• Cerita
  • CERITA ORANG BANDUNG (41): Syarif Pelukis di Jalan Braga, Berawal dari Kontraktor Bangunan kini Menjadi Seniman

CERITA ORANG BANDUNG (41): Syarif Pelukis di Jalan Braga, Berawal dari Kontraktor Bangunan kini Menjadi Seniman

Tidak sedikit rekan Syarif yang juga penjual lukisan di Jalan Braga harus gulung tikar karena pagebluk.

A. Syarif, pelukis dan penjual lukisan di Jalan Braga, Bandung, Kamis (11/27/2021). (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)

Penulis Reza Khoerul Iman29 November 2021


BandungBergerak.idPandemi Covid-19 belum berkakhir, namun ruas Jalan Braga, Kota Bandung, mulai terlihat kembali dipadati oleh kendaraan dan para pengunjung dengan berbagai kepentingan, Kamis (11/27/2021). Padatnya Jalan Braga didukung oleh para pemiliki toko yang kembali beroperasi, para penjual lukisan yang kembali menjajakan lukisannya, para sales, dan pengamen yang tak hentinya hilir mudik di sana.

A Syarif (40), salah satu penjual lukisan yang antusias menyambut kembali padatnya ruas Jalan Braga. Senyum merekahnya tergurat ketika bos hotel dari Jakarta memborong lukisannya. Sembari menata kembali lukisannya, ia mengaku amat emosional ketika lukisannya terjual banyak.

Bukan hanya Syarif yang menyambut gembira ramainya Jalan Braga, tapi seluruh penjual lukisan di sepanjang Jalan Braga merindukan kembali perasaan tersebut, setelah sebelumnya Kota Bandung memberlakukan pembatasan sosial PSBB dan PPKM yang membuat jalanan tersebut menjadi seperti kota mati.

Syarif mengaku sebetulnya tidak ada imbauan dari siapa pun yang melarang para penjual lukisan untuk menjajakan lukisan di Braga pada waktu itu. Meskipun demikian, ia mempertanyakan siapa yang akan membeli lukisannya di saat Jalan Braga ditutup.

Kerasa banget waktu PPKM. Jalan Braga ditutup, toko juga pada tutup. Jujur, kalau ke kita memang tidak ada larangan buat jualan pada saat itu, tapi siapa yang mau beli, A? Gak ada satupun orang yang lewat. Ada satu dua orang juga udah seneng, tandanya masih pada hidup,” tutur Syarif.

Pandemi amat mempengaruhi seluruh seluruh sektor perdagangan. Para pedagang dituntut untuk memutar otaknya agar tetap bertahan, termasuk Syarif sebagai penjual lukisan. Ia bersyukur jualannya dapat terbantu dengan adanya toko online dan media sosial. Selain itu, ia juga menggantungkan harapan kepada para langganan lukisannya. Arif mengaku jika tidak bisa beradaptasi dengan keadaan seperti ini, mungkin ia sudah bernasib sama dengan kebanyakan temannya yang sudah terlebih dahulu gulung lukisan.

“Pandemi sangat mempengaruhi para pedagang lukisan. Bukan satu dua teman saya yang sudah gulung lukisan. Cerita gallery bangkrut juga sudah menjadi satu berita yang biasa terdengar,” ucap Arif.

Arif menyatakan bahwa hasil penjualannya masih dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Meskipun semasa pandemi, ia harus bersusah payah menjual lukisannya. Selain itu ia menilai, akan banyak pihak yang terbantu ekonominya ketika satu lukisannya terjual. Hal kecil ini yang jarang orang sadari.

“Menurut Aa jualan lukisan bisa mencukupi kebutuhan banyak orang. Yah di antaranya bisa menghidupi orang yang melukisnya, bisa mencukupi penjual lukisannya, bahkan bisa mencukupi tukang figura, kayu, cat, dan canvas. Jadi sebenernya mau jual apa pun, secara tidak sadar itu udah mencukupi kebutuhan berbagai orang,” ungkap Arif.

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG (38): Perjalanan Berdikari Seorang Seniman Tato Tandurtala
CERITA ORANG BANDUNG (39): Mengenang Pahlawan bersama Yana dan Sepeda Onthelnya
CERITA ORANG BANDUNG (40): Susi Berjualan Kosmetik di Pasar Kaget demi Ekonomi Keluarga

Penjual lukisan di Jalan Braga, Bandung, Kamis (11/27/2021). (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)
Penjual lukisan di Jalan Braga, Bandung, Kamis (11/27/2021). (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)

Dari Kontraktor Bangunan Menjadi Seniman

Selama 15 tahun lamanya Syarif dan keluarganya berjualan lukisan di Jalan Braga. Dalam menjalani dagangannya, ia dibantu oleh ayahnya, Tatang (65) yang juga merangkap sebagai juru parkir di sana. Dalam kurun waktu tersebut, ia balajar banyak hal sampai akhirnya dapat membuat lukisan sendiri.

Rintangan dan ujian ketika berjualan lukisan kerap dihadapinya sedari awal. Terlebih ia mengakui bukan seniman murni. Dulu sebelum menjadi penjual lukisan, ia sempat mengecap pekerjaan menjadi kontraktor bangunan di Kota Bandung. Dari yang awalnya membuat dan menciptakan bangunan, akhirnya dapat menjadi seniman yang membuat dan menciptakan lukisan.

”Sebelum jadi penjual dan pelukis, Aa sempat jadi kontruktor bangunan. Kalau dulu membuat dan mencipatakan bangunan di Kota Bandung, tapi sekarang banting setir jadi membuat dan menciptakan lukisan di Braga,” ucapnya.

Awalnya ia tidak sekonyong-konyong menjadi seniman. Selama sembilan tahun ia menjadi penjual lukisan. Dalam kurun waktu tersebut, selain berjualan ia gunakan juga waktunya untuk mempelajari seni lukis secara otodidak, mengikuti komunitas seni, dan bergaul dengan para seniman.

Hingga akhirnya pada tahun 2015, ia mencoba memulai untuk melukis. Awalnya cuman curat-coret sket dengan pensil di kertas menggambar gunung, sawah, dan bus kota. Kemudian beralih ke cat air yang masih bisa dihapus, kemudian berani menggunakan akrilik, sampai akhirnya berani menggunakan cat minyak agar langsung jadi.

“Perjuangan lima tahun saya akui memang cape, tapi saya tetap jalani karena hobi dan menghasilkan. Saya juga bukan seniman murni yang profesinya sebagai seniman. Saya cuman sebagai penyuka seni dan orang yang menyalurkan karya seniman untuk diperjualbelikan dan dipamerkan,” ucapnya.

Banyak manfaat yang Syarif rasakan ketika menjadi penjual sekaligus pelukis. Ia mengaku dirinya dapat menjadi orang yang menghargai satu sama lain, merasakan tenaga dan keringat orang lain, berkat pengalamannya selama ia melukis.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//