• Cerita
  • Jejak Jakob Sumardjo, dari Ruang Akademik hingga Panggung Pertunjukan

Jejak Jakob Sumardjo, dari Ruang Akademik hingga Panggung Pertunjukan

Jakob Sumardjo merupakan seorang akademisi, pemikir budaya, dan kritikus sastra yang mencoba membaca kembali akar budaya nusantara dengan sudut pandang filosofis.

Jacob Sumardjo. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)

Penulis Fitri Amanda 4 September 2025


BandungBergerak.id – Di ruang-ruang akademik hingga panggung pertunjukan, nama Jakob Sumardjo kerap hadir di sela-sela perbincangan. Ia bukan hanya seorang filsuf budaya dan penulis sejarah teater Indonesia, ia adalah seorang budayawan, kritikus seni, sastrawan, dan akademis. Jakob juga sangat aktif menulis esai, buku, dan kritik seni yang mencoba membaca kembali akar budaya nusantara dengan sudut pandang filosofis.

Bagi Lina Mellinawati Rahayu, sumbangan terbesar Jakob Sumardjo ada pada usahanya memetakan perjalanan seni pertunjukkan di Indonesia. “Tanpa Pak Jakob Sumardjo, niscaya teater Indonesia tersesat,” ujar Lina dalam diskusi “Jejak Mesin Tik Maestro Jakob Sumardjo”. Ia bersama Acep Zamzan Noor membicarakan jejak Jakob Sumardjo dalam sastra dan teater dalam acara diskusi tersebut yang digelar di Museum Kota Bandung, Selasa 26 Agustus 2025.

Buku karya Jacob Sumardjo, Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia, sering disebut sebagai buku pertama yang dapat menuliskan sejarah dan perjalanan teater di Indonesia secara komprehensif. Buku dengan tebal hampir 400 halaman tersebut tak hanya menyebutkan tokoh-tokoh dan peristiwa, tetapi juga menelusuri jejak-jejak seni pertunjukkan di Indonesia. Jejak seni pertunjukan yang dimulai dari ritual lalu berkembang menjadi sebuah teater tradisional yang kemudian mendapat pengaruh barat akibat kolonialisme dan kemudian memunculkan teater modern berbasis naskah. Dalam pemetaan Jakob, ia menekankan bahwa di Indonesia, naskah lahir setelah tradisi pertunjukkan tumbuh dengan kuat.

Hal yang membuat Jakob sangat unik pada buku tersebut adalah penjabaran sejarah teaternya dengan tidak menjejalkan teori-teori yang sudah ada. Bahkan referensi dalam daftar pustakanya tidak begitu banyak dan nyaris tidak ada yang berkaitan langsung dengan sejarah teater. Di bagian pengantarnya, Jakob menyebutkan bahwa buku tersebut lahir dari catatan-catatan untuk bahan perkuliahan sejarah, kliping-kliping dari majalah dan surat kabar, hingga dokumentasi pribadi.

Jakob sendiri mengakui dalam wawancara yang dilakukan secara terpisah bahwa buku tersebut memiliki tempat istimewa dalam perjalanannya selama berkarya. Ia mengatakan, awalnya karya ini berawal dari catatan-catatan kecil yang berujung menjadi sebuah buku. Pada masa itu, kata dia, masih belum ada yang menuliskan sejarah pertunjukan seni pertunjukan di Indonesia secara lengkap, yang ada hanya sebagian-sebagian dan itu pun berdasarkan masa.

Perjalanan Jakob tidak terbatas pada penelusuran teater di Indonesia. Pada 1980-an, Acep Zamzan, pembicara lainnya dalam diskusi, mengatakan bahwa Jakob sempat menjadi redaktur tamu di Pikiran Rakyat dan aktif dalam menulis komentar singkat pada cerpen-cerpen yang dimuat di media tersebut. Setiap cerpen yang dimuat tidak hanya dipublikasikan, tetapi juga diberi ulasan singkat olehnya, berharap penulis-penulis tersebut dapat belajar banyak dari jauh. Menurut Acep, penulis muda di Bandung pada masa itu sangat berhutang pada ulasan-ulasan yang pernah Jakob berikan.

Selain itu, Jakob juga menaruh perhatian pada sastra populer seperti roman picisan, sastra melayu rendah, hingga karya-karya sastra Tionghoa-Indonesia, jauh sebelum hal-hal tersebut ramai diperbincangkan. Menurut Acep, sikap Jakob kala itu menunjukkan ciri khasnya sebagai penulis yang tidak mengikut pada arus atau tren dan lebih mengikuti keyakinannya sendiri.

Perjalanan berkaryanya semakin meluas ketika ia mulai menekuni sastra Sunda saat memasuki tahun 1990-an. Ia menafsirkan ulang pantun, hingga naskah-naskah kuno yang sering dianggap hanyalah hiburan semata. Salah satunya adalah cerita Si Kabayan yang ternyata menurut tafsir Jakob, bukan sekedar tokoh yang lucu semata, melainkan sosok yang penuh akan nilai spiritual.

“Tidak banyak orang Sunda sendiri yang berusaha misalnya dengan tulus menafsirkan cerita-cerita pantun itu,” ucap Acep dalam diskusi.

Catatan-catatan kecil  Jacob Sumardjo. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)
Catatan-catatan kecil Jacob Sumardjo. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)

Baca Juga: Masjid An-Nuur Citi di Cibuntu, Menyemai Harapan di Saat Bandung Darurat Sampah
Menyaksikan ARA, Membaca Tubuh-tubuh Perempuan yang Melawan
Menyemai Generasi Perempuan Pemelihara Bumi di Aisyiyah Boarding School Bandung

Mengenal Lebih Dekat Jakob Sumardjo

Jakob Sumardjo merupakan seorang pemikir budaya dan kritikus sastra yang telah mengembangkan wacana filsafat Indonesia berbasis budaya etnik dan warisan lokal. Kariernya sebagai seorang filsuf dimulai dari ia menulis di kolom harian berbagai media arus utama, salah satunya di Pikiran Rakyat. Dalam perjalanan karyanya, ia telah menulis sebanyak 67 buku dengan beberapa buku yang membahas filsafat Indonesia di antaranya adalah Mencari Sukam Indonesia: Pendataan Kesadaran Keindonesiaan di Tengah Letupan Disintegrasi Sosial Kebangsaan (2003), Menjadi Manusia (2001), dan Arkeologi Budaya Indonesia (2002).

Selain menulis mengenai filsafat Indonesia, Jakob juga sering mengulas sastra Indonesia. Sejak akhir 1960-an, Jakob aktif dalam menulis esai dan kritik di media-media nasional. Sebagai kritikus, Jakob terkenal sebagai sosok yang tajam dan jujur dan tak jarang kritikannya menimbulkan kontroversi. Karya-karyanya antara lain, Elite Sastra dalam Budaya Massa (1980), Segi-Segi Sosiologi Sastra Indonesia (1981), Seluk Beluk Cerita Pendek (1981), dan Novel Populer Indonesia (1982).

Jakob juga pernah menerima berbagai penghargaan, di antaranya adalah Anugerah Kebudayaan dan Pariwisata pada tahun 2004, 2005, dan 2006; Satya Lencana Kebudayaan pada tahun 2010; dan Nabil Award pada tahun 2015. Jakob juga pernah dinobatkan sebagai Cendekiawan Berdedikasi oleh Kompas pada 2021.

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//