• Kolom
  • Mulung Tanjung #9: Berbahasa Sunda tidak Harus jadi Cameuh

Mulung Tanjung #9: Berbahasa Sunda tidak Harus jadi Cameuh

Kesalahan penulisan bahasa Sunda sudah sering terjadi termasuk di instansi-instansi pemerintah di Jawa Barat. Wilujeng, bukan wilujeung.

Ernawatie Sutarna

Ibu rumah tangga, peminat sejarah, anggota sejumlah komunitas sejarah di Bandung.

Mengenal aksara Sunda langkah awal mengaji manuskrip kuno nusantara. Akan sulit memahami isi manuskrip tanpa memahami huruf-huruf Sunda. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

7 September 2025


BandungBergerakKetika melewati atau berkunjung ke suatu kantor instansi pemerintah di wilayah Jawa Barat dan mendapatkan ucapan selamat datang dalam bahasa Sunda, inginnya bangga, tapi sering kali malah kecewa setelah membaca kata sambutan yang tertulis "WILUJEUNG SUMPING". Suka jadi heran, kenapa sih tidak berusaha tatanya pada ahli bahasa atau minimal browsing di internetlah yang gampang  tentang penulisan kata-kata dalam bahasa Sunda yang benar?

Saya pribadi juga tidak pinter-pinter amat berbahasa Sunda, tapi setidaknya ada usaha untuk bertanya, kalau kata paribasa Sunda mah 'bodo aléwoh' (bersedia untuk belajar dan mau bertanya, jangan malu jika tidak tahu, dan jangan merasa pintar jika sebenarnya tidak mengerti). Agak bisa memaklumi jika yang melakukan kesalahan penulisan itu adalah mereka yang bukan USA (Urang Sunda Asli), tapi yang membuat tidak habis pikir itu adalah kesalaham penulisan di instansi-instansi pemerintah. Kacida!

Antara É, E, dan EU  

Di dalam bahasa Sunda selain huruf vokal a, i, u, e taling yang ditulis é, dan o, ada pula e pepet dan eu. É dibaca seperti bunyi huruf e dalam kata tempe, atau dalam bahasa Sunda ditulis é (témpé). E pepet dibaca seperti bunyi huruf e dalam kata kemarau, dalam bahasa Sunda ditulis e.

Eu dalam bahasa Sunda adalah fonem vokal tersendiri yang berbeda dari e dalam tempe ataupun kemarau. Eu terdapat pada banyak kata dalam bahasa Sunda. Cara mengucapkan bunyi vocal eu ini dengan sedikit memajukan dagu kita saat mengucapkannya.

Adanya bunyi eu dalam bahasa Sunda cukup memberi kesulitan pada mereka yang bukan berasal dari suku Sunda sehingga banyak pelafalan kata dalam bahasa Sunda yang pengucapannya menjadi berbeda, misalnya Cibeureum menjadi Cibeurem. Tapi fenomena yang banyak terjadi sekarang justru penulisan kata yang menggunakan e pepet yang ditulis dengan menggunakan eu, misalnya mangga lebet ditulis mangga leubeut, padahal kata lebet dan leubeut adalah dua kata yang mempunyai arti yang jauh berbeda.

Contoh beberapa kata yang menggunakan bunyi é, e, dan eu.

Kata dalam bahasa Sunda dengan huruf é beserta artinya, misalnya hésé: susah, léwéh: menangis, simpé: sepi, téké: getok, horéam: malas, torék: tuli, dongéng: dongeng, katél: wajan, bahé: tumpah, épés méér: penakut, kéok: kalah, méré: memberi, mésér: membeli, tétéh: kakak perempuan, dan banyak lagi.

Kata dalam bahasa Sunda dengan huruf e,  di antaranya  wengi: malam, sedep: suka, doyan, leres: benar, pinter: pintar, weweg: kokoh, endog: telur, elap: lap, enya: iya, ema: ibu, sumanget: semangat, sidakep: melipat tangan di depan dada, metet: penuh, seseg: kokoh, lebet: masuk, ka lebet: ke dalam, kandel: tebal, dan lain-lain.

Kata dalam bahasa Sunda dengan huruf eu, anjeun: kamu, beureum : merah, ceurik : menangis, deui: lagi, eureun: berhenti, euweuh: tidak ada, jeung: dan, leuweung: hutan, peuyeum: tape singkong, seueur: banyak, henteu: tidak, euyeub: padat; penuh, eungap: sesak, keueum: rendam, keukeuh: teguh pendirian, leupeut: makanan yang terbuat dari beras, dibungkus daun pusang (sejenis lontong), lieur: pusing, seueul: mual, cameuh: area wajah bagian bawah terutama dagu relatif lebih maju dan lebih  panjang, baseuh: basah, leubeut: lebat (untuk buah, daun, bunga), beuleum: bakar (biasanya pada benda kecil atau makanan), beuleum peuyeum: tape bakar, beuleum peda: peda bakar. 

Baca Juga: MULUNG TANJUNG #7: Bermain Kata dalam Fiksi Mini
MULUNG TANJUNG #8: Upaya Menjaga Umur Panjang Bahasa Daerah dengan Fiksi Mini Sunda

Kesalahan Penulisan yang Marak

Di tengah semangat untuk melestarikan bahasa daerah, dalam hal ini bahasa Sunda, banyak sekali yang mencoba menulis dengan bahasa Sunda atau menyelipkan satu atau dua kata dalam bahasa Sunda di media sosial ataupun di dalam percakapan tertulis di aplikasi-aplikasi percakapan yang tersedia saat ini. Namun disayangkan banyak yang tidak peduli dengan cara penulisan yang benar. Lucunya malah nyerenteng jika diberi penjelasan tentang cara penulisan yang benar.  

Di bawah ini ada beberapa contoh percakapan yang sering terjadi dan cukup menggelitik, mengundang tawa, tapi lumayan membuat kesal juga:  

Nu peunting seri (seharusnya, nu penting seuri), mangga ka leubeut (mangga ka lebet), hayu urang ngaleet (hayu urang ngaleueut), wilujeung sonteun (wilujeng sonten), jadi orang jangan kekeh (jadi orang jangan keukeuh), lalab sambeul (lalab sambel), meureukeudeuweung (merekedeweng), punteun (punten).

Sebetulnya masih banyak sekali, saya hanya sekadar memberikan contoh yang kebetulan sering saya temukan.  

Mungkin untuk orang lain itu bisa dimaklumi dan tidak menjadi masalah, tetapi untuk saya pribadi merasa punya tanggung jawab untuk meluruskan, karena kebetulan saya tahu penulisan yang benar dan saya merasa sebagai urang Sunda yang ingin bahasanya tetap hidup dan digunakan dengan baik. Sayangnya tidak semua orang bisa menerima kalau dia telah melakukan kesalahan. Untuk mereka yang merekedeweng akhirnya saya mengambil sikap ya sudahlah, yang penting saya sudah memberi tahu dan mencoba meluruskan, selanjutnya nya kajeun.

Ada pula yang berpendapat bahwa é itu untuk kata-kata berbunyi e pepet. Pada sebuah artikel yang saya temukan di Google saya membaca hal ini:

Lambang huruf é termasuk khas bahasa Sunda. Misalnya diterapkan dalam kata 'péngki' (wadah untuk mengeduk sampah), 'éma' (ibu), 'wéngi' (malam), 'lémpéng' (lurus), 'résép' (suka, senang), 'sédéng' (sedang, ukuran M). Hal ini pun sangat  membuat cemas akan kelangsungan hidup bahasa Sunda.

Dengan kenyataan seperti itu sisi positifnya adalah masih banyak orang yang berusaha menjadi penutur bahasa Sunda dengan segala keterbatasannya. Dan kita tetap harus bersyukur dengan kenyataan itu. Walaupun tentu saja tetap harus diberikan edukasi tentang cara penulisan kata-kata bahasa Sunda yang benar sebagai salah satu upaya menjaga kelestariannya. Dan kita akan banyak menemukan mereka yang merekedeweng, keukeuh peuteukeuh dengan apa yang mereka pahami. Sing sabar

Satu hal yang pasti, setiap membaca tulisan yang banyak berhias huruf eu yang tidak pada tempatnya itu membuat saya suka merasa ngadadak cameuh. Heuheuy deudeuh.

*Kawan-kawan yang baik, silakan menengok tulisan-tulisan lain Ernawatie Sutarna atau artikel-artikel lain tentang Sejarah Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//