• Cerita
  • CERITA ORANG BANDUNG (40): Susi Berjualan Kosmetik di Pasar Kaget demi Ekonomi Keluarga

CERITA ORANG BANDUNG (40): Susi Berjualan Kosmetik di Pasar Kaget demi Ekonomi Keluarga

Jika sebelumnya ia tinggal dalam pengawasan orang tuanya, maka di Kota Bandung ia harus berjuang sendirian.

Susi (36) di pasar minggu komplek pertokoan Sumbersari Indah, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, Juni 2021. (Foto: Sarah Ashilah/Bandungbergerak.id)

Penulis Sarah Ashilah15 November 2021


BandungBergerak.idDi antara hiruk-pikuk pasar minggu di komplek pertokoan Sumbersari Indah, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, Susi (36) menjajakan aneka macam kosmetiknnya. Lapakannya hanya bermodalkan meja, kursi, dan satu rak plastik kecil bongkar-pasang. Tapi jangan salah, kosmetik yang dijual Susi berasal dari merk-merk terkenal yang tengah viral di media sosial. 

Terlihat berjejer macam-macam produk perawatan wajah, make-up serupa blush on, eyeshadow palette, lip-tint kegemaran gadis remaja masa kini, berbagai macam warna lipstick, bedak, mascara, sampai kutek kuku dan bulu mata palsu, semuanya tersedia di lapakan Susi. 

Ketika BandungBergerak.id mengunjungi lapakan kosmetik Susi, ada sekumpulan anak perempuan usia sekolah dasar yang menghampiri lapakannya. Mereka bertanya-tanya soal harga masker wajah yang dijual Susi. Seorang anak pun bertanya tentang ketersediaan masker charcoal, Ia ingin membeli masker yang dikenal ampuh membersihkan wajah dari polutan udara

“Waduh neng, kok tahu charcoal segala sih. Kita mah nyebutnya arang neng charcoal teh,” ujar Susi tertawa geli menanggapi anak-anak SD yang pengetahuannya terhadap skin-care, ternyata di luar ekspektasi orang dewasa.

Begitulah Susi, kepribadiannya yang ceria membuat pelanggannya merasa betah membeli kosmetik pada dirinya. Menurutnya, salah satu kunci jualan adalah banyak berbicara secara ramah serta berkelakar dan tertawa bersama pelanggan. Dengan cara itu, pelanggan yang terlihat cemberut pun akan ikut terbawa suasana dan mulai melunak.

Setiap hari Minggu, Susi akan mulai berbenah lapakannya pada pukul 05.00 WIB pagi. Pelanggan baru akan berdatangan pukul 07.00 sampai 08.00 WIB, di jam-jam inilah lapakan Susi akan dirubung orang-orang yang tertarik membeli kosmetiknya. Jika sedang ramai, penghasilannya di hari itu bisa mencapai Rp 800-700 ribu. Biasanya pelanggan akan lebih banyak berdatangan di tanggal-tanggal muda.

Susi memulai jualan di pasar kaget komplek Sumberasi itu sejak awal pandemi Covid-19 setahun lalu. Waktu itu, baru saja satu bulan berjualan, ia terpaksa harus berhenti ketika pemerintah mengeluarkan peraturan yang mengatur aktivitas dan mobilitas warga.

Maka ketika kebijakan pemerintah terkait kondisi pandemi Covid-19 diperlonggar, ia pun memanfaatkan kesempatan ini untuk kembali berjualan kosmetik di pasar kaget ini.  Barang-barang kosmetik dagangannya ini berasal dari orang yang mempercayai Susi untuk berjualan. Susi menyebut orang ini dunungan, yang jika dalam bahasa Indonesia artinya majikan.

Ia belum berani menyetok barang, karena itulah setiap hari Minggu ia hanya akan mengambil barang-barang kosmetik yang dikiranya akan laku terjual. Jika ada sisa, barang-barang ini akan ia kembalikan pada orang yang memiliki barang.

Susi punya bakat jualan sejak lama. Sebelum berjualan kosmetik, ia pernah memproduksi kerudung di rumahnya untuk dijual kembali. Ia lantas memilih jualan kosmetik karena selain untuk uang jajan anak-anaknya, juga agar dirinya mampu membeli skin-care untuk merawat wajahnya. 

“Gak usah menor-menor, yang penting bersih dan terlihat bagus. Walau sudah berumah tangga, saya tidak mau terlihat kucel. Asal ada rezekinya saja, saya suka membeli produk perawatan wajah. Selain terlihat bagus untuk suami saya, ini juga cara saya menyayangi diri sendiri,” ujar Susi bercerita tentang rutinitas perawatan wajahnya.

Kebiasaan merawat diri ini jelas terpancar di wajah Susi yang terlihat menawan di usianya yang sudah kepala tiga. Wajahnya terlihat bersih meskipun tanpa bedak yang menempel. 

Ia menjelaskan, perawatan wajah yang ia lakukan hanyalah mengandalkan serum dan cream yang dipakainya siang dan malam. Menurutnya, hal terpenting dari perawatan wajah adalah konsistensi, sehingga produk sesederhana apa pun akan meninggalkan hasil. Tidak heran jika perempuan-perempuan terdekat di sekitar Susi pun banyak yang meminta saran terkait perawatan wajah.

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG (33): Nana, Jual Jeruk Peras Berbekal Ilmu Ikhlas
CERITA ORANG BANDUNG (32): Lilik dan Toko Rampai Tertua di Jalan Bojongloa
CERITA ORANG BANDUNG (31): Sri Jamrud di antara Kopi, Bunga, dan Jerat Utang

Kosmetik yang dijual Susi di pasar minggu komplek pertokoan Sumbersari Indah, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, Juni 2021. (Foto: Sarah Ashilah/Bandungbergerak.id)
Kosmetik yang dijual Susi di pasar minggu komplek pertokoan Sumbersari Indah, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, Juni 2021. (Foto: Sarah Ashilah/Bandungbergerak.id)

Kehidupan Susi sebagai Ibu Rumah Tangga   

Selain jualan di pasar kaget hari Minggu, kegiatan sehari-hari Susi adalah seorang ibu rumah tangga. Ibu dari tiga orang anak ini memilih untuk berhenti berjualan secara penuh sejak kelahiran anak bungsunya yang bernama Saputra (2).

Saputra bukanlah anak biasa. Ia memiliki kondisi bawaan sejak lahir yang dikenal dengan istilah medis down syndrome, di mana tumbuh kembang sang anak berjalan lebih lambat dibandingkan anak-anak seusianya. 

“Kalau anak saya yang kecil beda sama anak yang lain, dia punya kelebihan. Sejak lahir, dia dinyatakan down syndrome. Sebetulnya dia normal, tapi agak telat (pertumbuhannya). Karena ketika saya mengandung dia, kondisi saya kecapean akibat memproduksi kerudung. Banyak kurang tidur juga,” ucap Susi menceritakan kondisi anak bungsunya.

Saat pertama kali mengetahui kondisi anaknya, Susi sempat merasa sedih. Kini ketika ia sudah semakin memahami anak dengan down-syndrome, ia merasa kalau kondisi ini bukanlah suatu kekurangan bagi anak bungsunya. Bagi Susi, setiap anak terlahir berbeda-beda dengan keistimewaannya masing-masing.

Setiap pekan, ia akan membawa Saputra untuk menjalani terapi di daerah Soreang. Terapi ini membuahkan hasil, tumbuh kembang Saputra berangsur-angsur semakin berkembang.

Lain cerita dengan kakak-kakak Saputra. Anak pertama Susi, Andika, kini duduk di bangku kelas satu SMP, dan Prilia yang duduk di bangku empat SD. Kedua anaknya ini memerlukan bimbingannya sebagai orang tua selama sekolah belum di buka dan masih mengandalkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Sebagai seorang ibu yang harus mendampingi anak-anaknya menjalani pembelajaran jarak jauh, Susi mengaku ‘rieut’ alias pusing. Terutama ketika menghadapi si tengah Prilia yang menurutnya sedikit susah diatur. Anak kelas empat SD ini bahkan berkata jika pembelajaran yang diajarkan oleh sekolahnya tidaklah bermutu.

“Apalagi saya kan punya anak yang kecil, jadi belajar jarak jauh memang membuat pusing. Apalagi pelajaran anak SD sekarang kan, pelajaran kelas 4 SD sudah kayak kelas 6 SD gitu. Saya sampai harus wawawawaw (mengomel) dulu sama anak saya, ketika menyuruh mereka belajar,” ungkap Susi.

Di sisi lain, ia pun memahami perasaan anak-anaknya yang sudah jenuh belajar di rumah. Maka itulah Susi berharap sekolah dapat berjalan normal dengan pembelajaran tatap muka yang diadakan setiap hari. Ia tidak ingin jika sekolah ditutup kembali. Dengan mulai dibukanya sekolah-sekolah, meskipun belum berjalan secara normal, hal itu merupakan pertanda baik.

Kedatangannya ke Kota Bandung dan Bertemu Suami

Susi asli kelahiran Garut. Ia sempat kaget ketika pertama kali menginjakkan kaki di Kota Bandung pada tahun 2001 setelah tamat SMP. Jika sebelumnya ia tinggal dalam pengawasan orang tuanya, maka di Kota Bandung ia harus berjuang sendirian. Segala sesuatunya, harus ia lakukan sendiri. Ia juga harus memutar otaknya untuk membayar biaya kontrakan.

Ia pun bekerja di sebuah pabrik garmen yang berada di kawasan Babakan Ciaparay. Disinilah ia bertemu dengan calon suaminya. Setahun-dua tahun berpacaran, pada 2003 ia dipersunting oleh sang pacar.

Bersama suaminya inilah ia membangun keluarga dan kini tinggal di kawasan Jalan Jamika. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, suami Susi berjualan jajanan berupa cakwe dari satu sekolah ke sekolah, atau di depan Puskesmas Sudriman. Berjualan kosmetik menjadi cara Susi membantu perekonomian keluarganya.

“Ya saling saja gitu, kadang rezeki adanya di suami saya, kadang ada di saya. Jualan seperti ini ya lumayanlah,” tutup Susi.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//