• Cerita
  • CERITA ORANG BANDUNG (38): Perjalanan Berdikari Seorang Seniman Tato Tandurtala

CERITA ORANG BANDUNG (38): Perjalanan Berdikari Seorang Seniman Tato Tandurtala

Bei (24), perempuan seniman dengan nama panggung Tandurtala. Datang ke Bandung karena tertarik pada musik cadas.

Aksi seniman tato Bei (24) saat memenuhi permintaan konsumennya di Tandurtala Studio, Jalan Rereng Wulung Indah no.A9, Kamis (28/10/2021). (Foto: Bani Hakiki/BandungBergerak.id)

Penulis Bani Hakiki31 Oktober 2021


BandungBergerak.idSeni lukis tubuh tattoo atau tato sudah bukan hal yang asing diperbincangkan dalam geliat perkembangan budaya di Kota Bandung. Peminatnya mencakup banyak kalangan, dari pemuda hingga generasi yang lebih tua, meski masih sangat tabu di bagi anak-anak di bawah umur.

Banyak seniman tato di Kota Bandung yang berdikari membangun studio tato secara mandiri. Salah satu nama yang kini cukup dikenal yaitu Tandurtala. BandungBergerak.id berkesempatan berkunjung ke markasnya di sekitar Jalan Rereng Wulung Indah Nomor A9, Kelurahan Sukaluyu, Kamis (28/10/2021). Sore itu, sayup terdengar musik bertempo cepat di sebuah sudut ruangan ketika proses tato sedang berlangsung.

Bei (24), begitulah semua orang akrab menyapa seniman perempuan muda di balik nama panggung Tandurtala. Tiga tahun sudah dia menggeluti dunia ini sejak mendapatkan tato pertama sekaligus mempelajarinya pada pertengahan tahun 2018 lalu.

“Begitu pertama kali ditato, langsung tertarik dan mulai belajar di tahun yang sama. Karena aku kan orang miskin, ditato mahal. Jadi coba belajar sendiri biar murah,” candanya diikuti tawa.

Biaya Kuliah

Uniknya, banyak orang tidak menyangka kalau Bei bukan warga lokal Bandung. Logat berbicaranya selintas terdengar seperti orang Bandung asli. Apalagi pelafalan kosa kata dan gaya berbahasanya yang cukup fasih bercakap dalam bahasa Sunda.

Bei, anak bungsu dari tiga bersaudara kelahiran Pekan Baru, 1997, bertandang ke Kota Bandung sejak tahun 2016. Dia bermimpi bisa hidup mandiri di kota dengan segudang talenta musik ekstrem ini. Kini, Bei telah memasuki babak final masa perkuliahannya di sebuah universitas swasta. Tak lama lagi harapan sang ibu kesampaian. 

Sebagai seniman tato, Bei memulai semuanya secara mandiri, sebelum akhirnya kini memiliki studio pribadinya sendiri. Dari beberapa jenis teknik dalam tato, dia memilih handpoke atau teknik tanpa mesin sebagai jalan pertamanya. Pertimbangannya karena selain lebih murah modalnya, tinggi pula harga pasarannya.

Meskipun demikian, teknik handpoke memiliki kekurangan lain yakni soal durasi. Pengerjaannya bisa empat kali lipat lebih lama ketimbang proses tato menggunakan alat mesin. Hal inilah yang membuat Bei beralih ke teknik mesin setelah bisnisnya berkembang secara bertahap setiap tahunnya. Alat-alat tato dia beli dari tabungan. 

“Lama-lama mah capek ya handpoke teh, ngerjainnya kan bisa berjam-jam lebih lama. Tapi modalnya murah, lumayanlah buat awal-awal mah,” tuturnya dalam bahasa Sunda yang unik.

Bei menabung penghasilannya sebagai seniman tato untuk membiayai kuliah, sekaligus bertahan hidup di Kota Bandung. Tidak jarang juga dia memberikan sebagian nafkahnya kepada sang ibu. Keduanya belum pernah bertemu lagi sejak empat tahun lalu. Selain harga tiket pesawat pulang mahal, sekarang ada pagebluk Covid-19 jadi penghalang.

Harga satu pengerjaan gambar menggunakan jasa Bei bergantung pada gaya desain dan keinginan pelanggan. Tapi, dia menjanjikan kualitas gambar terbaik bagi para peminatnya. Itulah mengapa Tandurtala juga membuka sesi konsultasi bagi mereka yang masih bimbang dengan desain tatonya.

Gak semua desain aku terima. Kalau yang menurut aku gak bagus, aku nolak. Malu atuh tato gambar yang jelek mah. Makanya ada konsultasi dulu,” ungkapnya soal cara menjaga kualitas karya.

Studio Bei hampir setiap hari buka, walaupun seringkali dia menutupnya setiap akhir pekan, khususnya hari Minggu. Setiap hari banyak pelanggan baru dan setia yang menyambangi studio itu.

Ketertarikan Bei (24) terhadap musik underground telihat dari beberapa ornamen dekorasi di Studio Tarndurtala yang beralamat di Jalan Rereng Wulung Indah no.A9, Kamis (28/10/2021). (Foto: Bani Hakiki/BandungBergerak.id)
Ketertarikan Bei (24) terhadap musik underground telihat dari beberapa ornamen dekorasi di Studio Tarndurtala yang beralamat di Jalan Rereng Wulung Indah no.A9, Kamis (28/10/2021). (Foto: Bani Hakiki/BandungBergerak.id)

Gaya Khas

Sambil mengembangkan jejaringnya di dunia tato, Bei terus tekun mempelajari sebidang teknik lukis yang dapat dipraktikkan dalam proses tato. Seiring berjalannya waktu, dia menyadari seberapa pentingnya gaya khas dalam berkesenian.

Gaya khas yang dikembangkan Bei yaitu berupa torehan-torehan sederhana secara acak di sekitar karya gambarnya. Meskipun menerima pengerjaan berbagai macam desain, mahasiswi tingkat akhir ini juga dikenal dengan spesialisasinya di komposisi hitam putih atau black works. Dari gaya-gaya itu pulalah nama Tandurtala cepat menyebar selama satu tahun terakhir.

Ada banyak nama seniman lukis dari Kota Bandung yang diketahuinya sejak jaman SMA dari melalui selancar internet. Akan tetapi, Bei mengaku tidak banyak memperhatikan karya seniman-seniman besar secara spesifik.

Aduh, siapa ya kalau seniman tato yang menginspirasi mah bingung soalnya gak ada yang benar-benar diikuti juga,” paparnya setelah berpikir panjang. “Paling mungkin Ken, itu juga karena personel band favorit aja.”

Ken adalah nama seorang seniman tato asal Kota Bandung yang dikenal dengan nama KenTerror. Sepak terjangnya sudah mendunia sejak awal tahun 2000-an. Ia juga dikenal sebagai punggawa beberapa nama band lokal bawah tanah, di antaranya Domestic Crust, Kontra Sosial, dan Hark! It’s Crawling Tar-Tar.

Keunikan lainnya, Bei mengaku tidak sedikit gaya khasnya dalam teknik tato datang dari ketidaksengajaan pada awal karier. Namun, dengan bakat dan kepiawaiannya dalam melukis, sebagian kesalahannya itu malah jadi teknik-tenik andalannya hingga kini.

Walaupun perrnah melakukan sederet kesalahan dalam eksekusi tato, belum ada kesalahan fatal yang pernah Bei lakukan selama kariernya. Berbagai kesalahan itu selalu dipelajari kembali dan menjadikan dirinya saat ini. Bei dikenal dengan kecepatannya dalam mengerjakan satu proses tato dengan kualitas yang presisi dan baik.

“Kalau gagal mah pernah atuh. Cuma biasanya aku improve, cuma PD aja dibuat supaya tetap bagus. Malah dari situ nemuin style (andalan) yang sekarang masih aku pakai,” ungkapnya.

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG (33): Nana, Jual Jeruk Peras Berbekal Ilmu Ikhlas
CERITA ORANG BANDUNG (34): Keluarga Risma di Dunia Skateboard
CERITA ORANG BANDUNG (35): Jalan Panjang Sang Pawang Gajah
CERITA ORANG BANDUNG (36): Seorang Penjual Batagor, Relokasi, dan Vaksinasi Covid-19
CERITA ORANG BANDUNG (37): Nyala Hidup Kuli Panggul Stasiun Bandung

Berawal dari Musik

Sudah sejak lama, terutama ketika duduk di bangku SMA, Bei mulai berkeinginan hidup di Kota Bandung. Dorongan terbesarnya adalah ketertarikan pada musik cadas. Ada sederet nama band yang menginspirasi ketertarikan Bei untuk mengenal lebih dekat Paris van Java ini. Dari Burgerkill sampai Hark! It’s Crawling Tar Tar. 

Pada dasarnya, Bei telah dikenalkan musik punk rock dan mulai melekat semasa SMP. Seiring beranjak dewasa, semakin banyak pula referensi musik yang diketahuinya dan mengarahkannya menuju musik yang semakin berat atau heavy: genre yang lebih metal.

“Dulu niat mau ke Bandung sampai ngumpulin duit dulu. Alasannya apalagi kalau bukan karena dulu aku metalhead (penggemar musik metal). Apalagi jaman SMA, dulu di sana kenal musik karena sering datang ke gigs ramai-ramai,” tuturnya.

Sebelum bertandang ke Kota Bandung, Bei bekerja di sebuah toko pakaian di salah satu mal di Pekan Baru. Ia bekerja selama kurang lebih satu tahun lamanya tanpa mendaftar kuliah di mana pun pascakelulusan SMA. Inilah cara satu-satunya untuk mengumpulkan pundi-pundi menuju ibu kota Jawa Barat.

Meski menggilai musik cadas, Bei mengaku tak pernah bercita-cita jadi musisi. Dia merasa puas dengan menjadi penikmatnya saja. Bahkan, dia tak pernah menyangka akan menggeluti dunia tato meski sudah menggambar sejak SD.

Cita-cita yang pernah dimiliki Bei justru atlet karate. Prestasinya cukup menawan, dengan sabuk hitam di pinggangnya. Raihan tertingginya adalah Kejuaraan Daerah (Kejurda) di wilayah Provinsi Riau saat masih SMA. Sayang, kariernya tidak bertahan lama.

“Aku berhenti (karate) dari SMA karena sempat kecelakaan,” ucapnya.

Memandang Kota Bandung

Bei memandang Kota Bandung sebagai tempat tujuan yang tepat untuk ditinggali. Dalam bayangannya, kota ini terhampar luas di zona hijau dengan udara sejuk. Apalagi dia mendengar kalau orang Bandung dikenal ramah.

Namun, pandangan Bei itu tak bertahan lama setelah dia dihadapkan pada realitas di Kota Bandung yang kian hari kian carut-marut kondisinya. Apalagi semakin banyak warga miskin kota tersebar selama pagebluk. Bei sendiri sempat berkecimpung di sejumlah gerakan antipenggusuran sejak tahun 2018.

Sebelum menggeluti dunia tato secara serius, sederet pekerjaan sempat dilakoni Bei selama tinggal di Kota Bandung. Pekerjaannya masih di bidang seni seperti jurusan yang ditekuninya di kampus, seperti pekerja lepas desain, menyusun beberapa proyek sastra, dan beberapa perkerjaan lainnya.

“Setelah tinggal di sini, baru melihat sisi lainnya, minim ruang hijau, pembangunan di mana-mana. Yang paling terasa di Bandung itu kesenjangan ekonominya,” ujarnya.

Dunia pertanian dan area hijau memang sempat jadi bidang yang didalami Bei dengan ketertarikannya sendiri. Nama Tandurtala sendiri, yang bermakna tanam padi dalam bahasa Sansekerta, diambil dari ketertarikannya di bidang tersebut.

Terlepas dari segala kekecewaannya terhadap kenyataan kondisi Kota Bandung, Bei terus menjalani kesehariannya dalam profesi yang kini dia senangi. Dunia tato telah mengantarkannya bertemu bermacam karakter dan selera seni orang.

Kesenangan yang diperoleh Bei di kota ini justru bukan berbagai ekspetasi keindahan dan ramah tamah yang Bandung tawarkan. Melainkan hasil dari apa yang telah dia kerjakan dengan tangannya sendiri, yaitu ekspresi para pelanggannya yang semringah ketika proses tato selesai.

“Setiap melihat ekspresi (pelanggan) yang ditato merasa puas itu jadi achievement terbesar aku selama hidup. Sekarang mah hidup bebas saja yang penting santai,” pungkasnya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//