CERITA ORANG BANDUNG (47): Ating, Penjual Tanaman Hias Sezaman dengan Wali Kota Ateng Wahyudi
Ating Suryana hidup di zaman Operasi Pagar Betis, tanaman hiasnya dibeli oleh Wali Kota Bandung terdahulu seperti Ateng Wahyudi dan Wahyu Hamidjaja.
Penulis Reza Khoerul Iman5 Januari 2022
BandungBergerak.id - Sejak zaman kompeni Belanda, Jalan Cibeunying merupakan bagian dari jalur hijau yang memanjang sampai ke ujung Jalan Cilaki. Baru kemudian sekitar tahun 1980-an, Wali Kota Bandung saat itu, Ateng Wahyudi, mengubah Jalan Cibeunying menjadi kawasan bursa tanaman hias hingga kini.
Di depan salah satu toko tanaman hias, tepatnya di dekat Cibeunying Park, Jalan Cibeunying Utara, seorang lelaki tua sedang membersihkan jalanan di depan toko tanamannya yang tampak tak rapih oleh guguran dedaunan, Minggu (2/1/2022). Toko itu tampak sederhana, luasnya tidak besar, dan didominasi banjar berbagai jenis tanaman. Sebuah gubuk kecil di dalam toko biasa digunakan pemiliknya untuk sekadar beristirahat dan menunaikan salat.
Lelaki sepuh itu Ating Suryana, seorang penjual tanaman hias asal Babakan Jati, Binong. Pria 70 tahun tersebut sudah berjualan tanaman hias di Cibeunying sejak tahun 1982. Sebelum berjualan di Jalan Cibeunying, ia sempat berjualan tanaman dengan ayahnya di jalan Tamansari. Artinya, ia sudah lebih dari 40 tahun berjualan tanaman hias di Kota Kembang.
Aktivitas dan kondisi fisik tubuhnya tidak menunjukan bahwa Ating telah berusia 70 tahun. Di saat orang seusianya banyak mengeluhkan kondisi kesehatan, ia bersyukur bisa tetap sehat dan bugar, tidak pernah masuk ke rumah sakit atau memiliki penyakit berat.
Setiap hari seusai salat subuh, Ating tidak pernah tidur lagi. Ia sibuk bersiap-siap dan sarapan. Baru ketika pukul 06.30 ia mulai berangkat dengan angkot ke toko tanaman hiasnya untuk berjualan. Sementara toko-toko lain biasa buka sekitar pukul 08.00 pagi.
Ating memamng menjual berbagai tanaman hias, meski tanaman yang ia sediakan lebih banyak tanaman besar dan pelindung. Dengan usahanya itu ia dapat menghidupi keluarga sampai saat ini. Bahkan ia meyakinkan kalau semua penjual tanaman di sini memiliki untung yang besar.
“Jualan tanaman hias sangat cukup untuk mencukupi keluarga, bahkan kalau sudah nemu alurnya bakalan cepet nemu peluang rezekinya. Jangan salah, semua kios di sini pasti masing-masing punya mobil,” tutur Ating kepada BandungBergerak.id, menjelang sore.
Selama ini, Ating selalu berjualan sendirian. Di usia yang sudah tua, berjualan dan mengurus tanaman sendirian memang cukup mengherankan. Namun bukan berarti keluarganya tidak ingin membantu. Empat dari dari lima orang anaknya telah meninggal dunia. Kesedihan yang dialami Ating tidak cukup sampai di sana, sebab pada 2017 lalu istrinya juga dipanggil Yang Kuasa.
“Jadi kondisi Bapak yang terlihat seperti gini teh, bukan artinya gak kenapa-kenapa, tapi sebenarnya Bapak itu sedang dalam kondisi sedih,” lirih Ating.
Namun Ating tidak pernah berlarut-larut dalam kesedihan, ia terus semangat menjalani hidupnya dan menjajakan bisnis tanaman di Cibeunying yang sudah lama ia geluti.
Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG (44): Farah tidak Lelah Berbuat Kebaikan
CERITA ORANG BANDUNG (45): Asa Iki dan Denov selama Berperan sebagai Jurig di Jalan Asia Afrika
CERITA ORANG BANDUNG (46): Uje, dari Mesin Jahit Belok Kiri ke Bengkel Motor Roda Tiga
Operasi Pagar Betis dan Didatangi Wali Kota Ateng Wahyudi
Ating Suryana besar dan tua di Bandung. Ia lulusan Sekolah Rakyat (SR, kini SD) Muararajeun, kemudian sempat mengecap sekolah tehnik selama enam bulan di Jalan Ciliwung. Selama bersekolah, Ating sudah terbiasa usaha. Ia selalu mencari tambahan bekal tambahan dan berjualan.
“Dulu bapak suka disuruh sama guru beli minyak tanah ke Pulo Laut, Cihapit. Pulangnya bapak dikasih upah dan nilai tambahan. Selain itu bapak juga jualan permen hingga cuci piring di rumah orang,” ucap Ating.
Selulus dari SR Muararajeun, ayahnya Ating menyuruhnya bekerja atau ikut mencebor tanaman saja. Hingga akhirnya ia tidak berkesempatan mengecap pendidikan yang lebih tinggi.
Selama hidupnya, setidaknya ada tiga peristiwa besar yang pernah Ating alami. Pertama, ia pernah mengikuti Operasi Pagar Betis ketika zaman Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Dalam peristiwa pengepungan pimpinan DI/TII itu ia ditempatkan di Sinumbra, Ciwidey, Kabupaten Bandung.
“Saat sedang ramai Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, bapak sempat ikut Operasi Pagar Betis di Ciwidey, Sinumbra,” tuturnya.
Ia masih mengingat jelas bagaimana selama seminggu lamanya mengamankan lingkungan dari gerombolan—sebutan untuk para pengikut Kartosoewirjo masa itu—ketika malam hari. Alhasil, banyak pengikut Kartosoewirjo yang berhasil ditangkap di Sinumbra.
Selain itu, Ating pernah mengalami masa Konperensi Asia-Afrika (Konferensi Asia Afrika atau KAA), namun taak banyak yang dapat ia diceritakan karena waktu itu ia hanya jadi penonton saja di ruas Jalan Asia-Afrika.
Selebihnya, lebih dari separuh usianya banyak dihabiskan untuk berjualan tanaman. Pernah satu waktu, saat Ating tengah menyapu jalanan di depan kiosnya, tiba-tiba datang Ateng Wahyudi, Wali Kota Bandung (1983-1993), dengan wajah terheran-heren
“Kenapa Bapak malah menyapu di sini?” tanya Ateng Wahyudi, seperti diceritakan Ating.
Ating berusaha menjawab bijak, “Saya diberi tempat oleh kota madya untuk berjualan di sini. Jadi tempat ini harus bersih.” Mendengar jawaban itu, Ateng Wahyudi memberinya apresiasi berupa pembelian tanaman pelindung yang dijual Ating.
“Ini mah itung-itung ngasih imbalan atas usaha bapak, saya minta tolong ke bapak supaya jalan Padjadjaran sampai Ciroyom ditanami pohon,” cerita Ating.
Selain Ateng Wahyudi, Wali Kota Bandung lainnya yang suka beli tanaman sekaligus mengunjungi taman Cibeunying adalah Wahyu Hamidjaja. “Pak Djaja mah suka main ke sini, sambil beli tanaman juga,” ucap Ating.
Sore menjelang, gema azan Asar berkumandang. Ating pun beranjak ke gubuk di dalam tokonya untuk melaksakan salat Asar.