Derita Tenaga Honorer Pemkot Bandung, Kerja Berat seperti ASN, Diupah Murah, Terancam Dihapus
Sedikitnya ada 18 ribu pegawai honorer di lingkup Pemerintah Kota Bandung. Mereka terusik kebijakan penghapusan tenaga honorer.
Penulis Emi La Palau10 Juni 2022
BandungBergerak.id - Teguh Cahya (26), salah satu tenaga honorer bagian operator komputer atau teknologi informasi, di Kelurahan Maleber, harap-harap cemas dengan nasibnya ke depan. Ia sudah bekerja menjadi tenaga honorer di kewilayahan Pemerintah Kota Bandung sejak Januari 2018 lalu. Hingga kini hampir 5 tahun ia bekerja.
Sekarang nasib Teguh dan ratusan tenaga honorer lainnya penuh kabut, bahkan gelap. Pangkal pernyebabnya, pemerintah pusat mengumumkan akan menghapus tenaga honorer. Keputusan ini tertuang melalui surat edaran Kemenpan RB bernomor B/185/M.SM.02.03/2022 tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pada 31 Mei 2022 lalu.
Surat ederan ini beredarbak petir di siang bolong bagi Teguh dan rekan-rekannya. Grup-grup aplikasi pesan, Whatsapps, mereka ricuh. Mereka khawatir dengan kebijakan penghapusan tenaga honorer ini. Teguh dan rekan-rekan lainnya pun tak hanya bisa diam saja menerima nasib.
Sehari-hari, porsi kerja mereka tidak jauh berbeda dengan para ASN, bahkan lebih. Keberadaan mereka bahkan menjadi tumpuan di kantor kewilayahan atau kelurahan untuk mengerjakan beragam tugas. Teguh di bidang TI, misanya, setiap hari mengurus pemberkasan, melaporkan berkas melalui apkikasi, dan pekerjaan berbasis elektronik lainnya.
Teguh berharap, Pemerintah Kota Bandung dalam hal ini Badan Kepegawaian dan Pengemabangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) bisa memberikan solusi terbaik bagi para tenaga honorer, khususnya untuk para operator komputer di kewilayahan, yang telah bekerja semaksimal mungkin menjalankan tugas-tugas ASN.
“Karena mau tidak mau kita di sini tidak hanya diam saja, karena mungkin sebagian teman-teman juga mengerjakan pekerjaan ASN di kewilayahan tuh sampai benar-benar sampai ubun-ubun. Sampai harus dedline dan lain-lain,” ungkapnya kepada BandungBergerak.id, Kamis (9/6/2022).
Teguh bertugas di kelurahan berdua bersama satu rekannya sebagai tenaga operator komputer. Satu rekannya mengerjakan tugas-tugas bendahara, yakni penganggaran. Selain itu, tugas operator komputer dinilai sangat krusial di setiap kewilayahan, melihat beragam pekerjaan saat ini sudah beralih ke sistem digital.
Tugas pokok dan fungsi tenaga operator komputer mengerjakan beragam laporan kegiatan, evaluasi kelurahan, realisasi anggaran, hingga menjadi tim kreatif media sosial kelurahana, yang saat ini dituntut untuk aktif berinteraksi dan mengupdate beragam aktivitas melalui media sosial.
Teguh sendiri merupakan sarjana ilmu komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Bandung. Awalnya ia dipekerjakan oleh pihak kelurahan karena keaktifannya di karang taruna. Ia sudah beberapa kali mengikuti tes CPNS, namun untuk formasi operator komputer di kewilayahan tak pernah ada.
Upah di Bawah UMR, Beban Kerja Melebihi ASN
Tak hanya Teguh, salah satu tenaga honorer yang bertugas di salah satu kecamatan di wilayah Kota Bandung, Yusuf (bukan nama sebenarnya), menjelaskan beban kerja para tenaga honorer seperti operator komputer, begitu berat dan tupoksinya sama seperti pekerja ASN.
Keluarnya edaran dari Kemenpan RB terkait penghapusan tenaga honorer ini, lantas membuat Yusuf ikut mempertanyakan nasibnya yang telah bekerja hampir 7 tahun di kecamatan. Menurutnya, Kota Bandung yang katanya menuju kota smart city yang berbasis digital, namun tidak memiliki formasi ASN untuk operator komputer.
Ia bahkan telah tiga kali mengikut ujian CPNS pada 2018, 2019 dan 2020, tak ada formasi yang dibuka untuk tenaga IT di kewilayahan. Sehingga ia beberapa kali ikut ke pemerinta Provinsi Jawa Barat. Meski sempat lolos, tapi jatuh karena passing grade.
Di kecamatannya sendiri, ada sekira 12 orang tenaga honorer operator komputer, dengan rincian 4 orang bertugas di kecamatan. Sementara ada 4 keluarahan di kecamatannya yang masing-masing ada dua orang tenaga honorer. Jika dikalikan dengan seluruh kecamatan di Kota Bandung, ada hampir 300 lebih tenaga honorer operator komputer yang terombang-ambing nasibnya.
Sementara itu, untuk tupoksi kerja sendiri, ia menjelaskan bahwa sering kali jika ada tugas ASN yang tak bisa diselesaikan, maka pekerjaan itu akan dikerjakan oleh operator komputer. Ia juga bahkan harus bekerja di pelayanan karena sedang tak ada ASN yang mengisi, misalnya melayani pembuatan KTP, KK, juga tugas-tugas yang berhubungan dengan digitalisasi di kecamatan. Atau juga membantu pekerjaan bendara yang akan pensiun.
“(Bobot kerjanya melebihsi ASN) Iya lumayan, jadi kadang tugas kita tuh memang semua tuh serba ‘ku IT deui lah’ ke IT lagi (harus bisa semua) iya. Kadang muaranya tuh sudah berbagai pakai aplikasi, jadi sama IT-lah,” ungkapnya.
“Tapi banyak juga, ada PNS yang mau belajar karenakan kita juga sama ada batasannya, tapi memang rata-rata ya seperti itu di Kota Bandung pasti operator komputer yang selalu memback up. Lumayanlah bebannya. Ya sedihnya gitu, kita hanya honorer, gaji di bawah UMR, tapi beban kerja lumayan,” tambah Yusuf.
Ia mewakili seluruh rekan-rekan operator komputer di kewilayahan di Kota Bandung, berharap ada solusi yang pasti dari Pemerintah Kota Bandung. Harapan besarnya, yakni ada pengangkatan yang jelas menjadi PNS atau P3K.
Ketika ditanya mengenai rencana dialihkan menjadi pekerja outsourcing (alih daya), ia mengungkapkan para tenaga honorer operator komputer keberatan. Dan berharap ada pengangkatan.
“Banyak yang keberatan, mungkin kalau outsourcing itu kan kayak oleh pihak ketiga. Terus kan kayak ada yang kurang aja gitu. Masa kita kerja di pemerintahan, ininya mau ke outsourcing. Padahal kita kerjanya sama seperti ASN,” ungkapnya.
“Sama-sama pekerjaannya gitu, hanya kita berfokus di bidang teknologi informasi. Harapannya jangan sampailah, pada keberatan kalau mau outsourcing,” katanya.
Yusuf yang menjadi tulang punggung bagi anak dan istrinya terus berharap akan adanya keputusan ternaik dari Pemerintah Kota Bandung.
Baca Juga: Gerilya Dua Penyair di Kampus-kampus Jawa Barat
NGULIK BANDUNG: Mobil-Mobil di antara Bandoeng-Batavia
PAYUNG HITAM #1: Suara-suara Baru di Pekan Penghilangan Paksa
Ribuan Tenaga Honorer Terancam Nganggur
Surat edaran tentang penghapusan tenaga honorer dari Kemnpan RB ini berdampak pada sedikitnya 18 ribu pegawai non-ASN atau tenaga honorer di lingkup Pemrintah Kota Bandung. Dari 18 ribu pegawai non-ASN tersebut, ada sekira 7.900 orang pegawai non-ASN yang mengerjakan tugas dari ASN. Sementara ada 1.500an orang yang mengisi pekerjaan outsourcing, dan yang bekerja sifatnya klerikal ada 8.000 orang.
Menanggapi surat edaran, Wali Kota Bandung, Yana Mulyana mengaku sedang menganalisis beban kerja bagi 18.000 pegawai non-ASN, sebelum mengeluarkan kebijakan selanjutnya.
Sementara itu, Kepala BKPSDM Kota Bandung, Adi Junjunan Mustafa mengungkapkan bahwa pihaknya masih akan memetakan kembali ribuan tenaga kerja non-ASN tersebut. Ia memastikan bahwa Pemkot Bandung tidak akan lepas tangan, dan akan mencari solusi bagi mereka yang telah berkontribusi terahadap Kota Bandung.
“Prinsipnya pemerintah Kota Bandung pasti tidak akan bersikap gegabah, karena inikan menyangkut orang, kemudian teman-teman ini juga sudah melakukan kontribusi bekerja untuk kota Bandung,” ungkapnya kepada BandungBergerak.id, melalui sambungan telepon, Kamis (9/6/2022) malam.
Terkait dengan keluhan tenaga honorer operator komputer di kewilayahan, Adi mengungkapkan bahwa untuk sementara jika dipetakan, para tenaga operator komputer ini masuk dalam kategori mengerjakan pekerjaan ASN. Sehingga masih besar kemungkinan untuk ada pengangkatan sebagai ASN ataupun P3K.
Ia mengatakan agar para tenaga honorer operator komputer ini untuk tidak terlalalu khawatir, karena masih ada waktu hingga akhir tahun. Jika nantinya dibuka CPNS ataupun P3K para tenaga honorer operator komputer di kewilayaha ini akan didorong untuk mengikuti seleksi.
Jika memang nantinya usianya telah lewat dari batas persyaratan, dan atau tak dibuka formasi CPNS atau P3K, nantinya pihaknya akan mencarikan solusi terbaik.
“Misal dengan menjadi oautsor ini masih terbuka kemungkinan-kemungkinan, tapi untuk mereka yang menjadi operator ini pasti mereka dibutuhkan,” ungkapnya.
Terkait dengan penolakan tenaga operator komputer untuk dialihkan ke outsorcing, Adi mengungkapkan bahwa masih hanya pada mereka yang sudah tak memenuhi persyaratan. Namun, untuk pekerja operator komputer masih ada kemungkina untuk diangkat secara resmi. Tapi ia mengatakan bahwa dalam pengangkatan, Pemkot tak berjalan sendiri, harus mengikuti pemerintah pusat.
“Jadi kalau misalnya untuk kasus ini, secara jenis pekerjaan itu memang mungkin untuk menjadi CPNS atau P3K selama memenuhi peryaratan, dan juga tentu nanti ada proses seleksi. Jadi tidak tertutup kemungkinan itu,” katanya.
Pemkot juga terbuka untuk dialog bersama para tenaga honorer. Namun, hingga kini mereka masih terus akan melakukan pengkajian.
Pemerintah Harus Tanggung Jawab
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik dan dosen dari Universitas Al-Ghifari Bandung, Denny Rismansyah mengungkapkan telah menjadi kewajiban pemerintah untuk menjamin pekerjaan bagi masyrakatnya. Sebagaimana tertuang dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945. Hak akan pekerjaan, penghidupan yang layak dan perlindungan dari negara kepada masyarakat.
Pangkal persoalan tenaga honorer ini menurutnya muncul ketika pemerintah mengesahkan UU nomor 5 tahun 2014 tentang ASN. Yang di dalamnya sudah tak ada lagi tenaga honorer. Lalu, jika tenaga honorer ini akhirnya dihapuskan, maka pemerintah harus bertanggung jawab untuk menampung.
Menurutnya, asas hukum menyampaikan bahwa jika terjadi pemberhentian tenaga kerja yang muncul akibat dari adanya kebijakan, maka tenaga kerja itu tidak boleh dirugikan. Setidak-tidaknya dia tetap memperoleh haknya. Jika terjadi pemecatan karena tak bisa ditampung, maka ada kerugian bagi para pekerjanya. Pemerintah dalam hal ini Pemkot Bandung harus bertanggung jawab.
Denny mengungkapkan bahwa yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan seleksi CPNS dan P3K bagi para tenaga honorer.
“Kalau mampu seluruh tenaga honorer itu harus diterima tentu saja dengan kriteria, tapi yang pasti kalau tenaga kerja sudah bekerja bertahun-tahun bahkan berpuluh tahun itu harus segera diangkat,” ungkapnya.