Mengenal Karakter Gunung Semeru, Meletus lalu Tertidur
Curah hujan yang tinggi diperkirakan telah mempercepat proses erupsi Gunung Semeru. Hujan juga memicu banjir lahar dingin.
Penulis Sarah Ashilah8 Desember 2021
BandungBergerak.id - Gunung Semeru yang meletus dahsyat pada Sabtu (4/12/21) lalu, menyebabkan banjir lahar dingin dan memutus jalan nasional Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang. Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (Unpad), Nana Sulaksana, mengatakan banjir lahar Semeru disebabkan oleh aktivitas vulkanik yang bersentuhan dengan cuaca ekstrem.
Nana menjelaskan, letusan Gunung Semeru disebabkan dua gaya yang saling mempengaruhi, yakni gaya endogen yang terjadi ketika aktivitas magma mendorong material vulkanik ke atas permukaan bumi. Lalu gaya eksogen, yang diakibatkan curah hujan tinggi di wilayah tersebut.
Material vulkanik yang muncul ke permukaan, lalu bersentuhan dengan air hujan. Campuran dari seluruh material itu pun mengalir ke bawah melalui sungai-sungai dan lembahan. Dampaknya, banjir lahar tidak dapat dihindari dan melanda di wilayah lembahan Gunung Semeru.
“Kalau tidak ada hujan, maka seluruh material yang keluar sifatnya belum langsung menjadi lahar. Karena musim hujan, kebetulan hujan besar, material yang teronggok di atas terkena air, dan hanyut ke sungai,” ungkap Nana, seperti dikutip dari Kanal Media Unpad, Rabu (9/12/2021).
Nana memaparkan bahwa letusan Semeru yang terjadi bukanlah secara tiba-tiba. Kegiatan magmatisme Semeru sudah terjadi jauh sebelumnya, hanya saja letusan besar baru terjadi pada Sabtu (4/12/21) kemarin.
Menurutnya, Gunung Semeru memiliki karakter erupsi tersendiri. Bila diamati dari tipe letusannya, secara historis Gunung Semeru memiliki karakter erupsi yang besar. Meski begitu, gunung yang memiliki puncak bernama Mahameru ini akan kembali tertidur setelah erupsi besar yang terjadi.
Karakter letusan Semeru berbeda dengan gunung-gunung lainnya, seperti Gunung Merapi dan Sinabung. Perbedaan terdapat pada dinamika magma yang terjadi di dalam dapur magma Merapi dan Sinabung. Aktivitas magma di kedua gunung tersebut bergerak secara terus-menerus atau simultan. Dalam kata lain erupsi berskala kecil di Gunung Merapi dan Sinabung, kerap kali memang dapat terjadi.
“Antara satu gunung api dengan yang lainnya berbeda. Karena itu karakternya pun berbeda, karena kandungannya berbeda. Jadi karakter erupsi gunung berapi itu tidak bisa disamakan dengan gunung berapi lainnya,” ujar Nana.
Oleh sebab itulah di setiap gunung berapi yang ada di Indonesia, tersedia stasiun pengamatan masing-masing. Tujuannya untuk menilai perubahan temperatur, catatan seismograf, hingga penampakan visual dari peningkatan gunung berapi. Pengamatan gunung api juga dilihat dari sejarah erupsi yang terjadi sebelumnya.
Baca Juga: Data Gunung Api Aktif di Jawa Barat, 8 Gunung di antaranya Memiliki Tipe yang sama dengan Gunung Semeru
Dampak Bencana Perubahan Iklim Diperkirakan Lebih Dahsyat dari Pandemi Covid-19
Pengaruh Curah Hujan
Mirzam Abdurrachman, ahli vulkanologi dari Insitut Teknologi Bandung (ITB), mengungkapkan tiga hal yang menyebabkan erupsi gunung berapi. Pertama, volume di dalam dapur magma yang sudah penuh. Kedua, terjadinya longsoran di dapur magma akibat pengkristalan magma, dan ketiga adalah sesuatu yang terjadi di atas dapur magma.
“Faktor yang ketiga ini sepertinya yang terjadi di Semeru, jadi ketika curah hujannya cukup tinggi, abu vulkanik yang menahan di puncaknya baik dari akumulasi letusan sebelumnya, terkikis oleh air, sehingga gunung api kehilangan beban. Meskipun isi dapur magmanya sedikit yang bisa dilihat dari aktivitas kegempaan yang sedikit (hanya bisa diditeksi oleh alat namun tidak dirasakan oleh orang yang tinggal di sekitarnya), Semeru tetap bisa erupsi,” jelas Mirzam Abdurrachman, dikutip dari laman resmi ITB.
Mirzam juga mengungkapkan, arah letusan Gunung Semeru menuju ke tenggara. Hal ini disebabkan karena bidang tempat munculnya Semeru tidaklah horizontal, melainkan miring ke arah selatan. Selain itu, mengacu pada letusan di tahun 2020, arah abu vulkanik Semeru memang berhembus ke arah tenggara dan selatan. Begitu pula dengan aliran laharnya yang juga mengalir ke arah tenggara dan selatan.
ITB Mengirimkan Tim Peneliti
ITB telah mengirimkan tim peneliti untuk melakukan riset sekaligus pengabdian terhadap masyarakat di Semeru. Tim peneliti ITB akan melakukan sejumlah kegiatan di lokasi erupsi, seperti menyerahkan bantuan empat unit sistem penjernih air IGW dari LPPM ITB. Mereka juga akan melaksanakan rapid mapping di wilayah terdampak.
Selain itu, tim peneliti hendak membuat sistem informasi berbasis platform website, serta melakukan assessment terkait manajemen risiko bencana.Terkait dengan penelian, tim nantinya akan meneliti mekanisme erupsi Semeru, menggunakan analisis spasio-temporal distribusi termal dari citra satelit, lalu menganalisis deformasi dari data GNSS dan dinamika atmosfer di sekitar Gunung Semeru.
Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) ITB, Irwan Meilano mengatakan pengiriman tim dilaksanakan mulai 7 Desember sampai 10 Desember 2021. Tim peneliti dari FITB terdiri dari Agustinus Bambang Setyadji, Mirzam Abdurrachman, Arif Susanto, dan Idham Andri Kurniawan. Keempat orang tersebut berstatus sebagai peneliti utama. Juga dihadiri Raihan Fajar Adiwijaya sebagai anggota peneliti.