Seribu Kenangan tentang Togamas Supratman
Kabar pilu datang dari media sosial yang menyebut toko buku diskon Togamas Supratman tutup. Banyak warga pecinta buku kehilangan.
Penulis Salma Nur Fauziyah21 Agustus 2025
BandungBergerak.id – Menyusul cabang Buah Batu yang terlebih dahulu tutup pada April 2024 lalu, Toko Buku Togamas di Jalan Supratman, Kota Bandung berhenti melayani pembeli sejak Agustus 2025 ini. Kabar buruk di tengah bermunculannya perpustakaan-perpustakaan dan toko buku independen di Kota Kembang dalam satu tahun terakhir.
Kabar tutupnya Togamas Supratman tersiar lewat unggahan akun media sosial Instagram taufanharimurti3, 18 Agustus 2025. Ia menampilkan foto Togamas Supratman yang dengan pagar tertutup dan spanduk “Jual/Sewa” yang terpambang di bagian pintu masuk utama dengan takarir yang emosional:
“Toko buku di Jl Supratman itu mungkin sudah ngga menyimpan buku-buku diskon sejak sekarang. Akan tetapi, timbunan kenangan pasti ada di balik pintu toko buku yang sudah hadir sejak 009 itu, dan kini telah tergembok rapat.”
Toko buku diskon Togamas di Jalan Supratman, Kota Bandung memiliki jejak-jejak literasi tersendiri di peta perbukuan Bandung, khususnya bagi Shendina Hanani. Perempuan 25 tahun ini terakhir kali mengunjungi Togamas tahun 2020 sebelum terpisah oleh jarak karena kerja di luar kota.
Shendi mengetahui kabar terbaru Togamas Supratman melalui media sosial. BandungBergerak.id sudah mendatangi langsung toko buku ini. Toko buku dengan bangunan tua ini tertutup pagar. Sampah daun berserakan di halaman. Spanduk bertuliskan 'Jual/Sewa' terpambang di tengah-tengah toko seakan menegaskan bahwa umur toko buku akan segera berakhir. Namun manajemen belum bisa memberikan keterangan resmi.
Selama ini toko buku Togamas Sudirman dikenal dengan jumlah koleksi bukunya yang beragam dan disusun sesuai dengan genrenya. Semua buku diberi potongan harga atau diskon.
Hal itu pula yang masih melekat di benak Shendi. Baginya Togamas lebih dari toko buku karena ia biasa duduk-duduk di teras dekat pintu masuk toko saat menunggu jemputan atau angkot menuju pulang.
“Kadang kan angkot lama gitu, kadang kalau udah di atas jam 06.00 gitu. Ya udah nongkrong dulu di depan beli cendol sambil baca buku,” cerita Shendi saat dihubungi BandungBergerak.id secara daring, Selasa, 19 Agustus 2025.
Banyak sekali kenangan yang ia habiskan di Togamas Supratman. Toko buku ini menjadi pilihan utama dalam membeli buku. Ia sering ke sana utamanya saat masa-masa SD hingga SMP. Mudah baginya menemukan buku pelajaran dengan harga yang lebih murah.

Kenangan Warganet tentang Togamas Supratman
Terletak di Jalan. Supratman No.45, kawasan Cihapit, Kota Bandung, toko buku Togamas Supratman pernah menjadi salah satu rujukan utama pecinta buku di pusat kota. Dengan 8.903 ulasan di Google Maps, toko ini dikenal karena harga bukunya yang bersaing, bahkan jika dibandingkan dengan toko buku besar lainnya di kota ini.
Beberapa pengunjung menyebutkan daya tarik utama Togamas Supratman adalah kemudahannya diakses dari pusat kota serta harga yang terjangkau. Seperti ditulis oleh warganet berinisial Ap: “Tempat cari buku yg dekat di kota Bandung... Harga bersaing dgn toko yg udah terkenal itu”.
Namun, kondisi toko ini tampaknya mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Sejumlah pengunjung mengeluhkan berkurangnya koleksi buku dan suasana toko yang tidak lagi terawat seperti dulu. GS menulis, “Ternyata sekarang koleksi bukunya udah banyak berkurang. Koleksinya udah gak selengkap dulu”. Sementara TT menyayangkan kondisi rak yang kini berdebu dan minim pengunjung.
Kekhawatiran juga muncul dari pengunjung seperti De yang menyebut, “Murah meriah tapi tutup terus,” menandakan adanya ketidakpastian operasional.
Aktivitas Togamas Supratman juga terpantau sepi di Instagram resminya @togamas\_supratman, menunjukkan bahwa unggahan terakhir terjadi pada 3 Juni yang berisi pengumuman libur Idul Adha pada 6 Juni. Sejak itu, tidak ada pembaruan lebih lanjut.
BandungBergerak,id telah menghubungi layanan pusat Togamas di Malang. Melalui nomor layanan bisnisnya, mereka menyebutkan bahwa Togamas Supratman telah tutup. Namun hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari manajemen pusat mengenai status permanen toko ini.
Togamas Supratman adalah bagian dari kenangan banyak pecinta buku di Bandung. Apa pun keputusan manajemen ke depan, toko ini telah memberi warna tersendiri dalam peta literasi kota.
Baca Juga: JEJAK-JEJAK LITERASI DI BANDUNG #8: Tutup Buku Togamas Buah Batu
Asam Garam Toko Buku Bandung

Terakhir Berkunjung 6 Bulan Lalu
Balebat Buana Puspa, 29 tahun, juga mempunyai kenangan kuat di toko buku ini. Terakhir kali ia berkunjung ke Togamas Supratman 6 bulan lalu saat ia membeli buku fiksi untuk temannya. Ia memutuskan pergi ke sana untuk menengok keadaan toko buku yang sering ia kunjungi saat masa kuliah.
Sebagai mahasiswa, toko buku dengan banyak diskon dan pilihan yang beragam ini seakan menjadi sebuah surga. “Ditambah lagi, ada layanan gratis sampul, ini membuat buku-buku yang dibeli di Togamas Supratman jadi terlihat rapi setelah aku melakukan pembelian,” kata perempuan inisiator komunitas Baca di Bandung.
Deni Rachman atau biasa dipanggil Deni Lawang juga merasa waas (terkenang) saat mengetahui kabar Togamas Supratman tutup. Salah satu kenangan dari Togamas Supratman adalah saat ia menghadiri diskusi buku berjudul The Hidden Face of Iran dengan menghadirkan sang penulis, Terence Ward (warga AS). Kenangan lainnya, ia menemukan buku Korupsi karya Pramoedya Ananta Toer (versi abridged) terbitan Balai Pustaka di toko buku ini.
“Nah, yang korupsi itu dapat di Togamas. Ya, saya sebagai penggemar Pram, senanglah,” aku pemilik Toko Bandung di kompleks Perpustakaan Ajip Rosidi, saat dihubungi BandungBergerak, 20 Agustus 2025.
Di luar buku, Togamas Supratman memiliki daya tarik lain, yaitu es cendol. Deni fans sejati es cendol yang berjualan di samping toko buku ini. Ia biasa jajan bareng anak-anaknya. Terkadang, ia pergi ke sana hanya untuk membeli cendol saja untuk dibawa pulang.
“Cendolnya teh enak pakai nangka dan menurutku saingannya Elizabeth ini. Enak pisan, ya,” ungkap Deni.
Selain cendol yang nikmat, pelayanan sampul buku gratis dan harga buku yang miring menjadi ciri khas toko buku dengan jargon “Diskon setiap hari”.

Kemampuan Daya Saing
Pegiat literasi Reita Ariyanti atau akrab disapa Rere mengamati bahwa toko-toko buku konvensional di Bandung mengalami tantangan berat dari segi keberlanjutan. Pengelola penerbit independen Svantara ini menilai, fenomena banyaknya toko buku konvensional yang tutup bukan semata-mata minat membaca masyarakat rendah. Menurutnya, tuntutan ekonomi membuat daya beli masyarakat menurun.
Buku yang masuk dalam kategori barang mewah bukan menjadi prioritas utama masyarakat untuk menunjang kebutuhan hidup mereka. Meski begitu, memang perkara ekonomi bukan menjadi faktor tunggal dalam tutupnya toko-toko buku konvensional.
Rere sendiri tidak memiliki pengalaman khusus dengan Togamas Supratman. Dulu ia lebih sering berkunjung ke toko buku kompetitornya, yaitu Rumah Buku yang berlokasi di seberang Togamas Supratman.
Nasib Rumah Buku juga hampir sama dengan Togamas Supratman. Bedanya, toko buku ini tetap bisa bertahan dan menjadi bagian dari toko buku Gramedia.
“Sempet sedih sih dibeli Gramedia, tapi aku paham banget. Zaman gini buka toko buku (lumayan) besar kalau ga modal kuat dan manajemen mantap mah sulit,” kata Rere, saat dihubungi BandungBergerak.
Perkembangan teknologi yang membuat semua serba cepat mempunyai andil dalam hal ini. Menurut Balebat Buana Puspa, keberadaan toko buku online menjadi salah satu penyebab toko konvensional tutup.
Banyak sekali kelebihan dari toko buku online ini, seperti konsumen yang dihadapkan dengan berbagai macam pilihan, harga-harga yang terjamin lebih murah, serta tidak perlu melakukan mobilisasi ke tokonya.
Namun toko buku konvensional sebenarnya memiliki kelebihan yang tak dimiliki toko buku online. “Salah satunya, bisa dengan membangun ruang baca yang nyaman di toko buku yang menyediakan kudapan atau minuman. Minimnya branding dan usaha digital marketing juga jadi potensi untuk bisnis toko buku konvensional tidak bisa berjalan secara berkelanjutan,” tulis Balebat.
Di sisi lain, Deni Lawang melihat dari sisi komunikasi atau kerja sama yang baik antara toko dan penyuplai (penerbit). Pun perlu adanya tata kelola toko (sistem manajerial) yang baik agar tetap bertahan.
Bagi Deni, sang pemilik toko mesti tahu nilai barang yang dijualnya. Lewat hal tersebut, seseorang akan mudah menentukan peluang yang efisien dalam keberlangsungan toko. Contoh, toko buku konvensional bisa menjual produk lain seperti buku, misalnya ATK, menjalankan konsep book cafe, atau melakukan aktivasi kegiatan komunitas berbasis literasi.
“Menurut saya harus mulai dibikin satu jaringan atau pemetaan lagi supaya kita ini bisa bikin jejaring, bisa bikin jejaring informasi,” ujarnya, menekankan para pelaku bisnis buku untuk bisa berkolektif dan berharap ekosistem perbukuan ke depan semakin sehat.

Peta Literasi Kota Bandung
Kota Bandung memang pernah menjadi kota buku pada waktu beberapa dekade lalu. Di kota yang dikenal sebagai pusat pendidikan ini, komunitas literasi dan toko buku tumbuh sangat subur. Togamas Supratman menjadi salah satu toko buku yang terdokumentasikan dalam daftar toko buku di Bandung medio 2000-2009.
Daftar ini tercatat dalam buku “Pohon Buku di Bandung” yang ditulis Deni Rachman. Dalam bukunya tercatat ada 73 toko buku yang tersebar di kota kembang. Banyak dari toko buku itu bukan toko buku biasa melainkan berbasis komunitas. Aktivasi toko dengan diskusi dan bedah buku juga banyak dilakukan, seperti yang digarap Tobucil, Ultimus, Kineruku (dulunya Rumah Buku), Cupumanik, dan lain sebagainya.
Sayangnya dalam beberapa tahun terakhir, toko buku dalam daftar tersebut mengalami pasang-surut. Ada yang hanya bertahan sebagai perpustakaan, toko buku saja, atau bahkan fokus dalam penerbitan. Bahkan banyak yang sudah tutup. Salah satunya adalah Togamas Buah Batu.
Mati satu tumbuh seribu. Tahun ini perkembangan literasi di Bandung justru sedang menggeliat. Dari akhir tahun 2024 hingga sekarang, muncul titik-titik literasi baru seperti Perpustakaan Bunga di Tembok, Perpustakaan Rakyat Desacotta, HOWL, Toko Buku Pelagia, Kedai Jante. Komunitas-komunitas baru bermunculan, bahkan komunitas lawas Taman Kota hidup kembali.
Perpustakaan independen dan toko buku indie di Bandung hadir sebagai ruang berdiskusi dan berkomunitas.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB