• Cerita
  • CERITA ORANG BANDUNG (42): Ocin dan Mebelnya Setia Menanti Pelanggan

CERITA ORANG BANDUNG (42): Ocin dan Mebelnya Setia Menanti Pelanggan

Ocin, pedagang mebel yang tak jauh dari kampus UIN SGD Bandung, mengandalkan pangsa pasar mahasiswa. Tetapi selama pagebluk, banyak mahasiswa yang pulang kampung.

Ocin, pedagang mebel di Jalan A.H. Nasution, Bandung. Selasa (30/11/2021). Selama pagebluk, Ocin banyak kehilangan pelanggan. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul1 Desember 2021


BandungBergerak.idLalu lintas di Jalan A.H Nasution terlihat ramai lancar oleh lalu lalang kendaraan roda dua maupun empat. Di tengah ramainya akses ke Bandung timur itu, lima hingga enam pedagang mebel menjajakan dagangannya, menunggu pembeli yang kebanyakan mahasiswa. Sayangnya selama pagebluk, banyak mahasiswa yang pulang kampung.

Lapak-lapak pedagang mebel itu memang tak jauh dari kampus I UIN SGD Bandung. Tak heran jika mayoritas pembelinya adalah mahasiswa. Spesifikasi perabotan pun cocok untuk kos-kosan: meja, lemari, rak dispenser, maupun beberapa perabotan kayu lainnya yang berukuran minimalis.

Salah seorang pedagang di sana adalah Ocin. Usianya sekitaran 50 tahun. Ia tidak bisa memastikan berapa usia pastinya. “Lima puluh tahunanlah umur saya, sekitaran segitu,” ungkapnya, saat berbincang dengan BandungBergerak.id, Selasa (30/11/2021).

Ocin sudah berjualan di sana selama lima tahunan. Sebelum di lokasi yang sekarang, Ocin sempat beberapa kali pindah-pindah lokasi jualan. Selama berbincang, Ocin terus melanjutkan pekerjaannya: mengampelas atau menghaluskan lemari.

Kebanyakan mebel yang dijual Ocin berasal dari perajin di Pasirkoja. Dari sana ia membeli furnitur setengah jadi. Artinya, Ocin yang kemudian melakukan finishing untuk mempercantik tampilan mebel, yaitu dengan merapikan, mengampelas, hingga kemudian mengecatnya. Umumnya mebel yang dijual Ocin berwarna cokelat.

“Belinya masih mentah. Jadi yang proses lanjutnya saya,” terang Ocin sambil terus mengamplas lemari.

Begitulah pekerjaan Ocin sehari-harinya, meskipun kadang pelanggannya tidak datang tiap hari. Ia sabar menyulap perabotan-perabotan dari setengah jadi hingga layak jual dan layak pakai.

Jika sedang banyak pembeli, kadang Ocin mengambil barang dari Garut, dari koleganya. Menurutnya, perabotan dari kampung lebih bagus karena bahannya lebih berkualitas.

“Dari kampung lebih bagus. Kadang ngambil ke temen saya. Beda bahannya. Katanya mah begitu,” bebernya.

Sama seperti warga umumnya, penjual mebel seperti Ocin juga merasakan pukulan hebat selama pagebluk Covid-19. Terlebih selama pandemi, mahasiswa tidak ada. Mereka lebih banyak menjalani pendidikan daring di rumahnya masing-masing. Otomatis mereka banyak meninggalkan kos-kosannya, dan tidak membutuhkan mebel. 

Karena itulah selama pagebluk banyak dagangan Ocin yang mangkrak tak terjual. Padahal, pada masa kuliah normal, pembelinya bisa datang dari mahasiswa beragam kampus, bukan hanya kampus UIN SGD Bandung saja. Mahasiswa dari Jatinangor pun suka mencari meubeul ke kawasan Cibiru tersebut.

“Apalagi sekarang gak ada mahasiswa. Kadang jualan kadang enggak, yang belanja kurang,” keluhnya.

Itu dirasakan Ocin terutama ketika pagebluk sedang tinggi-tingginya. Sudah tak terbilang hari-hari yang ia lalui tanpa membawa keuntungan buat kebutuhan dapurnya. Dalam situasi tersebut, ia terpaksa menguras sisa-sisa keuntungan dari hari-hari sebelumnya.

Pada kondisi normal dan mebelnya laku, Ocin bisa membawa untung bersih kisaran Rp 150.000 per hari. Kendati demikian, ia masih bersyukur ekonomi keluargannya masih bisa berputar. Hal ini tak lepas dari bantuan istrinya yang membuka warung di rumahnya. Lewat kerja sama ini, Ocin dan istrinya sama-sama bersabar sambil terus mengencangkan ikat pinggang.

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG (39): Mengenang Pahlawan bersama Yana dan Sepeda Onthelnya
CERITA ORANG BANDUNG (40): Susi Berjualan Kosmetik di Pasar Kaget demi Ekonomi Keluarga
CERITA ORANG BANDUNG (41): Syarif Pelukis di Jalan Braga, Berawal dari Kontraktor Bangunan kini Menjadi Seniman

Lapak pedagang mebel di Jalan A.H. Nasution, Bandung. Selasa (30/11/2021). Selama pagebluk, Ocin banyak kehilangan pelanggan. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Lapak pedagang mebel di Jalan A.H. Nasution, Bandung. Selasa (30/11/2021). Selama pagebluk, Ocin banyak kehilangan pelanggan. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Mengadu Nasib di Bandung

Ocin berasal dari Garut. Sudah sekitar 25 tahun menetap dan mencari peruntungan di Bandung. Ia tinggal di Kopo bersama istri dan ketiga anaknya. Putra sulungnya sudah menikah. Sedangkan anak kedua baru lulus SMA, dan si bungsu duduk di bangku SMP.

Ocin bilang, profesinya sebagai penjual dan pembuat mebel sudah ditekuni sejak menikah. Dulunya, orang tua Ocin juga berprofesi sama di Garut. Cuma orang tuanya tidak berjualan melapak, melainkan berkeliling dengan cara memanggul mebel-mebel dagangannya.

“Bedanya mah kalau dulu (orang tuanya) dipanggul gitu terus dibawa keliling-keliling. Gak kayak gini (melapak),” kenangnya.

Ocin juga membeberkan perbedaan penjualan mebel dulu dan sekarang. Dulu, orang tuanya menjual mebel dalam kondisi setengah jadi. Jadi, konsumenlah yang akan mempercantiknya sendiri. Makanya, sejak kecil Ocin sudah akrab dengan mebel.

Sewa Lapak yang Mahal

Lapak Ocin kira-kira berukuran 1 x 2 meter. Setiap bulannya, Ocin harus membayar biaya lapak dan biaya kebersihan. Selama bekerja, Ocin kadang dibantu oleh sepupu dan kakak kandungnya. Sehingga penghasilan dalam sehari dibagi-bagi.

Ocin sebenarnya berkeinginan untuk memiliki toko yang lebih baik di pusat Kota Bandung. Namun, ia mengeluhkan uang sewa lapak yang begitu tinggi. “Kalau lima ke bawah mah masih sangguplah istilahnya, tapi kalau sudah lima ke atas mah mahal,” ucap Ocin.

Ocin berangkat kerja setiap hari pukul sembilan pagi, selepas mangantar anaknya sekolah. Kemudian pulang menjelang magrib. Kadang ia pulang begitu menyelesaikan seluruh target pekerjaannya.

Di musim hujan sekarang ini, tantangan Ocin lain lagi. Ia hanya buka setengah hari, hingga pukul dua siang saja. Bahkan saat musim hujan sedang deras-derasnya, ia sempat tidak buka sama sekali. Alasannya, sulit mendapat pelanggan di waktu hujan turun.

“Kalau hujan buka sampai jam 2. Kadang malah gak buka sama sekali, soalnya gak ada yang beli,” ucapnya.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//