NGULIK BANDUNG: Kisah Keluarga Ursone, dari Pemusik hingga Menjadi Juragan Susu di Bandung (2)
Sang sulung dari keluarga Ursone memutuskan menggantungkan harpa. Menggeluti pertaniandan beternak sapi. Sukses menjadi keluarga terpandang di Hindia Belanda.
Merrina Listiandari
Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB: Merrina Kertowidjojo, IG: merrina_kertowidjojo, atau FB page: Djiwadjaman
2 Desember 2021
BandungBergerak.id — Sebagai anak tertua dalam keluarga, P.A.Ursone merasa perlu bertanggung jawab terhadap kedua adik yang dia bawa dari Italia ke negeri koloni Belanda ini. Hindia Belanda pada akhir abad ke-19 memang sedang berbenah, “memantaskan diri” untuk menerima semakin banyak warga Eropa untuk datang dan bermukim.
Seiring dengan bertambahnya populasi warga Eropa di Hindia, P.A.Ursone merasa yakin bahwa keberadaan kelompok musik mereka dapat terus bertahan dan disukai para pencinta musik. Namun sisi lain dia sadar betul, semakin berkembang populasi suatu wilayah, maka akan berbanding lurus dengan semakin banyaknya warga yang memiliki profesi yang sama. Demikian juga dengan pemain atau grup musik, tak menutup kemungkinan di Hindia Belanda pun semakin lama akan semakin banyak pendatang dari Eropa yang memiliki profesi yang sama.
Menggantungkan harpa dan menyerahkan penuh kelompok musik mereka pada kedua adiknya, G.Ursone dan A.Ursone adalah pilihan yang tepat, sehingga P.A.Ursone dapat fokus dalam menjalankan usaha barunya, yaitu bertani. Kuintet yang dibentuk oleh G. Ursone bersama dengan Kuartet Napoli mendapatkan jadwal bermain setiap hari Jumat di Societeit Concordia. Permainan mereka yang sangat apik dan profesional selalu dinantikan oleh warga Bandung, sehingga kursi di gedung pertunjukan tersebut selalu penuh, bahkan kewalahan dengan permintaan masyarakat untuk menambah kapasitas penonton. Karier bermusik grup kuintet mereka sangat moncer, sehingga permintaan bermain pada grup musik tersebut sangat tinggi (De Preanger Bode, 31 Mei 1898).
Menyewa Tanah
“Tidak ada usaha yang mengkhianati hasil”. Ungkapan ini tampaknya sangat tepat untuk menggambarkan usaha keluarga Ursone. Seiring dengan usaha mereka yang bersusah payah menjelajahi lautan dalam upaya untuk memperbaiki nasib di tanah koloni Belanda, akhirnya mereka menjadi sebuah grup musik yang paling disegani di Hindia. Karier mereka yang cemerlang ini membuahkan hasil berupa pundi-pundi keuangan yang semakin baik.
Setelah si sulung P.A.Ursone yang sebelumnya telah berhasil bernegosiasi dan menandatangani kontrak sewa lahan di Wanasoeka, Bandjaran – dengan keuangan keluarga yang semakin mantap, menurut catatan Regerings-almanak voor Nerderlandsch-Indie, 1898, G.Ursone dan A.Ursone sebagai dua saudara termuda mulai tertarik mengikuti jejak si sulung menyewa tanah di Lembang, Baroeadjak, Oejoeng Broeng (sekarang Baru Ajak, Lembang) dan mengelolanya bersama. Sementara itu, karier mereka dalam bermusik masih konsisten mereka tekuni.
Setelah beberapa kali memperbarui kontrak sewa lahan hingga tahun 1898, menurut koran De Locomotief: Samarangsch Handels-en advertentie-blad, 17 Juni 1895, pada tahun 1895 sebenarnya P.A. Ursone telah mengajukan penyewaan pada hamparan tanah dengan luas 100 buah bangunan di atasnya, yang tidak dikelola, di daerah Radjamandala (sekarang Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat). Pemerintah menyetujui pengajuan tersebut dengan syarat-syarat tertentu yang di antaranya berisi tentang nilai sewa tertentu per tahun dan per luasan rumah. Fakta tersebut menunjukkan bahwa keuangan keluarga ini meningkat secara pesat, yang diperoleh dari karier musik G.Ursone dan keberhasilan si sulung P.A. Ursone dalam mengelola tanah yang dijadikan sebagai perkebunan kina dan kopi.
Dalam masa-masa inilah, seiring dengan semakin baiknya ekonomi keluarga asal Italia ini, kuat dugaan bahwa ketiga kakak beradik Ursone mulai memboyong seluruh keluarga mereka di Italia, untuk menetap dan menjadi warga Bandung. Hal tersebut terkonfirmasi dari sebuah obituari yang dimuat dalam koran De Preanger Bode, 6 September 1897, yang menyatakan duka yang mendalam atas kematian Maria Giuseppe Scotelaro, istri dari P.V. Ursone, dan ibu dari P.A. Ursone, G.Ursone, Marta de Biasi Ursone dan mertua dari De Biasi. Berita kematian ini sekaligus mengkonfirmasi bahwa kakak beradik Ursone terdiri dari empat orang, satu di antaranya perempuan yang menikah dengan lelaki bernama De Biasi, yang belakangan ikut mengelola pertanian milik keluarga mereka.
Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Kisah Keluarga Ursone, dari Pemusik Hingga Menjadi Juragan Susu di Bandung (1)
NGULIK BANDUNG: Perang Susu (Melk-Oorlog) di Bandung (3) Berdirinya BMC
Gedong Cai Cibadak, Riwayat “Ledeng†Pertama Kota Bandung
Keluarga Ursone Berdagang
Setelah mendapatkan hak sewa tanah, dengan jangka waktu 75 tahun di Rajamandala, P.A.Ursone bersama adik bungsunya A.Ursone terus memantapkan diri sebagai petani. Lahan pertanian mereka semakin luas dan hamparan tanah sekitaran Lembang, perlahan namun pasti, tercatat dalam buku tahunan perdagangan pemerintah telah berganti kepemilikan sewa dengan nama keluarga ini. Iklan-iklan perdagangan sayuran dalam jumlah besar pun sudah mulai dipenuhi oleh nama A.Ursone, adik bungsu mereka, seperti yang tercantum dalam iklan di koran Bataviaasch Nieuwsblad, 29 september 1896. Keluarga Ursone saat itu tidak saja dikenal sebagai keluarga pemusik asal Italia, namun juga merajai pertanian dan kepemilikan lahan di daerah Lembang.
Tak cukup sekedar mengembangkan usaha di bidang pertanian, kemampuan si bungsu A.Ursone melambung cukup pesat. Iklan-iklan perdagangan selalu penuh dengan namanya sebagai pemasok kentang di Bandung. Tak hanya itu, A.Ursone kemudian mengembangkan usaha keluarga mereka dengan menjual ternak. Dimulai dari 20 hingga 30 ekor sapi anakan, termasuk yang tengah menyusui, diiklankan dalam koran-koran yang beredar di Hindia Belanda. Tidak hanya sekedar menjual ternaknya, A.Ursone pun mulai menjual susu segar dalam botol yang dijual dengan harga 20 sen per botol. Namanya semakin berkibar mendampingi kakak sulungnya bertani dan menjadi pengusaha (De Preanger Bode, 22 Juli 1897).
Ketika kakak sulung serta adik bungsunya tercatat sebagai petani yang berhasil, G.Ursone si anak tengah masih mempertahankan karier yang telah membesarkan nama keluarga mereka sebagai guru musik sekaligus pemilik grup musik kuintet Napoli. Bagaimana tidak, berangkat dari musik inilah keluarga mereka melambungkan impian dengan mengadu nasib di tanah koloni yang jauh dari tanah air mereka, Italia. Namun di sela-sela kegiatannya bermusik di Societeit Cocordia, rupanya G.Ursone melihat keberhasilan kakak serta adiknya dalam berdagang, maka pada tahun 1897 G.Ursone satu-satunya yang masih konsisten sebagai pemusik mulai menjual “anggur” dengan kualitas yang sangat baik. Maka masyarakat Bandung kala itu tahu, bila ingin mencicipi segelas Vino Italiano dengan kualitas yang tinggi, siapa yang harus mereka hubungi (De Prenger Bode, 21 Oktober 1897).
Pertunjukan Terakhir Keluarga Ursone
Pertunjukan musik G. Ursone di Bandung, tidak lagi sekedar dapat ditonton di Societeit Concordia, dia mulai melatih anak-anak untuk bermain musik. Tak sekedar musik, anak-anak itu pun dilatih untuk piawai menyanyi serta menari. Tak pelak lagi maka Bandung, hingga tahun 1899 semakin semarak dengan pertunjukan seni kualitas dunia yang dapat disaksikan di Braga. Pertunjukan yang diadakan oleh G. Ursone masih mendapat apresiasi yang tinggi di masyarakat, tidak hanya Bandung namun juga kota-kota lain di Hindia sangat senang mendatangkan kuintet bentukannya untuk bermain di kota mereka.
Ursone merasa perlu untuk membuat sebuah perjanjian kontrak yang baru dengan pengelola gedung pertunjukan Societeit Concordia (kini, Gedung Merdeka, Jalan Asia Afrika), dia ingin agar honor pertunjukannya diperbarui. Sekaligus memberikan kesempatan pihak pengelola gedung untuk memikirkan pengajuannya, dia mengajukan agar kontraknya diputus sementara bertepatan dengan keluarnya dua orang anggota kuintet dari grupnya, sambil mencari pemain yang baru. Begitu berharga keberadaannya bagi gedung pusat pertunjukan di Bandung tersebut kala itu, pihak pengelola mengabulkan harapannya sekaligus memperpanjang kontraknya mulai bulan Maret tahun 1900 (De Prenger Bode, 16 Agustus 1899).
Hingga tahun 1902, dalam buku tahunan perdagangan Hindia Belanda, G Ursone masih tercatat sebagai pemusik sekaligus guru musik, pertunjukannya di Garoet (sekarang Kota Garut) sangat sukses. Penontonnya bukanlah terdiri dari warga Garut, namun justru dipenuhi oleh para pendatang yang datang sengaja dari kota-kota lain hanya untuk mendapatkan hiburan kelas dunia yang dipertunjukkan oleh grup musik kuintet ini. Semua orang memberikan aplaus yang luar biasa dan mulai meramalkan bahwa grup musik ini akan semakin berkembang dan semakin terkenal (De Preanger Bode, 14 Agustus 1902).
Harapan masyarakat akan grup kuintet pimpinan G. Ursone ini bisa jadi benar, setidaknya hingga pertunjukannya di Garoet, tersebut. Menurut catatan Regerings-almanak voor Nerderlandsch-Indie pada tahun 1904, nama G. Ursone tidak lagi tercatat sebagai guru musik. Diduga kuat permainan kelompok kuintet G.Ursone di Garut, pada tahun 1902 tersebut adalah permainan terakhirnya, seiring dengan usaha keluarga ini yang semakin menggurita.
Mendirikan Perusahaan
Setelah memiliki lahan luas beberapa tahun lalu di Baroe Adjak, Lembang, pada akhirnya keluarga ini memperbarui kontak dengan pemerintah, hingga berhak atas sewa hingga 75 tahun, hingga akhirnya keluarga ini mendirikan perusahaan real estate pertama mereka, dengan P.A.Ursone sebagai pemimpinnya (De Indische mercuur; orgaan gewijd aan den uitvoerhandel, 13 Desember 1904), hingga akhirnya kepemilikan sewa tanah tersebut berpindah dari P.A.Ursone kepada G.Ursone setahun kemudian.
Seluruh keluarga ini mencurahkan seluruh daya upaya mereka dalam mengelola tanah serta usaha mereka. Pada tahun-tahun tersebut, baik P.A.Ursone maupun G.Ursone tercatat sering sekali mengadakan kunjungan ke luar negeri, baik ke negara asal mereka ataupun pergi ke negara induk koloni Hindia ini, yaitu Belanda. Sebagai warga terhormat, baik P.A.Ursone maupun G.Ursone menjadi wakil negara mereka Italia di Hindia Belanda. Karena begitu sibuknya mereka berdua, maka pada tahun 1907, tanah sewa tersebut berganti nama pemilik kepada adik bungsu mereka A.Ursone, dan nama perseroan terbatas mereka, resmi menjadi Baroe Adjak.
Di tangan A.Ursone inilah perusahaan mereka semakin maju. Mereka bekerjasama dengan pemerintah untuk didatangkanlah sapi-sapi pilihan dari Friesland, Belanda. Pada akhirnya keluarga ini menjadi salah satu “raja” Susu di Bandung yang menguasai perdagangan susu sapi segar hingga menginisiasi berdirinya Pusat Pengolahan Susu Bandung atau Bandoengsch Melk Centrale (BMC) yang hingga kini masih berdiri (Perang Susu (Melk Oorlog) di Bandung, Bandungbergerak.id).
*Tulisan kolom Ngulik Bandung, yang terbit setiap Kamis, merupakan bagian dari kolaborasi antara www.bandungbergerak.id dengan Komunitas Djiwadjaman