MEMORABILIA BUKU (20): Menjadi Panitia Pameran di Konferensi Internasional Budaya Sunda 2011
Konferensi Internasional Budaya Sunda tahun ini akan digelar dalam suasana pandemi secara daring, 1-3 Desember 2021 mendatang.
Deni Rachman
Pemilik Lawang Buku, pegiat perbukuan, dan penulis buku Pohon Buku di Bandung.
28 November 2021
BandungBergerak.id - Sepuluh tahun sudah Konferensi Internasional Budaya Sunda (KIBS) yang ke-2 terselenggara. KIBS merupakan konferensi bertaraf internasional untuk mewacanakan segala aspek kebudayaan Sunda. Tahun ini dalam kondisi pandemi, konferensi ke-3 yang bertema Merambah Jalan Baru Kebudayaan Sunda, akan digelar melalui daring pada 1-3 Desember 2021 mendatang.1-3 Desember 2021 mendatang.
Saat itu di KIBS ke-2 tahun 2011, Ceu Etti RS sebagai wakil ketua dan Kang Rahmat Taufik Hidayat sebagai Bendahara konferensi mengajak saya bergabung dalam kepanitiaan sebagai koordinator pameran. Tempat pameran diselenggarakan di Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK), sedangkan tempat konferensi seperti halnya KIBS ke-1 (tahun 2001) berlangsung di Gedung Merdeka. Sepanjang ingatan saya, setiap acara yang digagas Kang Ajip Rosidi selalu tak luput dari pameran buku. Di KIBS kali itu, pameran meliputi pameran perpustakaan, bursa buku, serta bursa kriya, dan kuliner.
Masa Persiapan
Konferensi Internasional Budaya Sunda ke-2 menautkan kegiatannya pada 19 hingga 22 Desember 2011, diselenggarakan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage. Sejak tiga bulan sebelumnya kesibukan mulai terasa di kantor sekretariat di Jalan Garut No. 2. Saat itu, belum berdiri tegak Perpustakaan Ajip Rosidi seperti sekarang. Sekretariat itu masih berupa gedung tua berhalaman luas. Di sana-sini sudah tampak beberapa ruangan yang dibongkar. Kesan seram akan lebih terasa kalau gedung ini tak ditempati.
Rapat-rapat kecil sering diadakan di ruangan depan dipimpin oleh Ceu Etti dan Kang Rahmat. Satu waktu rapat bersama dilakukan pula di kampus Unpad Dipati Ukur yang dipimpin langsung oleh Ketua KIBS 2, Kang Ganjar Kurnia. Sebagai tim pameran, saya menyiapkan tim pelaksana, konsep kegiatan, timeline, dan tentunya berapa biaya yang dibutuhkan.
Di awal perekrutan tim pelaksana pameran, pertama-tama saya mengajak Jiman Suhadi. Selain karena sudah kenal akrab menjadi tim panitia Hari Buku Sedunia di tahun 2010, Jiman juga merupakan alumnus Jurusan Sastra Sunda Unpad. Momen KIBS ini sekiranya akan menjadi pengalaman dalam dunia kesundaan bagi Jiman dan rekannya – Cici dan Fiana, yang kemudian turut bergabung. Tim teknis sebanyak 4 orang ini dibantu oleh Agus dan Teny yang bertugas saat hari H.
Keakraban cepat terjalin karena satu sama lain sudah saling mengenal. Saya yang mengoordinasi pameran bersama Ua Sasmita, Teh Ellin, dan Kang Rahmat. Ua Sasmita saat itu menjadi kurator pameran. Jiman menjadi penanggung acara, Cici sebagai bendahara, dan Fiana sebagai seksi logistik.
Susunan Kepanitiaan
Susunan kepanitian KIBS ke-2 yang mengambil tema Revitalisasi Budaya Sunda: Peluang dan Tantangan dalam Dunia Global, secara umum terbagi menjadi 4 bagian: Penanggung Jawab, Penasihat, Pengarah (Steering Committee), dan Pelaksana (Organizing Committee). Saya tertera dengan nama Deni Lawang bersama Ua Mamat Sasmita dan Teh Ellin RS, masuk ke dalam Panitia Pelaksana (lihat Foto Susunan Kepanitiaan), saya kutip langsung dari Buku Panduan KIBS ke-2.
Baca Juga: MEMORABILIA BUKU (17): Mengunjungi Penerbit Pustaka Sinar Harapan di Jakarta
MEMORABILIA BUKU (18): Demo di Depan Gedung Merdeka
MEMORABILIA BUKU #19: Tiga Tahun Menyelenggarakan Hari Buku Sedunia di Bandung
Sutan Sjahrir dan Sejarah Gedung YPK
Gedung YPK yang nantinya akan menjadi area pameran merupakan gedung yang memiliki nilai historis di Bandung. Gedung yang beralamat di Jalan Naripan No. 7, berdurasi 10 menit jika berjalan kaki dari gedung utama konferensi di Gedung Merdeka.
Mulanya gedung ini menurut buletin Serba-serbi KIBS 2 bernama Villa Evangeline. Tahun 1904 menjadi kantor surat kabar Medan Prijaji pimpinan R.M. Tirto Adhi Soerjo. Selanjutnya menjadi Societeit Ons Genoegen yang fungsi awalnya sebagai tempat berkumpul orang-orang Indo Belanda dan Belanda dari golongan rendah. Dari kalangan elitenya, biasanya berkumpul di Societeit Concordia yang sekarang menjadi Gedung Merdeka. Kedua gedung ini rupanya sudah saling bertautan sebagai tempat berkumpul sejak dahulu, hingga kemudian di KIBS 2 menjadi tempat berkumpul para pegiat kebudayaan.
Bentuk Gedung YPK sekarang adalah hasil renovasi aristek GL Bel tahun 1930. Di tahun-tahun itu, gedung ini dimanfaatkan pula untuk rapat, pidato politik, dan perjuangan kebangsaan melalui kegiatan teater. Ketika Sutan Sjahrir bersekolah menengah di Bandung (1926-1929), ia kerap mementaskan sandiwara Batovis di gedung ini (Rudolf Mrazek, 1996). Batovis merupakan singkatan dari Bandoengsche Toneel Vereeniging van Indonesische Studenten atau Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia di Bandung. Sutan Sjahrir muda yang cerdik pandai dan fasih banyak bahasa adalah seorang sutradara, penulis, dan sesekali bermain menjadi aktor. Saat pementasan, Sjahrir dkk. pernah mengganti nama gedung ini menjadi Thons (Tot Heil Onzer Nationale Strijders, atau Untuk Menyambut Para Pejuang Nasional Kita).
Baru pada tahun 1949, gedung ini berganti nama menjadi Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK) dengan para pendiri: A. Poeradiredja, S. Joedawinata, T.A. Soenarja, L.K. Snijder, Masdoeki, Moehamad Koerdi, Tan Hwat Tjiang, Winagoen, Berdaja, dan M. Lamers.
Pada tahun 1950-1990, gedung YPK kerap menjadi tempat ‘ngumpul’ para budayawan Bandung seperti Suyatna Anirun, Ajip Rosidi, Rustandi Kartakusumah, RAF, dkk. Beberapa media massa juga pernah berkantor di sana seperti Warta Bandung, Harian Berdikari, dan Bandung Pos. Sekretariat LBSS dan Caraka Sundanologi juga berkantor di sana. Gedung ini semakin legendaris dengan seringnya menjadi tempat pergelaran wayang golek.
Di masa 10 tahun ke belakang, saya kerap menghadiri pameran lukisan, pameran foto, dan diskusi publik di gedung ini. Saat 60 tahun KAA, para fotografer memamerkan hasil karya jepretannya. Di tahun 2019, saya sempat hadir atas undangan Topik Mulyana di acara pameran “Bertolak dari yang Ada” yang memamerkan dan mendiskusikan seluruh karya sang maestro Putu Wijaya. Saat ini, di gedung ini kerap diadakan pameran lukisan yang diselenggarakan oleh Institut Drawing besutan Kang Isa Perkasa, Holis, dkk.
Biaya Operasional dan Undangan Kepesertaan
Di bulan November, kami ‘cek ombak’ ke gedung YPK sambil memperkenalkan diri kepada pengelola YPK, Teh Lenny. Ia menjelaskan terkait penggunaan ruangan dan biaya kebersihan. Setelah itu kami diajak berkeliling ruangan gedung YPK. Ruang utama pameran akan dilangsungkan di ruangan depan. Sedangkan untuk rapat teknis memakai ruangan tengah gedung. Dengan bentuk ruangan utama yang memanjang, setidaknya bisa disediakan 35 meja dan area panggung yang menempel ke dinding sebelah barat. Pintu masuk melalui pintu utama yang menghadap Jalan Naripan. Sedangkan pintu alternatif keluar bisa melalui ruangan tengah lalu ke belakang menuju arah samping kanan gedung. Toilet tersedia masih di dalam gedung, berseberangan dengan ruangan panitia pameran. Sedangkan mushola dan kantin terletak di luar gedung.
Data-data kebutuhan operasional setelah lengkap dimasukkan ke dalam rencana anggaran biaya yang tembus di angka Rp 10 juta. Biaya yang tergolong besar yaitu pengadaan meja, sound system, biaya pameran perpustakaan, upah panitia, dan konsumsi. Setelah disampaikan kepada Bendahara, ia menyarankan untuk memangkas biaya menjadi setengahnya. Meski sudah menekan seluruh biaya, namun hingga awal bulan Desember, saya sempat was-was juga karena dana masih belum tersedia.
Sambil menunggu cairnya dana, saya meminta Jiman untuk membuat rundown acara, mengundang para penampil, dan mulai 11 Desember 2011 menawarkan pameran kepada rekanan dan komunitas yang berminat mengisi meja pameran. Sedianya para peserta pameran tidak akan dikenakan biaya, namun berhubung dana operasional yang terbatas akhirnya peserta dikenakan biaya sebesar Rp 100.000 selama 4 hari dengan fasilitas meja, kursi, makan, dan sertifikat. Adapun untuk pengunjung pameran tidak dikenakan bea masuk pameran alias gratis.
Technical Meeting
Dua hari menjelang pelaksanaan, kami mengundang para peserta pameran untuk menghadiri rapat teknis. Rapat teknis saat itu dihadiri oleh 13 peserta. Nampak Ua Sasmita juga hadir selaku kurator dan pemilik Rumah Baca Buku Sunda yang sebagian koleksinya akan dipamerkan.
Pameran ini dibagi ke dalam beberapa zona dengan rincian sebagai berikut:
A. Zona Pameran (No. meja: 28 – 35)
- Rumah Baca Buku Sunda
- Sanggar Seni YPK
- Bank BJB
B. Zona Bursa Buku (No. meja: 1 – 6, 18 – 27)
- Kiblat Buku Utama
- LawangBuku
- Lumbung Pustaka
- Jaringan Buku Alternatif
- PT Lentera Abadi
- Penerbit Pusbitari
- Lapak Buku Ujang
C. Zona Kriya (No. meja: 7 – 11)
- Mahanagari
- Edi Dolan
- NZ Accessories
- Saung Angklung Udjo
- Anggraeni Craft
D. Zona Kuliner (No. meja 12 – 17)
- Elang Snack
- Kiripik Sukun
- Jengkol Criuk Ceu Dodoh
- Pasca Sari UKM
- Dede Unique
Penentuan nomor meja dilakukan dengan cara dikocok berdasarkan nama peserta, untuk kemudian peserta yang terpilih lebih dulu dipersilakan memilih nomor meja yang diinginkan sesuai zona. Proses masuk barang dilakukan H-1, di hari Minggu 18 Desember 2011 selama jam kerja.
Empat hari Pameran: 19-22 Desember 2021
Guna mengisi suasana pameran supaya lebih meriah, sedari awal saya mengajukan konsep pengisi acara di panggung kecil. Pada saat pembuka di hari pertama, kami bahagia sekali mendapat kontribusi penampilan tari rengkak mojang dan ronggeng nyentrik dari beberapa penampil tari dan seni pantomim dari Wanggi Hoed. Beberapa acara harian secara umum sebagai berikut:
Senin, 19 Desember: Kaulinan Barudak
Selasa, 20 Desember: Pintonan Dongeng Sunda Rumah Motekar & Workshop Kaligrafi Aksara Sunda.
Rabu, 21 Desember: Pintonan Dongeng Sunda & Lelang Buku-buku Haryoto Kunto
Kamis, 22 Desember: Pintonan Dongeng Sunda & Lelang Buku R.A.A. Wiranatakusumah
Pengunjung pameran mayoritas dari kalangan peserta KIBS. Ada pun masyarakat umum adalah mereka yang tak sengaja melewati gedung YPK, kemudian mampir ke pameran. Dua hari pertama pameran masih terbilang sepi, beberapa peserta pameran mengeluhkan sepinya para pengunjung ini. Maka di dua hari terakhir, saya mengajukan surat undangan kepada pihak sekretariat panitia OC ditambah dengan flyer pameran untuk kemudian disebarkan ke seluruh peserta KIBS di Gedung Merdeka.
Gelaran pameran berakhir pada Kamis sore, 22 Desember 2021 dan di ajang tersebut saya dipertemukan lagi dengan kang Satria yang saat itu hadir di meja Bank BJB, mengajak saya membuka stand buku di Pertunjukan Musikal Lutung Kasarung di Sabuga.
Sebagai penutup tulisan ini, saya mengucapkan selamat dan semoga sukses perhelatan KIBS ke-3 yang akan berlangsung pekan depan. Salambuku!