CERITA ORANG BANDUNG (48): Lia Sang Pengemudi Online, Gigih Bekerja demi Menguliahkan Anak
Di puncak pandemi Covid-19 yang mengganas, suami Lia dirumahkan dan ia harus terjun membantu ekonomi keluarga. Ia juga menghadapi mahalnya biaya kuliah anaknya.
Penulis Emi La Palau6 Januari 2022
BandungBergerak.id - Usia Lia Yuliana sudah lebih dari setengah abad, tepat 52 tahun. Tetapi ia masih gigih mengais rejeki untuk menutupi kebutuhan hidup keluarga, termasuk menguliahkan putra bungsunya. Ibu rumah tangga ini tekun menekuni profesinya sebagai pengemudi ojek online pesan antar makanan.
Pada Juli 2021 lalu, kala puncak pandemi Covid-19 varian delta tengah mengganas, banyak rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya di Bandung yang kewalahan menerima pasien, banyak pasien meninggal dunia.
Pagebluk juga merontokkan sendi-sendi ekonomi. Suami Lia dirumahkan dari bioskop tempatnya bekerja. Sejak 2020, bioskop memang menjadi sektor pariwisata yang pertama terdampak pembatasan sosial demi menghindari penyebaran virus corona. Saat itu suami Lia hanya digaji setengahnya, lalu pada 2021 awal, gajinya menjadi seperempat, dan pada Agustus dan September 2021, suami Lia benar-benar dirumahkan tanpa diberi upah. Baru pada Oktober, sang suami mulai bekerja dengan besaran upah yang belum 100 persen.
Di saat kecamuk pagebluk dan desakan ekonomi, kehidupan Lia menghadapi titik balik. Ia mencari-cari informasi lowongan kerja. Kebetulan, Lia mengikuti komunitas motor. Di komunitas ini seorang kawannya—Neneng, ibu rumah tangga yang juga pengemudi ojek online bidang pesan antar makanan—mengajak Lia untuk menjadi driver pengantar makanan di salah satu perusahaan e-commers. Tak pikir panjang, Lia langsung mengiyakan ajakan itu.
Sebagai ibu rumah tangga, tentu menjadi driver online tak mudah. Di awal-awal, Lia masih belum paham bagaimana cara menggunakan aplikasi. Beberapa hari setelah terdaftar, meski sudah ada orderan yang masuk, Lia belum berani untuk mengambil orderan. Ia masih kebingungnan. Lalu, akhirnya ia memberanikan diri mengambil orderan pertama di seputaran daerah Margacinta, beruntung ada driver lain yang membantu menjelaskan lebih detail cara mengorder makanan.
Satu berhasil, lalu orderan kedua dan selanjutnya tak begitu sulit. Lia mulai paham bagaimana menggunakan aplikasi. Sejak pukul 8 pagi usai mengurus kebutuhan rumah, Lia sudah mulai mengaktifkan aplikasi untuk mendapatkan pelanggan. Ia baru keluar rumah jika sudah ada pelanggan.
Berbeda dengan awal-awal menjadi driver onlie, ia benar-benar berangkat dari rumah walaupun belum mendapatkan order. Tak lupa, ia membawa bekal makanan, air minum, dan peralatan ibadah. Bekal makanan ini tentu untuk menghemat pengluaran selama bekerja. Pukul 5 sore, ia pulang ke kontrakannya di seputaran Lengkong, meski orderan yang didapat belum mencapai target bonus. Saat itu ia belum terlalu terbiasa.
Dalam perkembangan selanjutnya, Lia akhirnya mulai bisa mengatur ritme kerjanya. Ia akan mulai keluar rumah jika telah mendapatkan orderan. Jika sedang sepi, ia akan kembali beristirahat sejenak di rumah, kemudian melanjutkan mengantar orderan hingga malam. Biasanya paling malam ia bekerja sampai jam 10.00 WIB.
Lia punya targetan-targetan tiap harinya. Untuk mengejar Bonus Satu sebesar Rp 12.000, ia harus mengumpulkan sebanyak enam orderan. Lalu, Bonus Dua Rp 23.000, ia harus memenuhi target 120 orderan, dan Bonus Tiga atau yang paling tinggi (Rp 33.000), ia harus mendapat 13 orderan. Tentu ia tidak bisa mencapai semua targetan setiap hari, karena ia juga harus memerhatikan kesehatan tubuhnya. Sebab semakin ambisius mengejar target, akan semakin panjang jam kerjanya.
“Hari khusus tambah orderan tambah bonus. Paling kalau lagi ramai, suka ngak ingat waktu, kalau tidak dimatiin (aplikasinya) terus saja, masuk lagi (orderan). Cape ah ya sudah (mematikan aplikasi),” ungkap Lia, ketika ditemui Bandungbergerak.id, di rumah kontrakannya, Selasa (28/12/2021).
Hari-hari khusus dengan tambahan bonus tersebut biasa jatuh pada tanggal-tanggal tertentu, seperti perayaan hari belanja, 12.12 atau 11.11. Atau ketika perayaan hari besar, seperti Natal. Biasanya, jika mendapat enam belas kali pesanan, ia bisa mendapat Rp 45.000 hingga Rp 50.000. Namun jam kerjanya menjadi lebih lama.
Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG (45): Asa Iki dan Denov selama Berperan sebagai Jurig di Jalan Asia Afrika
CERITA ORANG BANDUNG (46): Uje, dari Mesin Jahit Belok Kiri ke Bengkel Motor Roda Tiga
CERITA ORANG BANDUNG (47): Ating, Penjual Tanaman Hias Sezaman dengan Wali Kota Ateng Wahyudi
Demi Pendidikan Anak
Selain bekerja sebagai driver online, Lia Yuliana juga harus membagi waktu untuk mencari pekerjaan sampingan. Ia menjual makanan ringan yang dijajakan untuk teman dan kerabatnya. Barang-barang dagangan itu ia ambil di daerah Baleendah. Sesekali jika ada yang memesan dagangannya, ia akan mengantarkan barang terlebih dulu. Barulah, jika sudah luang kembali, ia mulai mengambil orderan online.
Lia memiliki dua orang anak. Hidup dalam serba keterbatasan ekonomi tak membuatnya berkecil hati untuk tidak menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang perguruan tinggi. Anak pertamanya perempuan, berusia 26 tahun, kini sudah sarjana dan sudah bekerja. Anak bungsunya yang berusia 20 tahun, sedang mengenyam bangku pendidikan jurusan pendidikan olahraga di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Kini si bungsu sudah memasuki semester 5.
Perempuan kelahiran 9 Juni 1969 itu tidak berpikir muluk-muluk pada anaknya. Menurutnya, menyekolahkan anak-anak hingga jenjang perguruan tinggi adalah tanggung jawabnya sebagai orang tua. Ia tak mau anak-anaknya hidup menderita seperti yang ia rasakan selama ini. Pendidikan menurutnya begitu krusial.
“Iya, sekarang kondisi saya seperti ini, terus tidak memanfaatkan kesempatan sama saja saya menyengsarakan anak, pasrah terus menyengsarakan anak. Saya gak punya harta, gak punya apa-apa, paling ya ngasih pendidikan itu,” ungkapnya.
Lia tak ingin mengubur mimpi anak-anaknya untuk tak melanjutkan pendidikan. Perempuan lulusan SMA ini sejak lama sudah terbiasa bekerja demi masa depan keluarga. Ia pernah bekerja di bioskop, kemudian bertemu dengan calon suami dan menikah. Pada 1995, ia memutuskan keluar dari pekerjaannya karena harus merawat anak-anaknya.
Sejak itu, ia tak tinggal diam. Ia mula menjalankan bisnis kecil-kecilan, menjual pakaian, pembersih dan pewangi pakaian. Selama menjalani bisnis jual beli, ia selalu membawa anak-anaknya. Ia tak mau anaknya diurus oleh orang lain.
Tantangan Menguliahkan Anak
Kehidupan tak pernah berjalan mulus, satu anak sulungnya berhasil lulus kuliah, kini tinggal sang bungsu. Awal-awal kuliah sang bungus, ia menghadapi besarnya biaya kuliah hingga sampai Rp 32 juta. Tak hanya itu, keputusannya menguliahkan anaknya mendapat penolakan dari keluarganya.
Namun, Lia bersikeras bahwa anak-anaknya harus kuliah. Ia memutuskan menjual tiga unit motornya untuk biaya masuk kuliah anak bungsunya. Ia tak tega mengubur mimpi anaknya hanya karena persoalan ekonomi. Ia ingin membuktikan bahwa ia mampu mengelola uang dari suami dengan baik, dan juga mengusahakan semua anaknya mendapatkan pendidikan tinggi.
“Saya simpel saja, kalau anak kuliah itu rejekinya, kalau saya jual motor itu bukan motor orang, itu saya yang beli, saya yang nyicil itu punya saya. Saya gak pernah menyulitkan siapa pun untuk nguliahin anak,” ungkapnya.
Memang sejak dulu, Lia selalu berusaha untuk memenuhi semua kebutuhan sekolah anak-anaknya, meski tak sepenuhnya disetujui oleh sang suami. Ia tak ambil pusing. Saat ini, ia merasa lega karena anak perempuannya berhasil lulus sarjana dengan baik. Pendidikan diharapkan menjadi bekal anak perempuannya di masa mendatang.
Menurut Lia, sejak kecil kedua anaknya kerap berprestasi di sekolah, baik akademik maupun di bidang lain seperti olahraga. Anak perempuannya adalah pemain basket, sampai pernah bertanding di luar negeri. Lalu si bungsu juga berprestasi di kelas. Sebagai seorang ibu, ia tak tega membiarkan bakat anak-anaknya terbuang.
Hingga kini, perjuangan Lia belum usai. Ia masih harus memperpanjang harapan dan dan cita-cita anak-anaknya, meski berjalan dengan keyakinannya sendiri sebagai seorang ibu rumah tangga. Lia masih harus kerja keras dengan bekerja lebih.