kesehatan dan guru.

Sedikitnya 1.500 tenaga kesehatan dari fasyankes Jawa Barat menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, 5 Juli 2022. Para garda terdepan saat pandemi Covid-19 ini menuntut pemerintah untuk mengangkat mereka jadi ASN tanpa persyaratan. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Tim Redaksi18 Agustus 2022


BandungBergerak.id - Pepatah mengatakan, sebelum menjadi pintar, seseorang harus sehat dulu. Sehingga kesehatan tidak bisa dipisahkan dengan pendidikan. Guru, tenaga kesehatan (nakes) maupun pegawai tata usaha di sekolah dan fasilitas layanan kesehatan (fasyankes), merupakan profesi vital dalam pembangunan bangsa.

Namun di Indonesia ada kesenjangan serius di tubuh tenaga kesehatan maupun pendidikan, di mana para tenaga honorer di dua ranah vital tersebut menghadapi masalah kronis di bidang kesejahteraan. Bagaimana mereka mau menyehatkan dan mencerdaskan bangsa jika nasib sendiri dalam ketidakpastian.

Ada kesenjangan kesejahteraan antara tenaga kesehatan dan pendidikan yang honorer dan mereka yang sudah PNS atau ASN. Perbedaannya ibarat bumi dan langit. Bahkan di daerah ada nakes maupun nonnakes honorer yang dihonor berdasarkan patungan dari gaji pegawai yang ASN.

Nasib serupa dialami para guru honorer. Mereka harus menjalankan tugas mulia mencerdaskan bangsa, namun kesejahteraan mereka merana. Hingga kini mereka masih berjuluk pahlawan tanpa tanda jasa, julukan yang terkesan getir.

Salah satu puncak dari kegetiran itu, pada Senin, 25 Juli 2022, para guru honorer yang tergabung dalam Guru Lulus Passing Grade (GLPG) Jawa Barat berbondong-bondong mendatangi Gedung Sate, kantor Gubernur Jawa Barat, untuk memperjuangkan kesejahteraannya.

Menurut GLPG Jawa Barat, tercatat ada 10.397 guru honorer yang berhasil lolos passing grade, namun baru 6.425 guru yang memperoleh penempatan kerja. Ada sekitar 3.972 guru honorer lainnya yang telah lolos passing grade, tapi nasibnya masih terkatung-katung.

Dua pekan kemudian, Jumat, 5 Agustus 2022, ribuan para tenaga honorer dari garda kesehatan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Honorer Fasyankes (FKHF) Jawa Barat, mengepung Gedung Sate, Bandung, juga untuk menuntut kesejahteraan.

Menurut data Pendamping Perawat Honorer dan Swasta (PPHS) DPW PPNI Jawa Barat, jumlah honorer di fasyankes se-Jawa Barat lebih dari 17.000 orang, baik honorer nakes maupun nonnakes. Jumlah tersebut akan semakin membengkak karena belum menghitung jumlah bidan yang tersebar di seluruh pelosok Jawa Barat.

Aksi turun ke jalannya para tenaga honorer dari garda pendidikan dan kesehatan dipicu kebijakan pemerintah sendiri dengan turunnya PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang penghapusan pegawai non-ASN pada November 2023 mendatang. Kebijakan ini memicu gejolak di kalangan honorer Jawa Barat yang jumlahnya puluhan ribu jiwa.

Jika tidak Terlaksana, Kami akan Terus Tagih

Sekarang, para guru honorer yang tergabung dalam Guru Lulus Passing Grade sedang harap-harap cemas. Mereka menantikan realisasi Gugus Tugas Honorer yang dijanjikan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang diharapkan dapat memberikan kepastian bagi nasib mereka.

Ketua GLPG Jawa Barat, Endri Lesmana terus berupaya menindaklanjuti hasil demonstrasi yang dilakukan oleh puluhan guru honorer se-Jawa Barat Juli lalu. Nantinya, melalui koordinasi dengan gugus tugas tersebut sekitar 3.000-an guru di Provinsi Jawa Barat yang lulus passing grade dapat diberikan SK ASN PPPK secara bertahap.

“Saya berharap usul Gugus Tugas Honorer tersebut bisa segera terlaksana untuk memudahkan koordinasi kami dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Instansi lainnya,” kata Endri Lesmana, Ketua GLPG Jawa Barat kepada BandungBergera.id, Selasa, (16/08/2022).

Endri mengatakan pihaknya akan terus menagih janji tersebut. Lantas, ia juga meminta untuk para guru honorer secara bersama mengawal terus agar Surat Keterangan Gugus Tugas Honorer tersebut segera terbit.

“Jika tidak terlaksana, ya kami akan terus tagih. Karena itu sudah janji Pemerintah Provinsi Jawa Barat,” tegas Endri.

Senada dengan Endri. Ketua Forum GLPG PPPK Pusat, Iswadi mengharapkan keseriusan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menyelesaikan nasib guru honorer yang terkatung-katung ini. Keseriusan ini dapat dilihat dari seberapa cepat gugus tersebut dapat terealisasikan.

“Kita masih menunggu mengenai gugus yang akan membantu penyelesaian masalah guru honorer di Provinsi Jawa Barat. Kita masih menunggu dari Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat,” kata Iswan, kepada BandungBergerak.id.

Kendati demikian, Iswan tidak mematok waktu berapa lama gugus tersebut harus sudah terealisasi. Pihaknya hanya berharap gugus tersebut segera terbentuk.

“Tidak ada [tenggat waktu khusus]. Kita Forum GLPG PPPK Pusat dan Koordinator Wilayah Jawa Barat mengharapkan keseriusan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk segera membentuk gugus tersebut,” kata Iswan.

Persoalan Kuota

Endri mengatakan, pihaknya sudah melakukan audiensi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada 10 Agustus lalu ihwal nasib guru honorer di Jawa Barat. Menurut Kemendikbudristek, setiap Pemerintah Provinsi sudah tidak dapat melakukan penambahan atau pengurangan kuota guru. Hal tersebut dikarenakan jumlah kuota sudah ditetapkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).

Dengan demikian, kata Endri, segera direalisasikan Gugus Tuga Honorer menjadi sangat penting.  Dengan adanya gugus tersebut, maka pihaknya dapat mengetahui berapa jumlah kuota guru bagi setiap provinsi. Sebab hingga kini pihaknya belum mendapatkan kepastian untuk mengetahui jumlah pasti kuota untuk guru di Jawa Barat yang diusulkan.

Hal ini rentan jadi masalah. Menurut Ketua Ketua Forum GLPG PPPK Pusat, Iswadi, terdapat ketimpangan kuota di antara masing-masing bidang guru. Khususnya, kata Iswadi, guru bahasa Inggris dan Prakarya dan Wirausaha (PKWU) yang paling banyak tidak mendapatkan kuota.

“Jadi adanya gugus tersebut diharapkan membantu pemerataan kebutuhan guru di Provinsi Jawa Barat sesuai dengan fakta di lapangan,” kata Iswadi.

Nakes Tidak Sejahtera, Pelayanan Kesehatan Lumpuh

Permintaan Forum Komunikasi Honorer Fasyankes dalam aksinya di Gedung Sate bukan tanpa sebab. Selain persoalan status kerja, waktu kerja yang panjang, dan upah, jumlah honorer nakes dan nonnakes juga lebih banyak daripada ASN. Perkiraan rata-rata presentase jumlah honorer di fasyankes, misalnya di puskesmas, sebanyak 50 persen.

Biben Fikriana, Sekretaris PPHS DPW PPNI Jawa Barat, bahkan mengatakan, ada daerah dengan presentase jumlah honorernya lebih banyak 60 persen dari ASN. Makanya jika nakes dan nonnakes honorer memutuskan mogok besar-besaran, pelayanan kesehatan bisa lumpuh total karena jumlah honorer yang lebih banyak daripada ASN.

“Nah ini bisa terjadi bila nanti November 2023 para honorer dirumahkan, maka yang saya takutkan adalah pelayanan kesehatan di fasyankes yang ada di Jabar bahkan di seluruh Indonesia ini bisa lumpuh,” ungkap Biben saat dihubungi BandungBergerak.id, Rabu (17/8/2022).

Pelayan kesehatan selama ini yang cukup menguras energi seperti vaksinasi, imunisasi banyak dilakukan oleh honorer. Profesi nakes ini sangat dibutuhkan, namun di sisi lain tidak ada pengakuan bahkan tidak ada remoderasi yang manusiawi.

“Ada beberapa kasus di beberapa daerah, itu perawat, bidan, honorer maupun yang sukarelawan yang hanya mendapatkan [honor] 100 ribu Rupiah per bulan. Apakah itu manusiawi, cukup apa,” tegas Biben.

Sehingga menurutnya memang harus ada gebrakan dan perhatian dari pemerintah. Sebab profesi nakes dibutuhkan oleh masyarakat dan pemerintah. Profesi nakes maupun nonnakes honorer harus dihargai dan diberikan penghidupan yang layak dan manusiawi.

Janji DPRD Jawa Barat

Aksi yang dilakukan ribuan guru honorer maupun nakes dan nonnakes honorer di Gedung Sate sejak awal diniatkan untuk bertemu Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Tapi pada hari H, sang gubernur selalu dalam agenda lain dan tidak bisa menemui mereka.

FKHF Jawa Barat kemudian bisa beraudiensi dengan Komisi V DPRD Jawa Barat, Senin (8/8/2022) lalu. Komisi V menjanjikan akan segera membantu dan menyampaikan asprasi FKHF fasyankes Jabar kepada pemerintah Jawa Barat serta ke tingkat lanjut, yaitu DPR RI. DPRD Jawa Barat juga berencana membuat suatu kebijakan atau Perda terkait persoalan nakes.

“Saya harap juga tidak terkait ketenagakerjaan nakes saja. Tapi juga ketenagakerjaan non-nakes yang bekerja di fasyankes, baik itu pemerintah maupun swasta,” ungkap Biben.

Keinginan bertemu dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil akhirnya terealisai pada pada 9 Agustus lalu. Di hadapan Ridwan Kamil, perwakilan FKHF menyampaikan keluhan, aspirasi, dan keinginan, salah satunya mengenai tuntutan agar honorer nakes dan nonnakes tidak dirumahkan pada November 2023 mendatang, seperti diatur PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang penghapusan pegawai non-ASN.

“Jadi walaupun PP itu ada, FKHF berharap bahwa pak Gubernur bisa membuat suatu keputusan atau kebijakan untuk tidak merumahkan atau memberikan solusi terkait nakes pada November 2023,” lanjutnya.

Ada cara agar tenaga honorer terhindar dari PHK. Misalnya, pemerintah bisa saja membiayai honor dengan biaya dari pemerintah provinsi atau daerah. Tanggapan Ridwan Kamil menurut Biben, bahwa keputusan yang dkeluarkan harus sesuai dengan kebijakan mana yang bisa diberlakukan. Jika permasalahannya di kebijakan pusat, maka Gubernur akan merekomendasikan dan membantu menyampaikan keluh-kesah honorer fasyankes pada pemerintah pusat dan memberikan masukan kepada DPR RI.

“Jika pun masalahnya bisa diselesaikan di pemerintah provinsi, maka pak Gubernur akan membuat suatu kebijakan yang disesuaikan dengan kapasitas pemerintah daerah Jabar. Jadi disesuaikan nanti kebijakannya, yang rasional,” tambah Biben.

Jika masalahnya berada di tingkat daerah, maka Gubernur mengaku akan membahasnya dengan bupati/walikota untuk menemukan solusi terkait masalah di kab/kota dengan mempertimbangkan kemampuan pemerintah daerahnya.

Selain itu, untuk membantu menemukan solusi terhadap permasalahan ini, Gubernur meminta kepada jajarannya, Sekda dan Asda untuk membuat tim Gugus Tugas. Tim ini nantinya akan berisi unsur pemerintahan dan unsur perwakilan dari FKHF. Biben mengaku sejauh ini terus memantau dan melakukan komunikasi dengan Asda 2 terkait pembentukan Gugus Tugas ini. Sebab nantinya Gugus Tugas ini akan di SK-kan oleh Gubernur.

Tim Gugus Tugas ini dibentuk bukan hanya untuk membantu dan menemukan solusi terkait permasalahan honorer nakes dan nonnakes, namun juga bagi honorer guru. Ia berharap Gugus Tugas ini nantinya bisa memperjuangkan dan merealisasikan segala tuntutan dan hak yang seharusnya didapatkan oleh teman-teman honorer yang bekerja di Fasyankes Jawa Barat.

“Harapannya supaya teman-teman honorer fasyankes di Jabar ini bisa diangkat menjadi ASN, baik PNS maupun PPPK. Mudah-mudahan ini bisa terwujud, apalagi ada afirmasi yang membuat honorer yang memiliki pengalaman cukup lama di dunia kerja yang sesuai dengan latar belakang pendidikan bisa diangkat jadi ASN tanpa tes,” pungkasnya.

Baca Juga: Di Masa Pandemi Dipuji-puji, Kini Honorer Nakes dan Nonnakes se-Jawa Barat Merasa Dizalimi Birokrasi
Guru Honorer Menuntut Kejelasan Nasib ke Gedung Sate dengan Satir Citayam Fashion Week
Derita Tenaga Honorer Pemkot Bandung, Kerja Berat seperti ASN, Diupah Murah, Terancam Dihapus

Puluhan guru honorer yang telah lulus passing grade PPPK dari berbagai daerah di Jabar, menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Gubernur Jawa Barat, Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (25/7/2022). (Foto: Emi La Palau/BandungBergerak.id)
Puluhan guru honorer yang telah lulus passing grade PPPK dari berbagai daerah di Jabar, menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Gubernur Jawa Barat, Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (25/7/2022). (Foto: Emi La Palau/BandungBergerak.id)

Persoalan Laten Sistem Kesehatan

Aksi yang dilakukan para nakes dan nonnakes dengan turun ke jalan dinilai seagai  tindakan yang benar dan langkah yang baik untuk mengkritisi sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, khususnya di Jawa Barat. Menurut Wisnu Prima dari organisasi pengacara publik, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, saat ini para tenaga kesehatan masih berada pada tiga persoalan laten, yaitu ketidakpastian kerja, upah layak, dan jam kerja yang panjang. Menurutnya hal ini sudah dihadapi menahun oleh para nakes dan nonnakes di fasyankes.

“Kemarin puncaknya kita bisa lhiat ya ketika krisis Covid, makin keliatan itu bobroknya, sistem pelayanan kesehatan itu buruk. Nakes-nakesnya overwork dan underpaid. Sementara itu anggaran belanja kesehatan Indonesia itu paling cuma berapa persen, jauh lebih kecil dibandingkan untuk belanja militer misalnya," ungkap Wisnu Prima, ketika dihubungi BandungBergerak.id.

Menurut UU Nomor 9 Tahun 2009, alokasi anggaran kesehatan hanya sebesar 5 persen dari anggaran belanja negara. Di tahun 2020, ketika Pandemi merebak dan cukup tinggi, alokasi anggaran kesehatan naik 87 persen menjadi 212,5 triliun. Sedanggkan di tahun 2021 turun 20,1 persen menjadi 169,7 triliun. Anggaran APBN tahun 2022 pun naik menjadi 255,3 triliun [Kemenkeu, diakses 18 Agustus 2022].

Menurut Wisnu, salah satu langkah untuk memperbaiki sistem pelayanan kesehatan adalah dimulai dengan memberikan kepastian kerja bagi nakes, seperti memberikan status kerja yang jelas, memiliki jaminan kerja, upah yang layak, dan jam kerja yang sehat. Wisnu menekankan, keseriusan dalam komitmen pemerintah pusat maupun daerah untuk memperbaiki sistem pelayanan sistem kerja bisa dilihat dari pemberian kepastian kerja untuk nakes ini.

"Kalau misalnya punya komitmen untuk memperbaiki sistem kesehatan, ya diawali saja dulu dengan memberikan kepastian kerja terhadap tenaga kesehatan yang masih honorer menjadi ASN," ungkap Wisnu.

Gugus Tugas Honorer

Untuk sementara, Gugus Tugas Honorer bisa menjadi solusi di tengah keresahan yang dihadapi para tenaga honorer Jawa Barat. Rencana pembentukan gugus tugas honorer muncul saat audiensi antara perwakilan nakes, nonnakes, dan guru honorer dengan Gubernur Ridwan Kamil.

"Semua aspirasi kita dengarkan, dan solusi Jawa Barat adalah akan membentuk gugus tugas antara perwakilan mereka (tenaga honorer) dan tim Pemda Provinsi Jabar untuk secara transparan mencari solusi," ujar Ridwan Kamil, dalam siaran pers terkait pertemuan dengan honorer tenaga kesehatan dan guru di Gedung Sate, Selasa (9/8/2022).

Dengan membentuk gugus tugas, tenaga honorer bisa rutin bertemu dengan Pemdaprov Jabar merespons segala hal terkait kebijakan tenaga honorer terlebih yang datang dari Pemerintah Pusat.

Terkait kebijakan dari Pemerintah Pusat, Gubernur menjanjikan akan terus mengawal agar tetap berkeadilan. Namun jika kebijakannya dari kabupaten/kota, Pemdaprov Jabar bisa dengan mudah membuat surat edaran.

Gubernur juga menyatakan, pertemuannya dengan para nakes dan guru honorer merupakan bagian komitmen Pemdaprov Jabar memperjuangkan kesejahteraan tenaga honorer.

"Sehingga mereka paham bahwa Gubernur memperjuangkan aspirasi, tapi akan realistis. Kalau belum, kita akan sampaikan secara jujur, kalau bisa diubah dengan peraturan juga kita upayakan," katanya.

*Laporan ini ditulis reporter BandungBergerak.id, Awla Rajul dan Delpedro Marhaen.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//