Di Masa Pandemi Dipuji-puji, Kini Honorer Nakes dan Nonnakes se-Jawa Barat Merasa Dizalimi Birokrasi
Ribuan tenaga honorer dari layanan kesehatan Jawa Barat mengepung Gedung Sate. Mereka menuntut diangkat menjadi PNS. Selama ini status dan gaji mereka tidak jelas.
Penulis Iman Herdiana5 Agustus 2022
BandungBergerak.id - Pekerja honorer dari tenaga kesehatan (nakes) dan nonkesehatan mengepung Gedung Sate, Bandung, Jumat (5/8/2022). Mereka ingin bertemu Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil untuk mengadukan status kerja dan kesejahteraan mereka. Namun mereka kecewa karena gubernur sedang tidak di tempat. Mereka hanya ditemui oleh pejabat dari Gedung Sate.
Aksi nakes dan nonnakes tenaga honorer ini dijadwalkan diikuti kurang lebih 1.500 orang se-Jawa Barat. Mereka sudah berkumpul di depan Gedung Sate sejak pagi. Hingga menjelang siang, bagian depan gerbang Gedung Sate sudah dipenuhi oleh tenaga honorer yang mayoritas mengenakan baju putih.
Aksi diwarnai orasi dan pengusungan poster maupun spanduk yang mencerminkan nasib garda terdepan di bidang kesehatan yang memprihatinkan, di antaranya:
“Kami adalah Pahlawan Kemanusiaan yang Lupa Dimanusiakan,” “Kemarin Hampir Mati oleh Pandemi Sekarang dimatikan oleh Birokrasi,” “Hargailah Kami Akuilah Kami Berkanlah Kami Gaji Yang Layak,” “Kami Rela Make Up Kami Luntur Asal Keadilan Untuk Honorer Tidak Luntur,” dan “Nakes Garda Terdepan Penanganan Covid-19.”
Aksi ini merupagan gabungan para tenaga honorer (non-PNS/non-PNS) di bidang fasilitas kesehatan (Fasyankes) se-Jawa Barat yang tergabung dalam Forum Komunikasi Honorer Fasyankes Jawa Barat. Fasyankes tersebut terdiri dari puskesmas, RSUD, klinik, maupun praktik.
Sedikinya mereka mengusung lima tuntutan yang ditandatangani Ketua FKHF Jawa Barat, Suhendri. Di sela aksi, tuntutan ini dibacakan, isinya sebagai berikut:
- Gubernur berkomitmen mengawal seluruh tenaga non-ASN yang bekerja di Fasyankes di wilayah Jawa Barat untuk diajukan kepada Presien Republik Indonesia agar dapat diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (PNS);
- Gubernur menjamin tenaga non-ASN Fasyankes di Jawa Barat bilamana tahun 2023 belum menjadi ASN untuk tetap bisa bekerja melalui SK Bupati, Wali Kota, dan mendapatkan upah sesuai UMK;
- Kami memohon pemerintah untuk tidak membuka Formasi ASN (CPNS/PPPK) Jalur Umum sebelum semua tenaga non-ASN yang bekerja di Fasyankes pemerintah semuanya diangkat menjadi ASN (sejara bertahap), terutama yang telah mengabdikan diri sekian lama;
- Kuora penerimaan ASN/PPPK masih tidak merata dan kecil karena keterbatasan anggaran daerah. Kami memohon pak gubernur mendesak pemerintah pusat untuk dapat mengalokasikan dana DAU/DAK pada pembiayaan Gaji Pegawai ASN/PPPK di seluruh daerah di Jawa Barat;
- Mohon tidak ada pemutusan hubungan kerja di tahun 2023 akibat kebijakan permenpan RB. Kami mohon adanya penataan sistem pada sumber daya manusia di Fasyankes pemerintah se-Jawa Barat dan tidak membuat para non-ASN di-PHK serta mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja.
Baca Juga: Guru Honorer Menuntut Kejelasan Nasib ke Gedung Sate
Nevi Aryani, Pengabdian Seorang Guru Honorer
Derita Tenaga Honorer Pemkot Bandung, Kerja Berat seperti ASN, Diupah Murah, Terancam Dihapus
Tenaga Honorer Fasyankes Jawa Barat Menderita
Pada masa kecamuk pagebluk, para tenaga kesehatan maupun nonkesehatan di fasyankes merupakan garda terdepan yang dipuji-puji pemerintah. Bahkan di Bandung tak jauh dari kawasan Gasibu, Gubernur Jawa Barat meresmikan monumen khusus untuk nakes yang gugur karena Covid-19.
Tetapi kini ketika pandemi Covid-19 surut, para nakes maupun nonnakes honorer merasa disisihkan dan dilupakan. Pangkal keresahan mereka tidak lain PP Nomor 49 tahun 2018 tentang Penghapusan Tenaga Honorer pada 2023.
Para nakes maupun nakes non-ASN resah menghadapi birokrasi tersebut. Padahal jumlah mereka ribuan hingga belasan ribu. Menurut Biben Fikriana, Sekretaris PPHS (Pendamping Perawat Honorer dan Swasta) DPW PPNI Jawa Barat yang mendampingi aksi para tenaga honorer dari fasyankes se-Jara Barat tersebut, jumlah honorer di fasyankes se-Jawa Barat lebih dari 17.000 orang. Jumlah tersebut belum termasuk para bidan yang tersebar di seluruh pelosok Jawa Barat.
Biben Fikriana menjelaskan, ia bukan perawat honorer. Tetapi karena menjabat sebagai Sekretaris PPHS DPW PPNI Jawa Barat, ia mendapat tanggung jawab untuk mengawal aksi teman-teman honorer.
Biben menekankan bahwa aksi ini diikuti bukan oleh kalangan perawat saja, tetapi oleh semua unsur fasyankes mulai dari perawat, bidan, dokter, ahli farmasi, analis kesehatan, tenaga administrasi, dan pekerja honorer yang di luar nakes tetapi bekerja di fasyankes. Mereka semua tergabung ke dalam Forum Komunikasi Honorer Fasyankes Jawa Barat.
Mereka yang melakukan aksi hanya perwakilan saja dari belasan ribu tenaga honorer fasyankes. Aksi ini pun dijamin tidak mengganggu layanan kesehatan, karena perwakilan yang ikut aksi adalah yang giliran libur atau tidak sedang bertugas.
Mereka yang aksi berusaha mewakili teman senasib. Banyak pekerja honorer yang sudah mengabdi selama belasan hingga puluhan tahun namun hingga kini statusnya tetap sebagai honorer. Gaji mereka pun jauh di bawah upah minimum.
“Makanya banyak tuntutannya, yang pertama untuk menentukan status, menyanyakan status pekerja mereka, meminta upah minimum karena banyak sekali teman honorer yang dupahnya tidak manusiawi 100-200 ribu rupiah per bulan. Bahkan ada yang tidak diupah tapi mengandalkan sumbangan dari ASN. Di daerah banyak terjadi, di puskesmas dan lain-lain,” kata Biben, saat dihubungi BandungBergerak.id.
Tuntutan utama mereka adalah pengangkatan dari honorer ke ASN. Alasannya, proporsi tenaga ASN dan honorer di daerah sangat jomplang, yakni 60 persen honorer dan 40 persen ASN. Bahkan ada daerah yang proporsinya 80 persen honorer dan 20 persen ASN.
“Jadi teman-teman merasa dizalimi. Pemerintah butuh tenaga teman-teman honorer tapi teman-teman honorer tidak dihargai, bahkan tidak diakui,” katanya.
Aksi ini pun tidak tiba-tiba. Sebelumnya, Forum telah melakukan berbagai macam audiensi di tingkat kota dan kabupaten maupun DPRD, namun tidak membuahkan hasil. Maka mereka pun melakukan aksi ke Gedung Sate, setelah sebelumnya melayangkan surat untuk bertemu Ridwan Kamil langsung. Walau pada hari H aksi, Ridwan Kamil tidak menemui mereka karena ada agenda lain.