• Kolom
  • CATATAN DARI MEDIA CETAK LAWAS #8: Harian Empat Lima, Jejak Nasionalisme di Era Orde Baru

CATATAN DARI MEDIA CETAK LAWAS #8: Harian Empat Lima, Jejak Nasionalisme di Era Orde Baru

Ada masanya R. Maladi rela mengurus sebuah penerbitan koran. Harian Empat Lima menjadi bagian jejak hidupnya.

Kin Sanubary

Kolektor Koran dan Media Lawas

Wajah Harian Empat Lima yang didirikan oleh tokoh pers Indonesia, R Maladi. (Foto Dokumentasi Kin Sanubary)

23 Agustus 2025


BandungBergerak.id – Di balik lembaran-lembaran koran lawas, selalu tersimpan jejak zaman yang bicara lebih lantang daripada sekadar berita. Salah satunya adalah Harian Empat Lima, sebuah surat kabar yang terbit di era Orde Baru, membawa semangat nasionalisme ’45 ke ruang redaksi dan menjadikannya denyut moral di tengah gempuran jargon pembangunan.

Membuka kembali Harian Empat Lima edisi Kamis, 21 Agustus 1975, serasa menghirup aroma kertas koran yang baru keluar dari mesin cetak. Judul besar, foto hitam-putih, hingga iklan dengan harga yang kini terasa lucu murahnya, membawa kita pada masa ketika surat kabar masih menjadi salah satu nadi bangsa.

Semboyannya sederhana namun kuat: “Memupuk Semangat Perjuangan”. Sebuah tagline yang langsung mengingatkan pada api revolusi 1945, meski hadir di tengah Orde Baru yang penuh jargon pembangunan.

Box Redaksi Harian Empat Lima, yang dikelola para wartawan senior. (Foto Dokumentasi Kin Sanubary)
Box Redaksi Harian Empat Lima, yang dikelola para wartawan senior. (Foto Dokumentasi Kin Sanubary)

Baca Juga: CATATAN DARI MEDIA CETAK LAWAS #5: Harian Nusantara, dari Milik Kolonial Menjadi Koran Nasional
CATATAN DARI MEDIA CETAK LAWAS #6: El Bahar, Perlawanan Sunyi terhadap Orde Baru
CATATAN DARI MEDIA CETAK LAWAS #7: Harian KAMI, Suara Mahasiswa yang Mengguncang Orde Lama dan Orde Baru

Maladi di Pucuk Pimpinan

Dalam kotak redaksi tercantum nama besar R. Maladi sebagai Pemimpin Umum. Sosok serbabisa ini lebih dulu dikenal sebagai pesepak bola nasional, Ketua Umum PSSI, Menteri Penerangan, Menteri Olahraga, hingga seniman karawitan. Kehadirannya di Empat Lima menegaskan keyakinannya yaitu perjuangan bisa terus dilanjutkan, bahkan lewat media cetak.

Mendampingi Maladi, Soegeng tercatat sebagai Pemimpin Redaksi merangkap Penanggung Jawab. Dewan Redaksi diisi Drs. Manunggal, A. D. Donggo, Kosasih Kamil, dan Achirman. Kantor redaksi beralamat di Jalan K. H. Wahid Hasyim No. 85, Jakarta, dengan redaksi malam di Jalan Theresia No. 9. Semuanya dikelola oleh PT Ripres Utama yang juga menangani percetakannya.

Halaman muka Harian Empat Lima edisi 21 Agustus 1975, terbitan 50 tahun silam. (Foto Dokumentasi Kin Sanubary)
Halaman muka Harian Empat Lima edisi 21 Agustus 1975, terbitan 50 tahun silam. (Foto Dokumentasi Kin Sanubary)

Membaca Edisi 21 Agustus 1975

Tajuk utama berbunyi: “Berdasar Atas Demokrasi Ekonomi & Kekeluargaan.” Laporan dari Yogyakarta itu menekankan bahwa sistem sosial-ekonomi Indonesia tidak meniru kapitalisme maupun sosialisme, melainkan berlandaskan ekonomi kekeluargaan ala Pancasila.

Di bagian atas halaman terpampang foto Presiden Soeharto bersama Sri Sultan Hamengkubuwono IX membuka pameran industri kerajinan rakyat. Ada pula berita peresmian Gelanggang Mahasiswa UGM di Kuningan.

Berita-berita lain khas Orde Baru memenuhi halaman. Di antaranya dengan judul Hentikan dan Berantas Penyelundupan Legal, Pembangunan Pariwisata Tidak Bisa Ditangani Secara Sektoral, MTQ Sebaiknya Dilembagakan, serta Reuni Pejuang ’45.

Ada juga laporan tentang kapal Taiwan yang kedapatan mencuri ikan di perairan Indonesia.

Membaca ulang lembaran koran ini, terlihat jelas bahwa Empat Lima ingin menampilkan diri sebagai koran nasionalis yang mendukung pembangunan sekaligus setia memotret aktivitas negara.

Penulis memegang Harian Empat Lima terbitan 50 tahun silam. (Foto Dokumentasi Kin Sanubary)
Penulis memegang Harian Empat Lima terbitan 50 tahun silam. (Foto Dokumentasi Kin Sanubary)

Dari Stadion ke Redaksi

Ada masanya Maladi rela mengurus sebuah penerbitan koran. Pers menjadi bagian jejak hidupnya. Ia pernah membuat nama Indonesia harum di Olimpiade Melbourne 1956 ketika timnas menahan imbang Uni Soviet 0-0. Ia juga ikut melahirkan Asian Games 1962 di Jakarta. Sebagai menteri, ia mengelola informasi negara.

Dan ketika masa itu berlalu, Maladi memilih media cetak sebagai gelanggang barunya. Bagi Maladi, perjuangan memang tak pernah berhenti, hanya berganti lapangan. Dari stadion, gedung kementerian, panggung gamelan, hingga ruang redaksi, ia tetap setia pada satu hal yaitu Indonesia.

Kini, hampir setengah abad sejak edisi itu terbit, Harian Empat Lima mungkin hanya tersisa di arsip dan koleksi para penggemar media lawas. Namun kehadirannya menjadi pengingat bahwa pers Indonesia pernah diwarnai idealisme nasionalisme yang kental, meski berada di bawah bayang-bayang kontrol politik.

Maladi pernah dikenal sebagai seorang pemain bola, menteri, seniman, sekaligus pemimpin koran, menjadi bukti bahwa semangat perjuangan bisa hadir dalam banyak bentuk. Bahkan lewat lembaran kertas yang tiap pagi diantar loper ke rumah-rumah pembaca.

Membuka arsip Harian Empat Lima bukan sekadar menengok berita lama, melainkan menyimak denyut zaman ketika nasionalisme coba dipupuk melalui media cetak. Dengan Maladi di pucuk pimpinan, harian ini berdiri sebagai salah satu bukti bahwa pers pernah berada di garis depan perjuangan moral bangsa.

Harian Empat Lima memang telah lama berhenti terbit, namun spirit yang ditinggalkannya tetap hidup dalam ingatan. Dari tangan Maladi dan para redakturnya, kita belajar bahwa pers bukan hanya soal menyampaikan berita, tetapi juga menjaga nyala semangat bangsa. Sebuah warisan yang patut dikenang, agar perjuangan itu tidak pernah benar-benar pudar.

 

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//