Data Kasus Kekerasan terhadap Anak Perempuan di Indonesia pada Ranah Keluarga 2004-2020, Anjlok di Tahun Pandemi Akibat Kurangnya Laporan
Kekerasan terhadap anak perempuan bisa terjadi di mana saja, di lembaga pendidikan seperti yang dilakukan HW kepada santriwatinya, atau bahkan di ranah keluarga.
Penulis Sarah Ashilah10 Desember 2021
BandungBergerak.id - Kasus kekerasan seksual pada anak yang dilakukan oleh HW (36) terhadap belasan santriwatinya menambah catatan suram kejahatan pada anak di Kota Bandung. Kejahatan seksual yang dilakukan HW masuk dalam kategori kekerasan di ranah komunitas, yakni di lingkungan pendidikan pesantren, di mana pelaku memiliki hubungan struktural dengan korban.
Diketahui bahwa HW adalah pimpinan beberapa pondok pesantren di Bandung. Di sana ia juga selaku guru bagi para santriwati yang masih di bawah umur. Bentuk hubungan HW dengan santriwatinya sarat akan relasi-kuasa, sehingga korban tidak berani melawan ataupun melapor.
Namun, kekerasan pada anak, terutama anak perempuan tidak hanya terjadi di ranah komunitas saja. Data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Perempuan (Komnas Perempuan) menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak perempuan di Indonesia juga terjadi dalam ranah domestik atau keluarga.
Kekerasan dalam keluarga ini cenderung dilakukan oleh orang-orang terdekat korban, seperti ayah, kakek, dan paman. Dalam kurun waktu enam belas tahun, jumlah kasus kekerasan terhadap anak perempuan relatif terus mengalami peningkatan. Melonjaknya angka kasus, pertama kali terjadi di tahun 2017, yakni sebanyak 2.227 orang korban. Angka tersebut merupakan akumulasi kekerasan seksual, kekerasan ekonomi, dan psikis.
Baca Juga: Kejahatan Seksual akan Lebih Rentan Terjadi di Sekolah dengan Sistem Tertutup
Kekerasan Seksual Menimpa 12 Santriwati Anak di Bandung, Saatnya Lebih Serius Menangani Masalah Kekerasan terhadap Anak
Menurut Catatan Akhir Tahun Komnas Perempuan Tahun 2018, meningkatnya jumlah kasus juga dipengaruhi oleh pendataan yang semakin baik, berkat kerjasama dengan berbagai organisasi masyarakat sipil. Meroketnya angka kekerasan terhadap anak perempuan, tentunya menjadi keperhatianan tersendiri. Semakin banyak anak perempuan yang berani melaporkan kasus pada lembaga layanan, maka akan semakin banyak korban yang membutuhkan pendampingan.
Setelah tahun 2017, jumlah kekerasan terhadap anak perempuan bertambah hingga 2.341 orang di tahun 2019, tetapi menurun drastis di tahun 2020 menjadi 125 orang. Dari 125 orang ini, tercatat 15 kasus inses atau kekerasan seksual kepada anak perempuan yang dilakukan oleh ayah kandung, ayah tiri, paman, maupun relasi keluarga lainnya.
Menurut Komnas Perempuan, turunnya jumlah kasus pada 2020 yang merupakan tahun pagebluk bukan berarti berkurangnya kasus kekerasan terhadap anak perempuan. Di tahun pandemi, banyak korban kekerasan dalam ranah domestik yang tidak berani bersuara karena terus berdekatan dengan pelaku semasa pandemi berlangsung. Faktor lainnya, banyak layanan pengaduan yang belum siap dengan kondisi pandemi, sehingga korban kesulitan untuk mengakses bantuan.
Dalam hal ini, negara atau pemerintah bertanggung jawab untuk membangun sistem perlindungan anak yang kokoh. Dan tak kalah pentingnya, sistem pencegahan kekerasan pada anak harus dibangun mulai dari keluarga, sekolah, dan seterusnya.