• Opini
  • Menyoal Informasi di Media Sosial tentang Ancaman Gempa Bumi Sesar Lembang yang Meresahkan

Menyoal Informasi di Media Sosial tentang Ancaman Gempa Bumi Sesar Lembang yang Meresahkan

Media sosial diramaikan dengan kabar ancaman bencana gempa bumi terkait Sesar Lembang. Informasi yang beredar menimbulkan kebingungan dan rasa takut masyarakat.

Anna Joestiana

Ketua Relawan Penanggulangan Bencana Lembang

Hamparan bangunan dan permukiman di Kota Bandung terlihat dari balik gawir Sesar Lembang di Tebing Karaton, Desa Ciburial, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Minggu (19/9/2021). Penelitian menyebut Kota Bandung sebagai salah satu kawasan paling terdampak oleh potensi gempa bumi sesar ini. (Foto: Miftahudin Mulfi/BandungBergerak.id)

9 September 2025


BandungBergerak.id – Beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 14 Agustus  2025,  terjadi gempa bumi di daerah Pasirlangu dan Jambudipa di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Menurut BMKG, gempa tektonik M1,9 itu terjadi pada sore tadi pukul 16.13 WIB. Dengan memperhatikan lokasi episentrum dan kedalaman hiposentrumnya, gempa yang terjadi merupakan jenis gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) dipicu aktivitas Sesar Lembang Segmen Cimeta.

Sejak saat itulah media sosial diramaikan dengan informasi seputar Sesar Lembang. Namun sayangnya informasi yang beredar tersebut menimbulkan kebingungan dan rasa takut di masyarakat. Salah satu informasi yang beredar misalnya “Sesar Lembang Picu Gempa Bumi Dahsyat 6-7 SR dalam Waktu Dekat”, “Gunung Batu Tiba-tiba Naik 400 Meter”, “Gempa Kecil Beruntun, Pertanda Pembuka Gempa Besar”, dan “Gempa Sesar Lembang Hancurkan Seisi Kota Bandung, yang Paling Parah Gedebage”.

Bermacam-macam respons masyarakat. Ada yang mulai mengikuti kegiatan simulasi gempa bumi, ada yang pasrah terhadap ancaman gempa besar, bahkan ada yang mengabaikan pemberitaan tersebut. Sedangkan respons pemerintah, mulai sibuk melaksanakan kegiatan simulasi gempa bumi dan menentukan titik evakuasi.

Menghadapi situasi ini, Relawan Penanggulangan Bencana Lembang (RPBL) mencoba meresponsnya dengan menginformasikan kembali kepada masyarakat terkait isu-isu Sesar Lembang agar masyarakat mendapatkan informasi yang jelas dan tidak menakutkan.

Pertama, berdasarkan beberapa kajian dari para ahli bahwa apabila Sesar Lembang sepanjang 29 kilometer bergerak maka berpotensi akan menghasilkan gempa sebesar 6,5-7 SR. Menurut penulis, kalimat ini belum selesai, harus ditambah dengan kalimat berikutnya, yaitu bahwa Sesar Lembang bukan merupakan garis lurus tunggal, namun merupakan garis yang terpotong-potong menjadi 6 bagian.

Mengutip pendapat dari Awang Harun Satyana (2021), bahwa interpretasi Sesar Lembang dapat memicu gempa berkekuatan 6,5 - 7 Magnitudo berdasarkan total panjang rekahannya adalah sesuatu yang kurang tepat. Sebab, meski memiliki total panjang 29 kilometer, Sesar Lembang terbagi menjadi 6 segmen dengan panjang masing-masing 4 kilometer sampai 6,5 kilometer. Dan sambungan antar segmen itu ada yang berupa belokan releasing dan restraing. Sambungan antarsegmen itu akan melemahkan gaya yang ada. Jadi, sangat sulit bagi semua segmen Sesar Lembang untuk bergerak bersamaan dan menghasilkan gempa besar.  

Pendapat serupa disampaikan oleh Iyan Haryanto (2025), bahwa Sesar Lembang adalah patahan yang terbagi menjadi 6 segmen. Artinya risiko terjadi gempa besar relatif lebih kecil karena sesarnya lebih pendek. Kemudian juga Teguh Rahayu (2019) mengatakan bahwa potensi gempa Sesar Lembang yang berpotensi mengakibatkan gempa dengan magnitudo 6,8 itu bersumber dari Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017 yang sampai sekarang belum dimutakhirkan. Juga, berdasarkan riwayat atau sejarahnya, belum pernah terjadi rilis atau pelepasan energi gempa dari seluruh segmen Sesar Lembang.

Kedua, Gunung Batu (sesar bagian timur) tidak muncul tiba-tiba setinggi 400 meter, namun peristiwa tersebut terjadi ratusan ribu tahun yang lalu. Eko Julianto (2023) menyatakan bahwa awal mula terbentuknya Sesar Lembang tidak secara bersamaan. Untuk sisi sebelah timur terbentuk sekitar 180 ribu-200 ribu tahun yang lalu bersamaan dengan sebuah peristiwa letusan Gunung Api Sunda Purba. Kemudian sisi barat terbentuk sekitar 50ribu-60 ribu tahun yang lalu bersamaan dengan letusan gunung. Karena itu sesar bagian timur memiliki ketinggian mencapai 400 meter dari kakinya. Sedangkan segmen barat hanya sekitar 40-an meter.

Pendapat yang sama dikatakan Rasmid (2014), bahwa Sesar Lembang terbagi menjadi dua segmen yaitu segmen barat dan segmen timur. Segmen timur terbentuk lebih awal yaitu 200 ribu tahun yang lalu, sedangkan segmen barat yang terbentuk 27 ribu tahun yang lalu. Kedua segmen tersebut bertemu di wilayah bagian tengah tepatnya di perbukitan sekitar Gunung Batu-Boscha, kedua segmen ini tidak tepat segaris, tetapi membentuk offset sekitar 200-300 meter. Untuk zona timur penampakannya sangat jelas sekali, dicirikan oleh tebing sangat terjal dengan beda tinggi relatif dari 75 meter di bagian barat sampai 450 meter di bagian timur.

Ketiga, hasil monitoring BMKG, sejak 24 Juli 2025 Sesar Lembang mengalami peningkatan aktivitas kegempaan, khususnya Segmen Cimeta (Sesar Lembang bagian Barat) yang dirasakan warga, yaitu : M1,8 (24 Juli 2025), M2,1 (28 Juli 2025), M1,9 (14 Agustus 2025) dan M1,8 (15 Agustus 2025), M2,3 (19 Agustus 2025), M1,7 (20 Agustus 2025).

Dikatakan di media sosial bahwa gempa-gempa kecil beruntun tersebut merupakan pembuka atau pertanda akan terjadi gempa besar. Padahal menurut hemat penulis yang awam, bahwa gempa-gempa kecil tersebut justru akan melemahkan energi karena sudah dilepaskan terlebih dulu, istilah masyarakat “sudah dicicil duluan” sehingga tidak akan terjadi gempa besar.

Terkait hal ini, Iyan Haryanto (2025) mengatakan dari sejarahnya gempa Sesar Lembang memang tidak pernah besar, magnitudo umumnya kurang dari 4. Ia tidak meyakini meningkatnya aktivitas Sesar Lembang saat ini bakal menimbulkan gempa yang besar karena Sesar Lembang adalah sesar yang terbagi menjadi 6 segmen. Artinya risiko terjadi gempa besar relatif lebih kecil karena sesarnya lebih pendek.

Hal yang serupa dikatakan Awang Harun Satyana (2018), berdasarkan kajian beberapa ahli rata-rata pergerakan sesar Lembang adalah 1,5-2,0 mm per tahun. Pergerakan itu, disebut bisa menyebabkan gempa dengan magnitudo maksimal 6,5-6,8. Menurutnya, perhitungan ini baru bersifat perkiraan, bukan kepastian. Karena pada kenyataannya gempa-gempa terbaru yang terjadi di sekitar Sesar Lembang berada di Magnitudo 2,9-3,3 ini pun hanya di segmen-segmen tertentu. Ia meragukan bahwa Sesar Lembang benar-benar dapat menghasilkan gempa bumi hingga sebesar 6,5 - 7 Magnitudo karena gempa-gempa yang tercatat pernah terjadi di Sesar Lembang selama ini hanyalah gempa-gempa kecil. Kita bisa lihat bangunan Teropong Bintang Bosscha yang dibangun sejak lama tepat di jalur Sesar Lembang tidak ada retakan atau kerusakan. Artinya Sesar Lembang tidak terlalu aktif.

Baca Juga: Indonesia Rawan Gempa Bumi Merusak, Patahan Lembang tidak boleh Dilupakan
Memahami Mitigasi Bencana dengan Menyusuri Sesar Lembang
Memetakan Sesar Aktif Jawa Barat setelah Guncangan Gempa dari Bandung hingga Bekasi

Daerah Terdampak Menurut Risikonya

Keempat, bahwa gempa Sesar Lembang akan menghancurkan seisi kota Bandung, yang paling parah adalah Gedebage. Kalimat ini pun perlu dikoreksi kembali karena menurut penulis, untuk menentukan daerah yang paling parah atau berisiko tinggi adalah ditentukan oleh tingginya kerentanan dan rendahnya kapasitas, bukan semata-mata karena lapisan tanah di Gedebage merupakan lapisan tanah sisa danau purba.

BMKG dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengelompokkan daerah yang terdampak menurut tingkat risikonya, yaitu :

  1. Zona Merah (Risiko Tinggi): Kecamatan Cimahi Selatan dan Cimahi Utara, dengan risiko kerusakan bangunan tinggi. Kemudian Kecamatan Lembang, Parongpong, Cisarua, dan Ngamprah berada di jalur sesar, dengan potensi longsor dan kerusakan infrastruktur. Serta Kota Bandung bagian utara seperti Dago, Ciumbuleuit, dan Cidadap berisiko tinggi karena kedekatan dengan sesar.
  2. Zona Kuning (Risiko Sedang): yaitu Kota Bandung bagian Tengah dan Selatan seperti kecamatan Lengkong, Buahbatu, dan Gedebage mungkin mengalami goncangan sedang, dengan risiko kerusakan ringan hingga sedang. Kemudian Kabupaten Bandung seperti Soreang dan Banjaran berpotensi terdampak goncangan, namun dengan intensitas lebih rendah dibandingkan zona merah.
  3. Zona Hijau (Risiko Rendah): yaitu Kabupaten Sumedang seperti Jatinangor mungkin hanya merasakan goncangan ringan dan Kabupaten Garut bagian utara yang memiliki risiko rendah, namun tetap perlu waspada.

Ancaman bencana gempa bumi Sesar Lembang adalah urusan bersama. Kita semua harus mempersiapkannya dengan melakukan upaya-upaya mitigasi bencana untuk meminimalisir risiko bencana. Beberapa hal yang dapat dilakukan masyarakat yaitu seperti menyiapkan tas emergency, menentukan rencana evakuasi dan titik kumpul, serta doa bersama.

Sedangkan untuk pemerintah yaitu pertama, segera membentuk wadah relawan seperti Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) dan Desa Tangguh Bencana (Destana) di setiap desa agar partisipasi dan kesiapsiagaan masyarakat meningkat. Kemudian kedua, secepatnya mengimplementasikan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) ke setiap sekolah. Berdasarkan data dari BPBD Bandung Barat tahun 2023, terdapat 93 bangunan sekolah yang berada di zona Sesar Lembang. Dan yang ketiga, mensosialisasikan bangunan tahan gempa ke masyarakat.

 

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//