• Liputan Khusus
  • TERJERAT RENTENIR (4): (Mustahil) Berharap Tuntas pada Satgas

TERJERAT RENTENIR (4): (Mustahil) Berharap Tuntas pada Satgas

Kota Bandung memiliki Satgas Anti Rentenir. Beranggotakan 15 orang, lembaga ini sejak 2018 menerima lebih dari 7 ribu laporan masalah terkait rentenir dan pinjol.

Petugas keamanan berjaga di depan kantor Bank Bandung atau Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kota Bandung di Jalan Naripan, Kota Bandung, Kamis (21/10/2021). (Foto: Ahmad Abdul Mugits Burhanudin/BandungBergerak.id)

Penulis Bani Hakiki28 Desember 2021


BandungBergerak.id - Pertengahan Oktober 2021 lalu, kabar tidak sedap datang dari Kota Bandung. Satuan Tugas (Satgas) Anti Rentenir mempublikasikan jumlah warga Kota Bandung yang terjerat rentenir atau pinjaman uang ilegal. Tidak main-main, totalnya, dalam periode tahun 2018 sampai 2021, mencapai 7.321 orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 4 ribu orang terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal.

Yang perlu dicatat, jumlah itu hanya mencakup warga yang mengadukan masalah mereka ke Satgas. Jumlah mereka yang tidak mengadukan persoalan terkait rentir, sangat mungkin jauh lebih besar.

Praktik rentenir, yang kini bersalin baju dalam layanan pinjaman berbasis teknologi digital, bukan masalah baru di Kota Bandung. Ceritanya sudah panjang mengakar di tengah masyarakat urban yang terus didera beragam persoalan ekonomi akibat ketimpangan kesejahteraan. Pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir memperburuk situasi.

Pemerintah Kota Bandung pun telah menggulirkan sekian banyak program untuk mengatasi masalah ini. Selain Sagas Anti Rentenir, telah digulirkan juga layanan pinjaman Melati, akronim dari Melawan Rentenir, oleh Bank Bandung atau Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kota Bandung. Untuk para pedagang kaki lima (PKL) dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), ada juga program sokongan permodalan.

Satgas Anti Rentenir Kota Bandung mulanya berdiri secara sukarela oleh segelintir orang yang peduli pada bahaya rentenir pada 2018 lalu. Kepengurusan yang sekarang kemudian diresmikan lewat Surat Keputusan Walikota Nomor 518 tahun 2021. Di situ dijelaskan, tugas Satgas adalah memfasilitasi kebutuhan korban rentenir untuk membayar utangnya dalam bentuk strategi dan perlindungan hak pribadi.

Tidak hanya menjamin hak-hak peminjam modal, Satgas juga akan menjamin uang pinjaman yang diberikan pihak pemodal bisa kembali dengan catatan bunga yang sesuai kriteria perbankan secara resmi. Bahkan, ada pula beberapa kasus di mana Satgas terpaksa menekan pemodal agar mencabut bunga pinjamannya.

“Kita memberikan solusi tentang bagaimana cara membayar utang yang baik. Utang tetaplah uutang dan harus dibayar. Pelaku (rentenir) juga harus mengikuti aturan. Kalau ada yang bandel, kita alihkan ke kepolisian,” kata Ketua Harian Satgas Anti Rentenir Kota Bandung Saji Sonjaya ketika ditemui di kantornya, Sabtu (13/11/2021) lalu.

Saat ini, ada 15 anggota yang terdaftar secara resmi menjadi bagian dari Satgas Anti Rentenir Kota Bandung. Latar belakang beragam mereka beragam, mulai dari praktisi koperasi, praktisi hukum, hingga akademisi. Cara kerja orang-orang ini lebih dekat seperti relawan, meski mereka menolah disebut relawan.

“Masih banyak masyarakat yang tidak tahu keberadaan Satgas, sosialisasi kita belum maksimal. Biasanya yang tahu hanya di tingkat kelurahan dan kecamatan. Banyak juga yang pesimistis kalau kami bisa menjadi solusi permasalahan,” ungkap Saji.

Secara struktural, Satgas bergerak resmi di bawah satuan kerja Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) Kota Bandung. Untuk melaporkan masalah terkait rentenir, warga bisa menyambangi markasnya di Gedung Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), Jalan Buah Batu Nomor 26. Warga bisa juga mengakses pelayanan daring melalui pesan Whatsapp di nomor 08112131020 atau dengan mengetuk akun Instagram @satgasantirentenir.

Baca Juga: TERJERAT RENTENIR (3): Hidup Hariman dalam Cengkeraman 20 Layanan Pinjol
TERJERAT RENTENIR (2): Utang Tetangga Membawa Petaka
TERJERAT RENTENIR (1): Mimih dalam Ancaman Bunga Tinggi dan Teror Pinjol

Kendala di Lapangan

Selain jumlah anggota yang terbatas, Satgas Anti Rentenir Kota Bandung juga dihadapkan pada pendanaan kegiatan yang terbatas. Diketahui, kucuran dana utama mereka datang dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bandung. Namun, menurut klaim Saji Sonjaya, dana tersebut belum mencukupi seluruh kegiatan yang dilakukan tim, terutama dalam teknis penugasan lapangan.

“Kita ada anggaran dari Pemkot tapi terbatas hanya untuk sosialisasi kegiatan. Kalau ke teknis di lapangan, udunan aja kita. Ada uang honor, tapi tidak seberapa,” ungkapnya tanpa menyebutkan nominal.

Menurut Saji, para anggota masih bertahan di tim Satgas terlebih atas dasar kesadaran dan kepedulian. Di luar kegiatan Satgas, setiap anggota memiliki pekerjaan lain yang bisa menunjang kehidupan masing-masing.

Saji sepakat, Satgas Anti Rentenir merupakan sebuah lembaga sementara. Untuk jangka panjangnya, diharapkan ada peraturan yang lebih tegas dari pemerintah untuk menutaskan permasalahan rentenir. Misalnya melalui penerbitan undang-undang atau peraturan daerah.

Saji juga mendorong agar pemerintah menyiapkan lembaga alternatif yang bisa memfasilitasi pinjaman dengan akses yang lebih luas menjangkau masyarakat. Ia juga berharap agar literasi keuangan masyarakat bisa dikampanyekan lebih serius dan tertata.

“Harapannya, pemerintah bisa mengeluarkan peraturan yang lebih holistik dan komperhensi,” katanya. “Dan betul-betul ditegakkan peraturannya itu.”

Bukan Jawaban Paripurna

Anggota Komisi B DPRD Kota Bandung Christian Julianto Budiman berpendapat, Satgas Anti Rentenir bukanlah jawaban paripurna atas persoalan terkait rentenir yang kini banyak bersalin baju dalam layanan pinjol. Harus ada kebijakan komprehensif yang dieksekusi secara terukur.

“Satgas ini kan menangani yang di hilirnya. Ketika ada keluhan, laporan, Satgas bertindak. Kita harus punya strategi besar yang mencakup juga pencegahan, seperti literasi keuangan dan kemudahan akses permodalan,” ucapnya.

Lebih jauh dari itu, Christian juga mendesak perlunya kerja sungguh-sungguh memangkas kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat. Kerja besar ini membutuhkan koordinasi kuat berbagai sektor pembangunan. Bukan hanya ekonomi.

Menurut Christian, Pemkot Bandung sudah memiliki data awal, mencakup data PKL dan data warga miskin, yang bisa dijadikan titik berangkat. Tantangannya sekarang tinggal memverifikasi data tersebut untuk kemudian dijadikan dasar berbagai kebijakan strategis. 

“Yang harus juga diperkuat adalah koordinasi internal Pemkot Bandung. Ini yang masih jadi kelemahan selama ini. Seolah saling lempar kewajiban atau saling tindih program,” katanya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//