CERITA ORANG BANDUNG (45): Asa Iki dan Denov selama Berperan sebagai Jurig di Jalan Asia Afrika
Di balik pemeran hantu-hantuan di Jalan Asia Afrika, ada kehidupan yang harus ditanggung selama kecamuk pagebluk, dan musim hujan yang membuat mereka sedih.
Penulis Reza Khoerul Iman6 Desember 2021
BandungBergerak.id –Di tengah kumandang azan asar, terik matahari masih terasa menyengat. Pada saat itu orang-orang lebih memilih untuk duduk bersama gedung bekas zaman kolonial di Jalan Asia-Afrika, Bandung. Tak jauh dari sana, tepatnya di sisi sungai Cikapundung, Jalan DR. Ir. Sukarno, para hantu (jurig) mulai bersiap-siap merias diri dan mamakai kostumnya, Kamis (12/02/2021).
Saban hari, para pemeran jurig itu mencari nafkah di kawasan Asia Afrika. Sejak pagi mereka menanti pengunjung atau wisatawan yang ingin foto bersama. Di saat kota telah sepi, tepatnya pukul sepuluh malam, mereka harus segera istirahat untuk persiapan hari esok. Namun, di akhir pekan mereka dapat memulai aktivitasnya sejak pagi hari hingga tengah malam.
Raut wajah ketakutan dari anak-anak kecil dan remaja, jerit tangis mereka, hingga tawa canda orang-orang, menjadi pemandangan sehari-hari yang biasa dihadapi pemeran jurig kala menghibur pengunjung. Meski demikian, tidak jarang kejadian yang benar-benar seram pernah terjadi. Beberapa orang yang memerankan jurig bahkan mengaku pernah “didatangi” lewat mimpi. Ada pula pemeran jurig yang pernah “kerasukan”.
Kehadiran para pemain cosplay jurig sejak 2015 di ibu kota Asia-Afrika, menjadi pewarna dan penghangat bagi wisatawan yang datang ke Kota Bandung. Begitu juga halnya dengan para jurig yang melihat para wisatawan silih berganti datang ke kota ini. Bagi mereka, wisatawan adalah pelipur lara di tengah kondisi yang mereka alami selama pagebluk.
Iki Nugraha (22), sebagai jurig gerandong, mengaku senang ketika kembali melihat rombongan wisatawan, pelajar, dan warga umumnya memadati kawasan ini. Kesan seram dari karakter yang diperankan Iki tak tampak lagi ketika para wisatawan hendak berfoto dengannya. Tak jarang juga beberapa anak, remaja, hingga dewasa memintanya untuk berjoget bersama.
“Jurig itu kan kesannya menyeramkan, tapi kami bisa dan harus tampil menghibur orang lain. Bahkan yang jarang diketahui orang, sebenarnya kita bisa diundang ke acara nikahan, ulang tahun, acara ngeprank dan event lainnya,” ucap Iki Nugraha, kepada BandungBergerak.id.
Sebelum menjadi jurig di Jalan Asia Afrika, Iki sempat menjadi pengemudi ojek online. Namun karena mendapat berbagai masalah akhirnya ia memutuskan untuk berhenti. Hingga akhirnya Iki bertemu dengan Komunitas Hantu Jalan Asia Afrika. Kini, sudah satu tahun lamanya ia menjadi hantu di sana.
Ayahnya Iki meninggal ketika ia menduduki bangku SMP. Semenjak ditinggal ayahnya dan lulus SMP, ia menjadi tulang punggung keluarga yang harus mencukupi kebutuhan ibu dan adiknya. Kini keluargnya mendukung apa yang sedang ia jalani, bahkan adiknya ikut menjadi jurig kepala buntung.
Nasib malang masih terus dialami oleh Iki. Sebab ia harus berpisah dengan istrinya. Dari pernikahannya ia dikaruniai satu orang anak yang kini telah berusia dua tahun, dan masih menjadi tanggungannya.
Mulai ramainya wisatawan seiring menurunnya jumlah kasus Covid-19 juga disambut Deden Novi (32) yang memerankan pocong pink. Sayangnya musim wisatawan ini bertepatan dengan bulan penghujan. Menurut Denov, sapaan akrabnya, jika hujan turun terpaksa mereka harus melipir ke Gedung Merdeka untuk bernaung. Saat itulah mereka kembali bersedih.
Kesedihan lain datang ketika Satpol PP menertibkan mereka. Para jurig dianggap melanggar ketika memasuki daerah Jalan Asia-Afrika, karena mereka sudah ditempatkan di Jalan DR. Ir. Sukarno. Meskipun keberadaan mereka sudah diizinkan oleh Pemerintah Kota, namun mereka menilai tidak ditempatkan pada tempat yang strategis.
Denov sebetulnya berprofesi sebagai pegawai swasta, yaitu menjadi supir bus di Trans Metro Bandung. Namun karena jadwalnya 4 hari kerja dan 4 hari libur, maka ia gunakan waktu senggangnya untuk melakoni pekerjaan sebagai pocong pink.
Menggantungkan hidup pada pendapatan dari supir bus diakui Denov tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya ia bergabung ke Komunitas Hantu untuk mencari rezeki tambahan. Terlebih selama menjadi supir bus ia telah kenal dengan para jurig di Jalan Asia-Afrika yang kerap ia lalui saat mengendarai bus.
“Sebenarnya jadi jurig bukan dijadikan sampingan, sih. Tapi lebih ke ngembangin bakat. Bakat ku butuh. Soalnya jujur, jadi karyawan kebutuhan hidup saya tidak sepenuhnya terpenuhi,” tutur Denov, seraya bercanda.
Denov telah berumah tangga dua kali. Ia mengaku gagal dalam membangun bahtera rumah yang tangga pertama. Hal ini disebabkan karena masalah ego, ekonomi, dan permasalah internal keluarga. Ia berharap agar orang lain tidak bernasib sama dengannya, dan menjadikannya pelajaran untuk ke de pannya.
Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG (44): Farah tidak Lelah Berbuat Kebaikan
CERITA ORANG BANDUNG (43): Kepalan Tangan Tiga Buruh Perempuan di Gedung Sate
CERITA ORANG BANDUNG (42): Ocin dan Mebelnya Setia Menanti Pelanggan
Jurig Bandung dan Pagebluk
Musim pagebluk menjadi pengaruh terbesar para jurig dalam menjalani aktivitasnya. Ketika pembatasan sosial menutup ruas Jalan Asia-Afrika beberapa waktu lalu, maka tempat penghasilan para pemeran jurig itu pun sepi seperti jalan mati. Keadaan ini membuat mereka memindahkan aktivitasnya ke lampu merah Dago, Cikapayang.
Iki mengaku aktivitas di Dago, Cikapayang, tidak sebesar di Jalan Asia-Afrika. Namun ia masih tetap bersyukur karena tiap harinya selalu ada saja rezeki yang datang menghampirinya. Bahkan tak jarang selama masa PPKM banyak orang dermawan yang memberikan bantuan.
“Waktu di dago juga Aa dapet uang dari Doni Salman yang sempat viral karena bagi bagi uang di jalanan saat PPMK. Pero rang dapet 200.000 ribu,” ucap pria asal Cimahi.
Di sisi lain, Denov mengatakan pagebluk membuat dirinya menjadi pandai berjualan. Meski pengalaman ini terkesan agak getir. Pasalnya, barang yang Denov jual itu adalah semua barang pribadi miliknya.
“Ketika pandemi yang ada di rumah segala dijual, seperti kulkas, tv, motor, dan lain-lain. Itu sedih. Tapi hikmahnya jadi pinter jualan. Kemudian selama pandemi pernah juga kerjaannya di rumah makan. Yah, di rumah cuma makan maksudnya. Gak ada kerjaan,” tutur Pria asal Padalarang ini.
Sementara itu pekerjaannya sebagai supir bus Trans Metro Bandung juga sedang dalam proses menunggu kepastian. Saat ini menurutnya bus tersebut sedang dalam proses peralihan tender dari Pemerintah Kota Bandung ke Dinas Perhubungan (Dishub). Tentu hal ini akan berdampak kepada para sopirnya.
“Jadi kita selaku karyawan menunggu hasilnya saja. Kepake lagi apa engga. Yah, sekarang gimana nasib. Kalau masih ke pake syukur,” ucap Denov.
Meski demikian, Denov mengakui aktivitasnya sebagai pocong pink lebih menyenangkan. Bahkan ia masih bisa menyisihkan 40 persen pendapatanya untuk panti asuhan.