• Berita
  • Warga Jalan Anyer Dalam Memperpanjang Harapan di Pengadilan

Warga Jalan Anyer Dalam Memperpanjang Harapan di Pengadilan

Setelah lama menunggu, jawaban para tergugat (PT. KAI dan PT. Wika) harus ditunda. Persidangan akan kembali digelar sebulan kemudian.

Warga menyaksikan proses pembongkaran sejumlah rumah di Jalan Anyer Dalam, Kota Bandung, Kamis (18/11/2021). Dengan dibantu alat berat, 25 rumah yang telah ditandai oleh PT. KAI mulai dirobohkan. (Agil Mohammad Gilman Najib/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau2 Desember 2021


BandungBergerak.id - Sengketa Jalan Anyer Dalam memasuki babak baru dengan bergulirnya perkara gugaran warga melawan PT Kereta Api Indonesia dan PT Wika di Pengadilan Negeri Bandung, Kamis (2/12/2021). Persidangan ini memperpanjang harapan bagi warga yang rumahnya telah hancur. Warga berharap peradilan berjalan jujur.

Sejak pagi, Aan Setiawan (55), salah satu warga yang rumahnya tergusur, hadir di PN Bandung dengan harapan ia bersama warga lainnya mendapatkan hak-haknya. Tidak ada pilihan lain bagi Aan selain terus maju menempuh jalur hukum demi memperjuangkan haknya. Karena jika mundur, rumahnya yang sudah tinggal puing-puing akan semakin sulit dikembalikan.

Pascapenggusuran, Aan tidur di lokasi proyek. Padahal di sana ia telah tinggal sejak 1998 atau 23 tahun lalu, berasama kedua anak dan istrinya. Kini, ia hanya seorang diri, setelah berpisah dengan sang istri yang memilih tinggal di Bogor. Rumah yang ia tempati di Anyer Dalam adalah turun temurun dari orang tuanya dahulu.

Ketika ditanya tanggapan ditundanya sidang, ia hanya akan terus menunggu dengan sabar. “Gimana lagi, itu keputusan pengadilan, terpaksa harus saya tunggu, sampai akhir terus berjuang. Mundur juga kita sudah hancur mending melawan terus, sudah tidak bisa. Mundur kita makin kalah,” ungkapnya.

Ia berharap, proses peradilan bisa berjalan dengan jujur. Ia sebenarnya tidak menginginkan ganti rugi, tetapi ingin tetap tinggal di Anyer Dalam. Alasannya, ia sudah tumbuh dan tinggal lama di sana, dan kini tak ada lagi rumah dan tempat tinggal lain lagi.

“Semoga pengadilan berjalan dengan jujur, itu saja harapan saya. Warga juga ga mau ribut-ributan, kalau mereka benar ya sudah warga juga tidak banyak neko-neko,” ungkapnya.

Aan hanya pekerja harian lepas. Jika sedang ada pekerjaan menjadi kuli bangunan pun ia kerjakan. Apa pun asal ia lakukan yang penting halal dan bisa bertahan hidup. Ia memiliki dua orang anak yang saat ini mengikut sang istri di Bogor. Kedua anaknya sedang berkuliah di Universitas Pakuan Bogor. Anak sulungnya saat ini kuliah sambil kerja. Tak hanya itu, Aan juga harus membiyai adiknya yang baru masuk kuliah.

Dulunya, ketika masih sekolah, anak-anak Aan tinggal bersamanya di Anyer Dalam. Tetapi semenjak ada persoalan dengan PT KAI, anak-anaknya makin tidak tenang dan akhirnya menetap di Bogor.

Baca Juga: Jalan Panjang Pemulihan Trauma Anak-anak Korban Penggusuran Anyer Dalam
Setelah Puluhan Tahun Tinggal, Warga Anyer Dalam Terancam Digusur PT KAI
Mendengarkan Suara Anak dan Perempuan Korban Penggusuran Jalan Anyer Dalam

Pertanyaan tentang Bukti Kepemilikan Lahan

Pengajuan gugatan sebenarnya dilakukan warga sebelum rumah-rumah mereka digusur. Dalam materi gugatannya, warga mempertanyakan bukti kepemilikan lahan oleh PT KAI. Menurut warga, hingga penggusuran terjadi, pihak KAI belum menunjukkan bukti-bukti yang diminta warga.

Jika nanti jalur hukum ini kemudian menunjukkan bukti kepemilikan lahan oleh PT KAI, maka warga akan menuntut ganti rugi bangunan. Sebab rata-rata warga telah tinggal di sana selama puluhan tahun. Selama itu mereka membayar pajak bangunan maupun tanah.

“Karena kan bangunannya yang milik warga, kita dari warga tidak mengklaim soal tanah. Yang mereka klaim itu bangunan saja. Pajak pun dibayar oleh warga, pajak bukan hanya bangunan saja yang dibayarkan, termasuk buminya pun dibayar,” papar Kuasa Hukum warga Jalan Anyer Dalam, Tarid Febriana.

Tarid juga mempertanyakan terkait hak guna pakai tanah yang diklaim PT KAI yang sudah puluhan tahun ditelantarkan. Sementara warga telah menempatinya.

“Sebenarnya, artinya secara aturan warga harusnya mendapatkan hak prioritas untuk mendapatkan bukti kepemilikan dalam bentuk apa punlah, apakah misal sertifikat atau misal apa pun itu kan, harusnya ada hak prioritas. Karena warga sudah menempati lebih dari 20tahun,” ungkapnya.

Namun ketika warga telah lama menetap, lanjut Tarid, tiba-tiba PT KAI mengklaim tanpa menunjukkan bukti kepemilikan. “Itu yang kita heran,” tambahnya.

Tarid juga menyayangkan pembongkaran rumah warga tidak sesuai dengan prosedur. Seharusnya pihak PT KAI mengikuti aturan dengan mengajukan izin ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Jika diizinkan, berikutnya masuk ke tahap sosialisasi kepada warga.

Setelah itu, barulah mengajukan penilaian ganti rugi bangunan. Selanjutnya membuat kesepakatan dari warga dan PT KAI, dan kemudian baru masuk ke tahap pembongkaran. Mengenai ganti rugi, Tarid menyatakan nilainya akan berbeda-beda.

“Seharusnya kan seperti itu, nanti ditawarkan dulu kepada warga yang terdampak, setelah itu terjadi nego, kalau misal negonya selesai, ya sudah itu dihitung per bangunan itu nilainya pasti beda-beda tidak bisa disamaratakan. Tapi ini yang jadi masalah tahap-tahapan seperti itu tidak dilalui sama sekali,” ungkapnya.

Agenda Sidang Ditunda Sebulan

Aan Setiawan dan warga lainnya tampaknya harus melipatgandakan kesabaran sekaligus memperpanjang harapan. Sebab sidang perdana sengketa lahan berjalan singkat saja. Sidang dengan agenda pembacaan gugatan itu hanya dihadiri warga sebagai penggugat, dan PT KAI sebagai tergugat, tanpa kehadiran pihak PT Wika.

Agenda berikutnya, sidang akan mendengarkan jawaban-jawaban dari para tergugat dan penggugat yang terpaksa harus diundur hampir sebulan, yakni 30 Desember 2021 mendatang. Padahal waktu penundaan sidang biasanya satu sampai dua minggu.

Tarid Febriana mengungkapkan alasan penundaan dikarenakan ada kesalahan penulisan pada surat panggilan. Sehingga pihak PT Wika tidak hadir.

“Panggilan dari pengadilan ke PT Wika-nya salah, harusnya Wijaya Karya kurang huruf W jadi Ijaya Karya. Jadi harus dipanggil ulang, karena ada kesalahan,” ungkap Tarid Febriana, kepada Bandungbergerak.id, di PN Bandung.

PT Wika ikut menjadi tergugat karena sebagai pengembang yang mendapat izin dari PT KAI. Sehingga dalam persidangan itu kehadiran delegasi PT WIKA diperlukan.

“Semua pihak kan harus datang dulu, ternyata pemanggilan dari PT Wika ada kesalahan, akhirnya dibenerin dulu dipanggil ulang. Akhirnya diundur hampir sebulan lah,” ungkapnya.

Tak Ada Tanggapan dari PT KAI

Selain perwakilan PT KAI, persidangan singkat itu dihadiri pihak Pemerintah baik Kota Bandung maupun Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Bandungbergerak.id mencoba menghubungi pihak kuasa hukum PT KAI, Gerry. Namun Gerry mengungkapkan bahwa ia tidak dizinkan berbicara.

“Punten petunjuknya untuk langsung ke divisi humas KAI saja,” ungkapnya, melalui pesan singkat.

Pada 26 November 2021, melalui siaran persnya, Manager Humasda Daop 2 Bandung, Kuswardoyo, mengatakan bahwa penertiban tersebut sebagai wujud keseriusan KAI dalam menjaga aset negara sekaligus melakukan optimalisasi aset. Aset tersebut berupa lahan yang ditempati 26 rumah dengan lokasi di Jalan Anyer Dalam RT 05 dan RT 06 RW 04, Kelurahan Kebonwaru, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung.

Dari total rumah yang dilakukan penertiban, kata Kuswardoyo, sebanyak 14 pemilik rumah telah sepakat dan bersedia untuk meninggalkan lokasi, serta menerima uang bongkar sebesar 250 ribu per meter persegi. Sementara itu, 12 pemakai lahan masih bersikeras mempertahankan dan tidak mau meninggalkan lokasi.

Sebelum melakukan penertiban, kata Kuswardoyo, pihaknya sejak Mei 2021 telah melakukan upaya persuasif kepada pemakai lahan melalui sosialisasi secara langsung, menyampaikan pemberitahuan kepada masyarakat pengguna lahan aset yang akan ditertibkan dengan tembusan surat kepada aparat kewilayahan terkait.

“KAI selalu membuka ruang komunikasi kepada warga dilokasi tersebut,” katanya.

Ia juga menyebut PT. KAI memiliki sertifikat hak pakai No.6 tahun 1988 yang menjadi bukti kepemilikan atas aset. Surat ini diperkuat keterangan Konfirmasi Bidang Tanah dari BPN yang menyatakan aset tersebut beserta batas-batasnya benar milik negara di bawah pengelolaan KAI.

PT. KAI pun mempersilakan apabila ada sebagian warga yang hendak menyampaikan gugatan. Namun gugatan warga ini tidak menjadikan KAI dilarang untuk melakukan kegiatan penertiban. Ia juga membantah bahwa pembongkaran tersebut tidak disertai dengan tindakan anarkis dan intimidasi terhadap warga.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//