“Suara dari Sudut Kota” Memperingati Hari Disabilitas Internasional di Bandung
Komunitas 3x4m menggelar pertunjukan bersama seniman jalanan, Enung Hermawati. Pertunjukan ini sebagai upaya mewujudkan masyarakat ramah terhadap disabelitas.
Penulis Bani Hakiki4 Desember 2021
BandungBergerak.id - Suara kendaraan bermotor begitu riuh terdengar di sekeliling gedung-gedung tua yang menghiasi padatnya pusat Kota Kembang, menyusul suara-suara klakson bersautan di tengah kemacetan. Di antara potongan lanskap urban itu, lirih suara kecapi tua sayup terdengar dari suatu sudut trotoar jalan.
Rintihan suara kecapi itu berasal dari petikan-petikan seorang perempuan difabel, Enung Hermawati yang telah menjadi sosok insipirasi bagi sebagian pemuda di Kota Bandung. Tiga puluh tahun sudah seniman jalanan itu menemani hiruk-pikuk salah satu wilayah wisata sekaligus pusat perbelanjaan dengan berbagai tembang Sunda yang menjadi ciri khasnya. Panggung jalanannya hampir tak pernah berpindah, tepat di sekitar Jalan Otto Iskandar Dinata, di persimpangan antara Jalan Dalam Kaum dan Jalan Cibadak.
Dalam rangka peringatan Hari Disabilitas Internasional yang jatuh setiap tanggal 3 Desember, komunitas 3x4m menginisiasi pertunjukan kolaborasi di titik di mana Enung biasa beraksi. Salah satu pegiatnya, Andy Waluya Wartja yang akrab disapa Kiting menuturkan, pertunjukkan ini merupakan bentuk apresiasi terhadap kaum difabel, khususnya untuk Enung sebagai seniman jalanan.
“Dalam memperingati Hari Disabilitas Internasional ini, kami pengin menyampaikan kepada masyarakat bahwa para difabel ini merupakan teman-teman yang bisa kita ajak berkolaborasi, teman berkarya. Sebenarnya kata disabilitas aja udah gak pas ya, soalnya mereka juga sama kok punya keahliannya masing-masing,” kata Kiting, saat ditemui di tengah pertunjukkan, Jumat (3/12/21).
Dalam kata lain, Andy mejelaskan bahwa visi utama pertunjukan bertajuk “Suara dari Sudut Kota” itu sebagai upaya mewujudkan masyarakat infklusif. Rangkaian itu juga merupakan salah satu bentuk respons terhadap ruang-ruang publik di Kota Bandung yang kian hari dirasa menyempit.
Demi melengkapi penampilan Enung Hermawati, komunitas 3x4m menghadirkan beberapa seniman alat musik Sunda lainnya. Pertunjukannya dimulai sekitar pukul 5 sore saat jalanan berada di puncak kemacetan. Hampir setiap orang yang berjalan kaki melintasi lokasi itu terpikat dan ikut menikmati penampilannya. Begitu juga dengan sejumlah pengendara yang menyempatkan diri berhenti sambil menengok di sela kemacetan.
Kiting dan kawan-kawan juga punya misi lain selain memperingati Hari Disabilitas Internasional, yakni mengembalikan ruh kebudayaan, khususnya musik Sunda yang keberadaannya kian tergerus zaman.
“Sekarang, kalau kita mau menikmati musik Sunda harus ke padepokan dan tempat-tempat khusus, untuk seniman jalannya sudah sangat jarang,” ujarnya.
Musik budaya Sunda dinilai jadi semakin ekslusif untuk dinikmati, padahal musik tersebut seharusnya menjadi tembang yang melambangkan jati diri masyarakat. Apalagi Kota Bandung merupakan salah satu pusat kebudayaan Sunda terbesar di Priangan.
Rangkaian ini sendiri didokumentasikan dalam bentuk video yang rencananya bakal diunggah di internet. Sehingga acara ini bisa dilihat oleh masyarakat yang lebih luas. Mereka juga akan membuka donasi kepada masyarakat yang mana uangnya bakal diberikan sepenunya untuk keperluan Enung.
“Setelah ini, kita bakal buka link donasi yang uangnya nanti bakal dipakai buat beliin Bu Enung kecapi baru. Ini bentuk apresiasi kami untuk Bu Enung sebagai seniman jalanan yang terus melestarikan budaya Sunda lewat kecapinya,” ungkap Andy.
Pertunjukkan tersebut berlanjut hingga malam hari, ada sekitar 10 tembang Sunda yang mereka bawakan. Semakin malam, penonton semakin ramai, beberapa di antaranya ikut menari mengikuti alunan musik.
Baca Juga: Ramadan di Tahun Pagebluk (12): Cerita Tiga Barista Difabel Netra
Transpuan, Penyandang Disabilitas, dan Persma Berbicara: Jurnalis Mendengarkan
Pemahaman-pemahaman Keliru tentang Para Penyandang Disabilitas
Pameran Foto Kaum Marginal
Perhelatan “Suara dari Sudut Kota” tidak hanya mengusung kolaborasi di antara seniman dan musisi Sunda saja. Pada kesempatan dan lokasi yang sama, seorang fotografer muda asal Kota Bandung, Mukky Dibagja pun ikut berkolabirasi dengan menggelar pameran foto di sekitar panggung pertunjukan.
Tidak ada judul khusus yang menaungi karya fotonya, tapi Mukky mengaku bahwa pesan yang coba ia sampaikan dalam pamerannya punya ruh yang sama, yaitu menyuarakan isu-isu sosial yang dinilai sering termarjinalkan di tengah pesatnya kemajuan sebuah kota. Foto yang dipamerkan merupakan hasil eksplorasinya di daerah-daerah kumuh Jakarta pada pertengahan 2021.
“Kita mau menunjukkan bahwa musik itu bisa dikolaborasikan dengan banyak hal, banyak bidang, termasuk fotografi yang juga punya kekuatan visual. Fotonya bercerita soal perjuangan rakyat-rakyat kecil yang sebenarnya punya potensi besar ikut membangun sebuah wilayah,” tuturnya, kepada Bandungbergerak.id di tegah pertunjukan.
Dalam menyambut Hari Disabilitas Internasional, Mukky berusaha mewakilkan keresahannya tentang keberadaan para difabel yang sering dipandang sebelah mata di tengah masyarakat umum. Posisinya sama seperti masyarakat miskin yang sering kali dikucilkan dan luput dari perhatian pemerintah. Hal inilah yang dianggap menjadi benang merah antara rangkaia foto dan isu utama yang diusung pertunjukan kolabirasi musik bersama Enung.
Sebagian besar foto yang ditampilkan pada kesempatan itu rencananya bakal disusun ke dalam sebuah buku. Saat ini, Mukky masih terus menggarap kisah-kisah masyarakat marjinal yang hidup di antara derap pembangunan kota-kota besar yang kehilangan ruang kreasinya.