Data Kronologi Erupsi Tangkuban Parahu, Relatif Aktif dalam 1,5 Abad Terakhir
Dalam 1,5 abad terakhir, Gunung Tangkuban Parahu relatif aktif erupsi dengan rentang erupsi antara dua hingga 50 tahun.
Made with Visme Infographic Maker
Penulis Sarah Ashilah9 Desember 2021
BandungBergerak.id - Setiap gunung di Indonesia memiliki karakteristik erupsinya tersendiri. Gunung Semeru yang meletus pada 4 Desember 2021 lalu misalnya, jika diamati secara historis gunung ini memiliki karakter erupsi yang besar. Setelah erupsi, gunung ini akan kembali tertidur untuk waktu lama.
Jika Gunung Semeru memiliki karakter letusan besar, lain lagi dengan Gunung Tangkuban Parahu di perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Subang. Gunung yang terkenal dengan legenda Sangkuriang ini sebetulnya memiliki karakteristik aktivitas magma yang cukup aktif.
Letusan paling besar Gunung Tangkuban Parahu terakhir kali terjadi pada tahun 1910. Dalam 1,5 abad terakhir, gunung ini terus mengalami erupsi-erupsi freatik (embusan asap dan uap air). Antara 1,5 abad itu, letusan freatik Gunung Tangkuban Parahu terjadi dalam rentang 2 sampai 50 tahun.
Banyaknya erupsi mengakibatkan terbentuknya kawah-kawah di kawasan puncak Gunung Tangkuban Parahu, yaitu Kawah Ratu, Upas, Domas, Baru, Jurig, Badak, Jarian, Siluman, dan Pangguyangan Badak.
Dilansir dari laman resmi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), menurut Van Bemmelen (1934) karakteristik erupsi Tangkuban Parahu dapat dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama, yakni fase eksplosif yang mengakibatkan keluarnya lahar. Lalu fase efusif dengan komposisi lava yang mengandung andesit basaltis. Fase terakhir adalah pembentukan, umumnya di fase ini Tangkuban Parahu hanya mengalami erupsi freatik dan ledakan-ledakan kecil.
Baca Juga: Data Gunung Api Aktif di Jawa Barat, 8 Gunung di antaranya Memiliki Tipe yang sama dengan Gunung Semeru
Mengenal Karakter Gunung Semeru, Meletus lalu Tertidur
Sementara itu, berdasarkan jejak historisnya, sejak abad ke-19 Tangkuban Parahu tidak pernah mengalami erupsi magmatik besar kecuali erupsi abu tanpa leleran lava, awan panas, ataupun batu pijar. Dapat disimpulkan jika fase pertama dan kedua Tangkuban Parahu telah usai sebelum abad ke-19.
Meski begitu bukan berarti erupsi freatik tidak akan membahayakan manusia, khususnya wisatawan atau penduduk yang dekat dengan lokasi Tangkuban Parahu. Sewaktu peningkatan aktivitas, Tangkuban Parahu akan mengeluarkan asap putih yang diikuti oleh peningkatan gas vulkanik beracun seperti CO dan CO2. Jika kandungan gas beracun ini semakin tinggi, maka daerah yang terdampak akan berstatus sebagai daerah bahaya primer.
Saat ini status Gunung Tangkuban Parahu normal (Level 1). Namun di saat status yang relatif aman ini mitigasi bencana tetap diperlukan.