• Kolom
  • GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (13): Gunung Batu dan Potensi Wisata Edukasi Bencana Sesar Lembang

GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (13): Gunung Batu dan Potensi Wisata Edukasi Bencana Sesar Lembang

Menjadi bagian dari bentangan Sesar Lembang, Gunung Batu memiliki potensi besar wisata edukasi kebencanaan. Bisa dikemas secara menarik untuk memikat anak muda.

Yostiani Noor Asmi Harini

Dosen Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UPI dan pegiat di Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB). Dapat dihubungi melalui laman Faceb

Gunung Batu Lembang dipotret tampak ataas pada April 2019. Menjadi bagian dari bentangan Sesar Lembang, gunung ini memiliki potensi besar wisata edukasi bencana. (Sumber foto: Gates)

10 Desember 2021


BandungBergerak.id - Bentangan alam Indonesia diapit oleh lempeng tektonik Eurasia, Hindia Australia, dan Pasifik yang aktivitas tektoniknya dapat mengakibatkan bencana sesar (patahan). Di utara Kota Bandung, ada Sesar Lembang yang merentang sepanjang 29 kilometer dari Palasari hingga Cisarua, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Penelitian terkini memastikan Sesar Lembang sebagai sesar aktif yang bergerak sekitar 0,3-2 milimeter per tahun. Bahaya berupa gempa bumi, erosi, dan gerak massa batuan sangat mengancam masyarakat yang tinggal di sekitar sesar tersebut. Bukan hanya kerugian material dalam jumlah yang sangat besar, tapi juga ancaman kehilangan nyawa.

Gunung Batu merupakan bagian dari Sesar Lembang. Menurut peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:25.000, ketinggian gunung ini adalah 1336 Mdpl (Meter di atas permukaan laut). Sisi lereng utaranya yang didominasi tebing batu, merupakan salah satu tempat favorit bagi penggemar kegiatan rock climbing atau panjat tebing. Di puncaknya, selain ada makam petilasan, terdapat menara dan bangunan yang berfungsi sebagai bagian dari penelitian gempa. Juga sudah terpasang papan informasi yang menginterpretasikan Sesar Lembang.

Para pengunjung mendaki Gunung Batu Lembang pada Oktober 2019. Legenda yang hidup di tengah masyarakat di sekitar kawasan ini  menjadi pengingat pentingnya mitigasi bencana. (Sumber Foto: Yostiani Noor Asmi Harini)
Para pengunjung mendaki Gunung Batu Lembang pada Oktober 2019. Legenda yang hidup di tengah masyarakat di sekitar kawasan ini menjadi pengingat pentingnya mitigasi bencana. (Sumber Foto: Yostiani Noor Asmi Harini)

Legenda dan Mitos sebagai Kesadaran Kolektif

Legenda merupakan bagian kesadaran kolektif masyarakat penuturnya. Kesadaran tersebut dapat berupa kesadaran terhadap bencana sesar yang mengintai masyarakat di sekitar wilayah yang diapit oleh beberapa tumbukan lempeng tektonik.

 Munculnya legenda dapat dilatarbelakangi oleh adanya kejadian alam luar biasa, seperti gunung meletus yang mengakibatkan trauma bagi masyarakat. Trauma atau ketakutan tersebut disimpan sebagai memori kolektif yang diartikulasikan melalui cerita sebagai legenda. Melalui legenda, masyarakat pada masa lampau mewariskan peringatan terhadap generasi setelahnya mengenai dampak dari bencana alam.

Memori kolektif tentang Gunung Batu Lembang dapat diperoleh dari Pak Ujang, juru kunci makam keramat yang mendapatkan amanat secara turun-temurun. Sudah 31 tahun ia memikul tanggung jawab tersebut. Nomor ponsel ia tuliskan agar mudah dihubungi.

Legendanya, di Gunung Batu terdapat patilasan Mbah Mangkunagara (Aki Gul Wenang) dan Mbah Jambrong (Eyang Jagalawang atau Eyang Cagaralam). Konon, masa muda kedua tokoh tersebut dihabiskan dengan perjalanan mencari ilmu dan bekerja keras agar ilmu yang dimilikinya manjur. Keinginan mereka sekeras batu untuk dapat menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat. Setelah dewasa, keduanya menjadi sosok pemimpin yang agung, bijaksana, selalu menolong orang yang membutuhkan.

Pada zaman mereka hidup, Gunung Batu menjadi tempat berkumpulnya para pemimpin yang sangat peduli pada masyarakatnya. Ketika tugasnya telah selesai, Mbah Mangkunagara dan Mbah Jambrong melakukan ‘tilem’ di Gunung Batu. Untuk mengenang mereka, di Gunung Batu dibangun makam yang hingga saat ini masih dikeramatkan.

Sebagai makam keramat, tidak semua orang dapat memasuki area tersebut. Pengunjung harus harus menghubungi juru kunci dan datang pada waktu yang telah ditentukan. Legenda mengenai Mbah Mangkunagara dan Mbah Jambrong, serta keberadaan makam yang dikeramatkan dapat dimaknai sebagai kesadaran kolektif masyarakat untuk menjaga Gunung Batu.

Di tengah masyarakat bahkan terdapat mitos, jika Gunung Batu dihancurkan akan terjadi kiamat. Selain itu, masyarakat meyakini pula bahwa di gunung ini terdapat pusaka, berupa paseuk yang dalam bahasa Indonesia bermakna pasak, yang memicu kehancuran jika direnggut. Berperan sebagai pasak, gunung menggenggam lapisan bumi agar kedudukannya tetap. Konsep ini juga dikenali sebagai isostasi menurut kajian geologi modern dan kajian gempa bumi. Gunung diperlukan untuk menjaga keseimbangan.

Di sekitar makam keramat Gunung Batu, tumbuh subur tanaman Jaksi. Menurut sang juru kunci Pak Ujang, tanaman tersebut digunakan oleh para perempuan sebagai bedak untuk menjaga kecantikannya. Jaksi sejenis pandan yang sangat wangi malah dapat digunakan sebagai pengharum pakaian. Tanaman Jaksi, dalam cerita Sangkuriang atau Legenda Gunung Tangkuban Parahu, dikisahkan sebagai jelmaan Dayang Sumbi.

Masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Batu menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa ibunya. Bahasa itulah yang menjadi wadah khazanah pengetahuan kemanusiaannya. Melalui bahasa Sunda itu jugalah juru kunci menyampaikan pewarisan legenda.

Baca Juga: GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (12): Gunung Mandalawangi, Gunung di Perbatasan Bandung dan Garut yang Berselimut Mitos
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (11): Gunung Buleud Situwangi, Pernah Disinggahi Ilmuwan Dunia dari Tim Ekspedisi Novara Tahun 1858
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (10): Gunung Puncak Besar, yang Tertinggi di Pegunungan Malabar

Toponimi dan Akses

Penamaan Gunung Batu tidak memiliki banyak versi. Menurut sang juru kunci Pak Ujang, nama Gunung Batu berasal dari komposisi terbesar gunung tersebut yang memang berupa bebatuan.

Secara geologi, bebatuan yang membentuk gunung ini diakibatkan tumbukan yang terjadi antara dua lempeng besar di dalam tanah. Kedua lempeng itu adalah lempeng Hindia Australia di bagian selatan dan Lempemg Eura-Asia di bagian Utara. Salah satu lempengnya menghujam ke bawah, membuat lempeng lainnya terangkat. Peristiwa ini membuat lapisan batu beku intrusi dan tanah di atasnya naik menjadi dataran tinggi dan pegunungan yang tegak seperti benteng alami, yang memisahkan wilayah Kota Bandung dengan Lembang. Gunung Batu merupakan bagian dari benteng alam ini.

Tersedia beberapa jalur bagi warga yang hendak ke Gunung Batu. Perjalanan bisa dilakukan melalui Dago, Ciumbuleuit, atau Lembang.

Jika memilih melalui Dago, dari terminal angkutan umum Dago kita melanjutkan perjalanan sedikit ke utara, sampai nanti ada jalur berbelok ke kiri dengan kondisi jalan menurun. Melalui jalur ini kita akan melewati jembatan PLTA Bengkok, serta beberapa lokasi wisata, seperti Dago Dream Park, Rumah Miring, dan lainnya.

Jika memilih jalur pendakian melalui Ciumbuleuit, kita akan melewati deretan tempat makan yamg menyediakan masakan khas Sunda di kawasan wisata kuliner Punclut. Sementara itu, pilihan mendaki melalui jalur Lembang akan membawa kita melewati Pasar Lembang, atau yang dikenal dengan nama Pasar Panorama Lembang.

Papan interpretasi yang berisi informasi geologis tentang Sesar Lembang, yang ada di puncak Gunung Batu Lembang, Juni 2021. (Foto: Gan Gan Jatnika)
Papan interpretasi yang berisi informasi geologis tentang Sesar Lembang, yang ada di puncak Gunung Batu Lembang, Juni 2021. (Foto: Gan Gan Jatnika)

Geowisata dan Edukasi Bencana Sesar Lembang

Edukasi menjadi salah satu cara memberi bekal cukup bagi masyarakat untuk mengantisipasi bencana. Pengemasannya dibuat menarik agar pengetahuan tersebut mudah dipahami. Salah satunya lewat aktivitas geowisata yang dilakukan melalui perjalanan.

Perjalanan dilakukan menggunakan kendaraan dengan menyusuri 29 kilometer jalur Sesar Lembang. Di sepanjang perjalanan tersebut, peserta dapat melakukan pengamatan dan berdiskusi seputar bencana sesar. Perjalanan berakhir dengan pendakian Gunung Batu Lembang.

Pengalaman berjalan dan mendaki gunung niscaya mendekatkan para anak muda itu pada alam. Setelah sampai di puncak Gunung Batu, mereka sangat menikmati pemandangan dan suasana yang tersaji indah. Kisah tentang legenda makam keramat di puncak itu bisa dikisahkan di sana.

Tidak hanya struktur naratif dan konteks penuturan legenda, yang juga harus disampaikan adalah fungsi legenda tersebut di tengah masyarakat. Melalui legenda, masyarakat pada masa lampau mewariskan peringatan terhadap generasi setelahnya mengenai dampak dari bencana alam sehingga upaya-upaya pelestarian alam dan mitigasi bencana menjadi sangat penting. Begitulah legenda bisa dimaknai sebagai sistem peringatan dini terhadap bencana Sesar Lembang.

Tak disangkal, Gunung Batu Lembang memiliki potensi wisata edukasi, terutama mengenai bencana Sesar Lembang. Namun, butuh sinergi dan keseriusan berbagai pemangku kepentingan untuk membuatnya berdampak luas bagi tumbuhnya ketangguhan menghadapi bencana di tengah masyarakat, termasuk generasi mudanya. 

*Tulisan kolom Gunung-gunung di Bandung Raya merupakan bagian dari kolaborasi www.bandungbergerak.id dan Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB)

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//