• HAM
  • KBMB Menuntut Malaysia agar Menghentikan Penangkapan Buruh Migran Indonesia

KBMB Menuntut Malaysia agar Menghentikan Penangkapan Buruh Migran Indonesia

Hasil investigasi KBMB mengungkap sedikitnya 12 orang buruh migran Indonesia yang ditahan di PTS Tawau, Sabah, telah meninggal dunia.

Koalisi Buruh Migran Berdaulat melakukan aksi di depan Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta, Kamis (25/112021). Aksi ini menuntut dihentikannya operasi penangkapan buruh migran di Malaysia. (Dok. KBMB)

Penulis Iman Herdiana26 November 2021


BandungBergerak.idInvestigasi yang dilakukan Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) mengungkap temuan miris. Banyak buruh migran tak berdokumen asal Indonesia yang terjaring operasi penangkapan buruh migran mendapat perlakuan tak manusiawi.

Tindak lanjut dari temuan itu, Koalisi Buruh Migran Berdaulat melakukan aksi di depan Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta untuk menyerahkan petisi, Kamis (25/112021). Aksi ini sekaligus hari pertama kampanye16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP).

Investigasi KBMB mengungkap berbagai praktik penghukuman dan perlakuan merendahkan dan tidak manusiawi di pusat penahanan sementara kepada migran perempuan. Kerentanan yang dialami perempuan buruh migran menjadi penanda bahwa ketidakadilan masih terus dialami oleh perempuan.

“Negara sebagai otoritas memiliki tanggun jawab penuh, namun kerap abai sehingga menyebabkan penindasan berlapis pada perempuan dari proses perekrutan hingga di pusat penahanan sementara,” demikian pernyataan Koalisi yang dikutip Jumat (26/11/2021).

Pada 31 Agustus 2021, setelah melakukan proses investigasi, KBMB membuat petisi online memprotes berbagai operasi penangkapan buruh migran tak berdokumen di tengah situasi pandemi. Petisi ditujukan kepada berbagai otoritas di Sabah yang bertanggung jawab atas berbagai operasi penangkapan massal, seperti Jawatan Imigrasi Malaysia (JIM) Negeri Sabah, Menteri Besar (Chief Minister) Sabah, dan Jawatan Kesihatan Negeri Sabah.

Sampai hari inim petisi tersebut telah mendapatkan dukungan dari 313 individu dan organisasi dari Indonesia, Malaysia maupun negara lainnya. Pada aksi tersebut, Koalisi menyerahkan langsung petisi tersebut kepada perwakilan pemerintah Malaysia di Indonesia.

“Penyerahan petisi tersebut juga merupakan bentuk protes kami kepada pemerintah Sabah, Malaysia, yang masih terus melakukan berbagai operasi penangkapan berskala besar, walau sudah terbukti tidak efektif dalam menekan lajupenularan Covid-19,” lanjut pernyataan Koalisi.

Namun, perwakilan dari Kedutaan Besar Malaysia yang menemui massa aksi menolak memberikan komentar atas situasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia, termasuk Hak Asasi Perempuan yang dialami oleh buruh migran Indonesia.

Bersamaan dengan penyerahan petisi tersebut, KBMB menyampaikan temuan investigasi dengan wawancara mendalam dengan sebanyak 25 buruh migran yang baru saja dideportasi dari sebuah Pusat Tahanan Sementara (PTS), di Tawau, Sabah, Malaysia. Dari mereka terungkap betapa memburuknya kondisi para buruh migran dan keluarganya yang ditangkap dan ditahan di pusat tahanan sementara dan lokasi-lokasi serupa tahanan lainnya di Sabah, Malaysia.

Wawancara mendalam dilakukan di shelter milik pemerintah di pulau Nunukan sepanjang 23–27 Oktober 2021. Berdasarkan wawancara tersebut Koalisi menemukan setidaknya empat pelanggaran HAM yang berlaku massal, sistematis dan rutin:

1. Penghukuman dan perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan masih terus berlangsung di PTS Tawau, Sabah, Malaysia. Bentuk-bentuk penghukuman dan perlakuan tidak manusiawi tersebut meliputi pemukulan, pengeroyokan oleh petugas PTS kepada deportan yang dianggap melakukan kesalahan berat, dipaksa duduk jongkok berjam-jam, dan duduk diteralis besi selama berjam-jam;

2. Masih buruknya kondisi di dalam PTS Tawau, Sabah, Malaysia. Hal ini meliputi ketiadaan air bersih di dalam PTS yang masih terus berlanjut sampai saat ini. Akibatnya, hampir seluruh tahanan mengalami penyakit kulit parah seperti scabies dan kekurangan gizi;

3. Pemborgolan selama 24 jam per hari, 7 hari seminggu, selama satu sampai dua bulan di lokasi penahanan transit. Akibat dari tingginya jumlah penangkapan dibandingkan jumlah deportasi, hal ini membuat baik penjara maupun pusat tahanan imigrasi Tawau menjadi semakin sesak. Hal itu bukannya diatasi dengan menghentikan penangkapan massal dan mempercepat proses deportasi, namun direspons dengan menciptakan lokasi-lokasi penahanan transit sebelum deportan dikirim dari penjara ke pusat tahanan imigrasi;

4. Tingginya angka kematian di dalam PTS Tawau, Sabah. Akibat kondisi yang buruk di dalam PTS dan hampir tidak adanya akses terhadap layanan kesehatan, banyak tahanan yang kemudian mengalami sakit. Beberapa dari mereka terlambat mendapatkan perawatan. Hal ini menyebabkan banyak tahanan yang meninggal di dalam PTS.

Baca Juga: Buruh: Katanya mau Pemulihan Ekonomi, tapi UMP cuma Naik 30.000
Demonstrasi Guru di Bandung Menuntut Diangkat Menjadi PNS

Sebanyak 12 Buruh Migran Meninggal 

Dari hasil wawancara itu, diketahui bahwa di blok laki-laki khusus warga negara Indonesia yang dihuni oleh sekitar 210 tahanan, dalam jangka waktu 4 bulan, setidaknya ada sembilan tahanan yang meninggal. Di blok perempuan khusus warga negara Indonesia, setidaknya ada tiga tahanan yang meninggal selama 3 bulan.

“Dengan demikian, hanya dalam waktu 4 bulan sedikitnya 12 tahanan PTS Tawau, Sabah, yang merupakan warga negara Indonesia telah meninggal dunia,” ungkap Koalisi.

Berdasarkan temuan tersebut, Koalisi Buruh Migran Berdaulat mendesak agar otoritas Sabah segera menghentikan segala bentuk operasi penangkapan kepada migran tak berdokumen. Hanya dengan menghentikan segala bentuk operasi penangkapan inilah migran akan merasa aman dan tidak perlu bersembunyi dari otoritas. Dengan demikian upaya-upaya untuk mencegah penyebaran virus Covid-19, termasuk melalui vaksinasi kepada populasi yang hidup di Sabah menjadi lebih mudah dilakukan.

Berikutnya, Koalisi menuntut penghentian segala bentuk penyiksaan, penghukuman, perlakuan tidak manusiawi, dan merendahkan kepada seluruh tahanan imigrasi;

Memperbaiki kondisi di dalam PTS, memenuhi standar minimum penahanan orang di dalam PTS, termasuk memberikan akses terhadap air bersih, makanan, dan akses kesehatan yang layak;

Menghentikan praktik pemborgolan, termasuk juga segera melakukan penyelidikan untuk kemudian mengadili dan menghukum mereka yang dianggap bertanggung jawab atas seluruh praktik penyiksaan dan kematian di dalam pusat tahanan sementara di Tawau, Sabah.

Perlu diketahui, Koalisi Buruh Migran Berdaulat adalah gerakan masyarakat sipil yang peduli dengan isu pemenuhan dan perlindungan hak-hak buruh migran Indonesia. Koalisi ini awalnya dibentuk sebagai respons atas berbagai kondisi yang dihadapi buruh migran Indonesia dalam situasi pandemi Covid-19.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//