• Kolom
  • RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (2): Komisi Nama Jalan dan Peran Pentingnya

RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (2): Komisi Nama Jalan dan Peran Pentingnya

Penetapan dan pengubahan nama-nama jalan di Kota Bandung menyatu dengan rencana pembangunan kota. Komisi Nama Jalan ada di pusatnya.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Seorang warga dalam lindungan payung berjalan kaki menyeberangi Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Sabtu (11/12/2021). Penamaan dan pengubahan nama-nama jalan di Kota Bandung menandai perkembangan kota secara keseluruhan. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

12 Desember 2021


BandungBergerak.idMeski kini sebagian besar nama-nama jalan di Kota Bandung dari paruh pertama abad ke-20 sudah berubah, jejak-jejaknya masih dapat kita lihat pada peta-peta bertitimangsa 1921-1945. Dalam peta-peta tersebut, kita juga dapat menemukan informasi tentang sejumlah perubahan nama pada beberapa ruas jalan.

Setelah saya selami lebih dalam, penamaan jalan yang baru berikut perubahannya di Kota Bandung selama hampir setengah abad merupakan buah pembangunan yang dilakukan pemerintah Kota Bandung (Gemeente Bandung), terhitung sejak 1 April 1906. Pada tulisan pertama, saya memberikan bukti hasil kinerja Gemeente Bandung antara 1906-1918 dalam Verslag van den toestand der gemeente Bandoeng over de jaren 1906-1918 .

Dalam Verslag 1906-1918, disebutkan berdasarkan Staatsblad 1917 No. 613, Gemeente Bandung terdiri atas dua onderdistrik, yaitu Oost-Bandoeng dan West-Bandoeng. Karena perluasan batas kota pada 1917, sebagian Onderdistrik Cipaganti dan Bojongloa masuk ke wilayah Gemeente Bandung. Selengkapnya, Onderdistrik Bandung Barat terdiri atas 8 desa, yaitu Andir, Citepus, Pasar, Cicendo, Suniaraja, Karanganyar, Astananyar, dan Regol. Sementara Ondersitrik Bandung Timur terdiri atas 6 desa, yakni Balubur, Kajaksaan, Lengkong, Kosambi, Cikawao, dan Gumuruh.

Selain Verslag 1906-1918, saya juga menyertakan buku yang berisi rencana pembangunan kota ke arah utara pada tahun 1919. Dalam tulisan kali ini, ihwal perencanaan pembangunan di Kota Bandung akan saya tambah dengan menyertakan Prospectus voor de Uitgifte van Gronden. Buku yang antara lain membahas rencana-rencana pembangunan kompleks ini diterbitkan Dienst van het Grondbedrijf pada 1923 dan 1931.

Dalam kaitannya dengan rencana dan pelaksanaan pembangunan itu, dari berbagai guntingan koran-koran berbahasa Belanda, saya tahu keputusan untuk memberi nama baru atau mengubah yang sudah ada ditentukan oleh sebuah komisi di lingkungan dewan kota Bandung (Gemeenteraad van Bandoeng) yang tugasnya mengurusi penamaan jalan. Itulah yang disebut commissie voor de straatnamen atau de straatnamen commissie (komisi nama jalan).

Karena penentuannya dilakukan dalam sidang-sidang dewan kota Bandung, dalam tulisan ini saya juga sedikit banyak akan membahas susunan anggota dewan kota Bandung dari waktu ke waktu, paling tidak antara 1906 hingga 1918. Karena dari pustaka-pustaka yang berhasil saya baca, di situ juga melibatkan anggota-anggotanya yang berasal dari kalangan pribumi.

Bahkan nantinya, ketika Indonesia merdeka, mereka pula yang menjadi anggota dewan kota yang mengurusi penamaan jalan di Bandung, sebagaimana yang nampak dari buku Perubahan Nama Djalan-djalan di Bandung/Gewijzigde straatnamen van Bandung (1950). Perubahan-perubahan tersebut ditetapkan “dalam Sidang Perwakilan Rayat Kota Bandung ttg. 3 Maret 1950 dan 28 April 1950”.

Dengan demikian, saya akan lebih dulu membahas anggota dewan kota Bandung. Setelah itu, saya akan mengulas rencana-rencana pembangunan, yang juga niscaya diputuskan dalam sidang-sidang dewan kota Bandung. Pada bagian terakhir, barulah saya akan membahas agak rinci ihwal komisi nama jalan.

Potret para anggota Dewan Kota Bandung angkatan pertama (1906-1909) yang memikiki kewenangan besar dalam penetapan dan pengubahan nama-nama jalan di Kota Bandung. (Sumber foto: Weekblad voor Indie, Derde Jaargang No 1, 29 April 1906)
Potret para anggota Dewan Kota Bandung angkatan pertama (1906-1909) yang memikiki kewenangan besar dalam penetapan dan pengubahan nama-nama jalan di Kota Bandung. (Sumber foto: Weekblad voor Indie, Derde Jaargang No 1, 29 April 1906)

Dewan Kota Bandung

Pembentukan dan susunan anggota dewan kota Bandung dapat dibaca dari berita singkat dalam Weekblad voor Indie, Derde Jaargang No 1, 29 April 1906. Di situ itu dikabarkan tentang pengangkatan anggota dewan kota Bandung pada 17 April 1906 pukul 18.00, di pendopo Kabupaten Bandung.

Dalam potret yang disertakan dalam mingguan itu terpampang 12 nama anggota Gemeenteraad Bandoeng. Selengkapnya sebagai berikut: R.A. Maurenbrecher, asisten residen Bandung sebagai ketua, R.T.A. Marta Nagara (bupati Bandung), Mas Rangga Tirtamadja (wedana kota), H.W. van Dalesen (fabrikant), G. van Houten (bekas direktur BOW), Mr. F. Sieuwerts (guru ilmu hukum di OSVIA), L.E.P. van der Tas (kepala kantor kadaster), C.J. van Haastert (direktur Kweekschool), F.J. Soesman (swasta), Dr. C.H.A. Westhoff (dokter swasta), W. Droop (wakil administratur transportasi pemerintah), dan Loa Boen Eng (kepala kampung Tionghoa).

Informasi rinci anggota dewan kota Bandung dapat disimak dalam Verslag 1906-1918 (1919: 3-7). Dari buku ini diketahui pada mulanya anggota dewannya terdiri atas 11 orang yaitu 8 Eropa atau yang dipersamakan, 2 pribumi, dan 1 orang Timur Asing. Kemudian sejak terbitnya Staatsblad 1917 No. 587, jumlahnya bertambah menjadi 17 orang, yaitu 10 Eropa atau yang dipersamakan, 5 pribumi, dan 2 Timur Asing. Pengunduran diri anggotanya ditetapkan pada rapat Gemeenteraad van Bandoeng tanggal 18 September 1918.

Hingga 1918, tercatat ada 69 orang yang menjadi anggota dewan kota Bandung. Untuk anggota angkatan pertama (1906-1909) sudah tertera dalam Weekblad voor Indie. Namun, sebagian di antaranya tidak dapat sampai usai, baik karena dipindahkan tempat kerjanya, meninggal, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam daftar disertakan juga penggantinya, yakni A.F. Razoux Schultz, Mr.E.H.Th. Mens Fiers Smeding, Mr. F. Sieuwerts, R. Demang Tisna Koesoema, dan R.A. Kern.

Anggota angkatan kedua (1909-1912): R. Rg. Danoekoesoema, H. Langelaan, R. Rg. Karta di Koesoema, Mr. J.C. Mulock Houwer, E.J.A Keuchenius, O. van der Veen, E.A. Pesch, R.W.O. Arendsen de Wolff, R. Soeria Karta Legawa, W.H.C. Van Deutekom, Thung Pek Koey, Dr.P.A.A.F.Eijken, C.J. de Graaf. Kemudian untuk angkatan ketiga (1912-1915) dan penggantinya: Tjen Djin Tjong, G.P. Carli, E.F.E. Douwes Dekker, F.H. Stoll, E.H.M. Uljeé, W.A. van Oorschot, F. van den Berg, Dr. C. Tirion, J. Brukker, G.C.Th. d'Arnaud Gerkens, J.M. Kerkhoff, D.P. Kessler, W.C. Moojen, Tan Djoen Liong, P.J.G. Moojen, dan S.B.H. Göpner.

Selanjutnya, untuk anggota angkatan keempat (1915-1918) berikut  penggantinya ada R. Djajasoebrata, W. Grondijs, F. Moet, P. A. Roelofsen, J.F.A.M. Koning, Dr. J. A. Koch, J. A. Lagas, Mr. E.E.G. Joakim, Tjen Djin Tjong, L.Th.J. Wolterbeek Muller, R.L.A. Schoemaker, dan F. Bouman. Terakhir, sesuai lingkup buku, yang menjadi anggota angkatan keempat (1918-1921) adalah J. N. van der Ley, J. A. Mac Leod Manuel, Soeria Amidjaja, A.J.A.F. Eerdmans, G.P.N. Elenbaas, J. C. Hensing, Darna Koesoemah, R. Koesoema Soedjana, Soeradi, Soetisna Sendjaja, Tan Boen Hong, dan R. Akman.

Sebagai informasi tambahan, saya membaca Gedenkboek vereeniging Himpoenan Soedara 1906-1936. Di situ dibahas sekilas pendirian dan ihwal keterlibatan pribumi dalam dewan kota Bandung. Konon (1936: 7), Gemeente Bandung didirikan berdasarkan keputusan tanggal 21 Februari 1906, Staatsblad No. 12, yang mulai efektif sejak 1 April 1906.

Selain informasi yang sama antara 1906-1918, dalam buku peringatan 30 tahun Himpoenan Soedara itu disebutkan bahwa dalam Staatsblad No. 179 tahun 1926 banyak anggota dewan Kota Bandung terdiri atas 27 orang, yakni 15 Eropa, 9 pribumi, 3 Timur asing. Pengangkatannya ditentukan pemerintah hingga 1909, tetapi kemudian dilakukan pemilihan bagi orang Eropa.

Sejak 1918, anggota dari pribumi pun dilakukan pemilihan. Pada akhir 1926, pada wali kota Bandung diperbantukan 3 orang wethouder, yang diwakili orang Eropa, Tionghoa, dan pribumi. Pribumi pertama yang menjadi wethouder di Gemeente Bandung adalah R. Idih Prawira di Poetra. Penggantinya Darnakoesoema yang nantinya diganti oleh R. A. Atma di Nata.

Dengan demikian, anggota dewan itulah yang melakukan berbagai rapat penentuan kebijakan pembangunan, pelaksanaan, dan evaluasinya. Tentu saja pembangunan kompleks-kompleks gedung di seantero Gemeente Bandung meniscayakan pembuatan jalan baru atau perbaikan jalan di sekitar kompleks untuk aksesnya, mengindikasikan juga adanya komisi nama jalan untuk memberi identitas baru.

Baca Juga: RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (1): Mengenal Jalan, Memahami Perkembangan Kota
Seribu Proyek di Jalan Dago

Rencana-Rencana Pembangunan

Rencana pembangunan kompleks di sekitar Kota Bandung antara lain mengemuka dalam Prospectus voor de Uitgifte van Gronden (1923). Di dalamnya ada gambaran singkat rencana-rencana pembangunan (“Korte beschrijving van eenige bouwplans”). Semuanya ada 12 rencana.

Rencana I melingkupi selatan Riouwstraat, yang gedung-gedungnya sudah dibangun. Lahannya masih tersedia, dengan harga 3.75 hingga 7 gulden per meter. Rencana II terletak di utara Riouwstraat dan timur Dagoweg. Pusatnya ada di sekitar Gouvernementsbedrijven (Gedung Sate) yang masih dibangun. Ketika departemen-departemen lain dipindahkan, maka tempatnya akan berada di sekitar Rencana II ini.

Untuk Rencana III dan VIII berada di barat Dagoweg dan utara Villa Park. Bagian terbesar kedua rencana tersebut adalah kompleks Technische Hooge School (THS, ITB) dan perumahan dosen. Karena lokasinya di tepi Sungai Cikapundung dan banyak pemandangan indah ke gunung-gunung di sekitar Bandung, kedua rencana bangunan ini dikatakan salah satu bagian paling indah di Bandung. Pembuat rancangan untuk kedua rencana ini adalah Ir. Maclaine Pont, yang juga perancang THS.

Rencana IV terletak antara Lembangweg dan Pasirkalikiweg, yang khusus diperuntukkan bagi bangunan sekolah dan fasilitas umum, di antaranya Gemeentelijk Ziekenhuis (RSHS, seluas sekitar 104.000 meter), Instituut Pasteur (sektar 97.000 meter), HBS, MULO, CES (Christelijke Europeesche School), HIS, Blindeninstituut, Roemer-Visser Vereeniging (dengan asrma), dan pusat pendidikan untuk sekolah Frobel dan AMS.

Untuk mendukung pembangunan Rencana IV dibangun jalan sepanjang 20 meter untuk akses ke Lembang, yang paralel dengan Lembangweg (Nijlandweg). Jalan penghubung itu dikatakan akan selesai pada 1924, sehingga Lembangweg lama hanya akan berfungsi untuk lalu-lintas barang, sementara lalu-lintas cepat mobil dan nantinya trem akan melalui jalan baru. Dalam Rencana IV ada juga rancangan perumahan mewah di sepanjang jalan baru itu, serta akan banyak disediakan rumah berukuran kecil.

Rencana V dan IX masih ada dalam tahap pembangunan. Rencana X terletak di utara Riouwstraat, seperti Rencana II, yang dikhususkan bagi perumahan para pegawai sipil pemerintah. Kompleks besar telah dibangun di sana, baik oleh Bouwbedrijf (jawatan urusan pembangunan Kota Bandung) untuk para pejabat Gouvernementsbedrijven dan oleh pasukan zeni untuk para perwira.

Terakhir, Rencana XI dikhususkan bagi kompleks industri (industrieterrein). Lokasinya di tepi jalur Jalan Raya Pos, berdekatan dengan rel kereta api, yang akan dilengkapi jalan lebar berbatu keras, sehingga akan memuaskan kalangan pebisnis sekaligus takkan mengganggu perluasan kota.

Pembahasan Nama Jalan

Hal-hal di atas yang membuat terang tentang pentingnya Komisi Nama Jalan di dalam susunan anggota dewan kota Bandung pada paruh pertama abad ke-20.

Untuk memperkaya bahasan mengenai Komisi Nama Jalan, saya mencari perbandingan dengan apa yang terjadi di Belanda, negara yang menjajah Indonesia sehingga tentu saja membawa pengaruh besar dalam banyak hal. Termasuk sudah pasti menjadi cermin ketika menetapkan komisi nama jalan serta menjadi acuan saat menentukan nama jalan yang baru.

Dalam mokums.nl, saya menemukan Straatnamen Amsterdam (nama-nama jalan di Amsterdam) berikut Commissie voor de Straatnamen (komisi untuk nama jalan). Di sana disebutkan komisi tersebut sudah ada sejak diperkenalkannya Undang-undang Kota pada 1851 (Gemeentewet in 1851), penetapan nama jalan (yang sebelumnya berupa nomor dan acuan) di lingkungan kota-kota yang ada di Belanda.

Pada 1862, pemerintah Kota Amsterdam memutuskan wali kota dan stafnya dapat mengajukan nama jalan setelah mendapatkan masukan dari pihak ketiga, tetapi dewan kotalah yang akhirnya membuat keputusan akhir. Keadaan demikian terus bertahan, dengan sedikit perubahan. Karena adanya kemenduaan bahkan keengganan, sejak 1991 diputuskan komisi nama jalan seharusnya selalu melakukan penyelidikan dulu dan memberikan saran berdasarkan hasil-hasil investigasinya.

Salah satu bukti kinerja Komisi Nama Jalan di Kota Amsterdam adalah ketika harus membatalkan nama-nama jalan yang dipaksakan semasa pendudukan Jerman pada Perang Dunia II. Arsip-arsip kinerja komisi itu ada pada Collectie Commissie voor de Straatnamen Amsterdam, 1953-1975. Menurut informasi dari situs meertens.knaw.nl, komisi itu antara lain memberi saran kepada pemerintah Kota Amsterdam untuk menamai lagi jalan-jalan di Bijlmermeer.

Lalu, bagaimana dengan Komisi Nama Jalan Kota Bandung selama paruh pertama abad ke-20? Saya menemukan salah satu datanya yang paling awal pada notula sidang dewan kota Bandung pada 12 April 1907. Saat itu, anggota dewan L.E.P. van der Tas, yang merupakan kepala kantor kadaster, menyampaikan peta Bandung yang baru hasil rancangannya.

Dalam peta itu, dia menyertakan nama-nama jalan baru dan harus dikonsultasikan dengan direktur pekerjaan umum. Bagian-bagian baru kota hasil rancangan Tas antara lain menyertakan nama-nama pulau, seperti Sumatra-straat, Java-straat, dan lain-lain. Tas juga menyarankan agar papan nama jalan sesegera mungkin dipasang (Soerabaijasch Handelsblad, 16 April 1907).

Dalam sidang Gemeenteraad van Bandoeng pada 11 Augustus 1909, dibahas permintaaan warga kota yang tinggal di tepi grooten Pasirkaliki-weg, yang disebut Pasirkalikikaler. Mereka memohon agar jalan samping itu diberi nama Nieuwstraat. Atas permintaan itu, komisi nama jalan Kota Bandung akan merancang semua jalan dengan nama-nama baru, meski belum memiliki calon namanya (De Locomotief, 16 Agustus 1909).

Selanjutnya, dalam sidang pada 15 Juni 1917, Ketua Dewan Kota Bandung menyetujui proposal Koning yang memohon agar memberi nama-nama bagi jalan yang baru dibangun. Ketua mengatakan bahwa nama-nama tersebut sudah diindikasikan dalam peta rencana pembangunan. Gagasan untuk nama-nama bagi jalan itu diambil dari nama-nama penyair (dichterswijk), seperti Bilderdijkstraat, Vondelspark, dan lain-lain (AID De Preanger-bode, 16 Juni 1917).

Sebulan kemudian, Mij tot Expl. en Gebouwing van Gronden menerbitkan peta di sekitar Karees. Dari peta itu nampak sebagian besar kompleks Karees sudah selesai dibangun dan sudah diberi nama jalan dari gunung-gunung di Jawa Barat. Jalan utamanya diberi nama Papandajanlaan, sementara yang lainnya ada Goentoerlaan, Tampomaslaan, Malabarpark, Patoehalaan, Windoestraat, Halimoenlaan, dan lain-lain (AID, 31 Juli 1917).

Peta rencana pembangunan di Kota Bandung yang penamaan jalan-jalannya banyak mengikuti sistem Eropa Barat. (Sumber: Prospectus voor de Uitgifte van Gronden, 1923)
Peta rencana pembangunan di Kota Bandung yang penamaan jalan-jalannya banyak mengikuti sistem Eropa Barat. (Sumber: Prospectus voor de Uitgifte van Gronden, 1923)

Mengikuti Sistem Eropa Barat

Perubahan paling signifkan terjadi pada 1921. Ini terjadi saat direktur gemeente-werken dan bouw- en woningtoezicht diminta untuk merevisi nama-nama jalan, karena adanya penetapan garis-garis bangunan pada berbagai jalan. Saat itu diajukan untuk menggunakan nama orang terkenal bagi jalan dan lapangan yang belum diberi nama.

Untuk memberi nama baru itu, Direktur Pekerjaan Umum mendasarkan dirinya pada pertimbangan bahwa menggunakan penyederhanaan nama jalan itu tidak mungkin bila tanpa mengingat pertimbangan kejelasannya. Syaratnya nama-nama jalan diusahakan tidak mirip satu sama lainnya agar mencegah terjadinya kebingungan. Pemilihan namanya mengikuti sistem yang berlaku di seantero Eropa Barat, yakni memilih nama-nama orang yang layak atau sangat terkenal.

Namun, menurut anggota dewan Tjen Djin Tjong, penggunaan nama orang terkenal sebagai nama jalan akan menyebabkan orang-orang pribumi, seperti kusir dan supir, sukar menyebutkannya. Ia lebih sepakat untuk mengikuti sistem sederhana yang ditawarkan direktur gemeente-werken Heetjans untuk jalan di lingkungan Djambu (Djamboe-wijk), yakni dengan memberinya nama Kleine Djamboeweg, Groote Djamboeweg, Djamboe Bengkok, dan lain-lain. Namun, usulan Tjen Djin Tjong tidak digubris.

Selengkapnya nama jalan baru yang diusulkan saat itu adalah: Astanaanjarweg, Antennestraat, ABC-straat, Gang Altmann, Boeah Batoeweg, Bandjaranweg, Gang Blimbing, Burgemeester Coopsweg, Gang Coorde, Van Deventerweg, Gang Doerian, Gang Doekoe, Gang Djemek, Daendelsweg, Entrée Villapark, Ehrlichweg, Engelbert van Bevervoordelaan, Garoenggangweg, De Groot-straat, Van Heutszweg, P.C. Hooftweg, Hoogeschoolweg, Huygensweg, HBS-plein, HBS-weg, Helmersweg, Idenburgweg, Kampementsweg, Kiaratjondongweg, dan Kartini-weg.

Selanjutnya: Van Limburg Stirumplein, Leeuwenhoekstraat,  Mataramweg, Mauritslaan, Marconiplein, Marconistraat, Madoerastraat, Nieuw Merdika, Gang Nangka, Natunaweg, Oosteinde, van Oldenbarneveldtweg, Oosteinde Binnen, Potgietersweg, Poeloe-Lautweg, Pasteurweg, Gang Pinang, Petersweg, Poengkoerweg, Roemer Visscherweg, Radio-straat, Gang Ramboetan, Rooseboomweg, Raadhuisweg, Rotgansweg, Rotgansplein, Röntgenweg, Radiumweg, De Ruyterlaan, Stadhouderslaan, Sabangweg, Sabangplein, Stalplein, De Stuersweg, Gang Sawoe, Simpang steeg, Tesselschadeweg, Tollensweg, Tjihapitplein, Tjakra Negaraweg, Tuindorpweg, Telefunkenstraat Verkerkweg, Van der Wijckweg, Westhofweg, dan Zadelweg.

Perubahan nama jalan yang sangat signifikan ini disiarkan dalam AID edisi 30 April 1921. Bila melihat daftar itu, saya jadi terang tentang pengelompokan nama-nama  jalan berdasarkan khazanah istilah yang berkaitan dengan radio, buah-buahan (vruchtenwijk), gubernur jenderal Hindia Belanda, dokter-dokter terkenal di Bandung, dan lain-lain.

Proposal nama jalan yang diajukan pada perempat pertama tahun 1921 itu, banyak yang disepakati dan terus digunakan hingga diubah pada 1950, saat Indonesia telah mendapatkan pengakuan kedaulatan dari Belanda. Sebagian lainnya, sejak 1921 terus mengalami perubahan karena adanya penambahan nama jalan yang baru lagi, seiring dengan perwujudan rencana-rencana pembangunan di Kota Bandung. Sebagian di antaranya juga masih tetap dipertahankan hingga sekarang.

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//