Komnas HAM Beberkan Potret Kekerasan Negara terhadap Rakyatnya dalam Kurun 2020-2021
Dari sisi jumlah, angka kekerasan tahun 2020 ke 2021 menurun. Tetapi peningkatan kasus terjadi pada kematian di sel tahanan.
Penulis Iman Herdiana18 Januari 2022
BandungBergerak.id - Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) merilis data kekerasan negara sepanjang 2020-2021. Dari segi jumlah, kasus kekerasan menurun. Sedangkan aktor atau pelaku didominasi kepolisian atau anggota Polri.
Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam membeberkan, aktor pelaku kekerasan negara terdiri dari petugas lapas 2 aktor (2020), Satpol PP 2 aktor (2020), TNI 10 aktor (2020) dan 11 pelaku (2021), dan anggota Polri sebanyak 72 aktor pada 2020, dan 55 aktor pada 2021.
“Secara keseluruhan kasus (yang melibatkan) kepolisian dengan beberapa tipologi, angka baiknya menurun. Dari 72 (aktor) ke 55 (aktor) menurun. Ini penting bagi kita karena dalam kurun ini kami dengan kepolisian cukup intensif melakukan komunikasi, agar kejadian tidak terulang kembali, dan ketika terjadi, kita tangani dengan baik. Dan ini alhamdulillah menurun,” papar Choirul Anam, dalam jumpa pers daring, Senin (17/1/2022).
Berdasarkan data penanganan kasus di Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM 2020-2021, tercatat ada 480 kasus (41,31 persen) dari total 1.182 kasus yang ditangani terkait dengan pelaksanaan kerja-kerja anggota Polri.
Kasus-kasus tersebut tersebar di berbagai wilayah, terutama Jawa Tengah, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Selatan. Sementara hak yang dilanggar meliputi hak anak, hak turut serta dalam pemerintahan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas kesejahteraan, hak untuk hidup, hak memperoleh keadilan.
Bentuk atau tipologi pelanggaran yang didata Komnas HAM antara lain kasus kekerasan yang pada 2020 terjadi 45 kasus, kemudian menurun menjadi 26 kasus pada 2021. Tipologi lainnya adalah penyiksaan dari 24 kasus pada 2020 menjadi 21 kasus pada 2021, penangkapan sewenang-wenang (dari 20 kasus menjadi 15 kasus). Beriktunya, penanganan lambat dari 93 kasus menjadi 69 kasus, kriminalisasi dari 33 kasus menjadi 24 kasus.
Selain itu, terjadi kenaikan pada kasus kematian tahanan dari 3 kasus meningkat menjadi 8 kasus. Sehingga dalam dua tahun, kasus kematian dalam tahanan sebanyak 11 kasus.
Kasus pelanggaran tersebar di tingkat Polda hingga Polsek. Komnas HAM menyampaikan catatan bahwa secara umum terjadi penurunan pelaporan terkait dengan kinerja Polda dan Polres, namun di level Polsek justru meningkat. Kasus-kasus terakait kekerasan, penyiksaan, dan kriminalisasi masih kerap dilaporkan.
“Rata-rata jumlah tindakannya menurun tapi justru jumlah kematian dalam tahanan meningkat,” kata Ketua Tim Pemantauan n Penyelidikan Komnas HAM Wahyu Pratama Tamba, pada kesempatan yang sama.
Tama, sapaan untuk Wahyu Pratama Tamba, menambahakan pelanggaran HAM terkait kekerasan negara pada institusi Polri khususnya penggunaan kekerasan penyiksaan dan kematian tahanan dalam kurun waktu 2020-2021 terjadi 61 peristiwa tindak kekerasan, 39 penyiksaan, dan 11 peristiwa kematian tahanan.
Kekerasan terhadap Pengunjuk Rasa
Komnas HAM menggarisbawai kekerasan aparat cukup tinggi terjadi pada saat mengawal aksi unjuk rasa. Sepanjang 2020-2021, terdapat 10 peristiwa penanganan aksi unjuk rasa dengan 204 orang mengalami kekerasan, dan 4.000 orang ditahan oleh kepolisian pascaunjuk rasa.
Analis Pelanggaran HAM Nina Chesly mengatakan, pada saat pananganan aksi massa kepolisian cenderung menggunakan gas air mata ataupun memukul dan menangkap peserta aksi. Hal ini menimbulkan korban luka, cacat, hingga hilangnya nyawa.
“Bentuk tindakan kekerasan lainnya kepada korban berupa pengundulan, pencakaran, pencekikan, pemerasan, larangan peliputan, pemaksaan menggunakan pakaian tidak sesuai gender, dan sebagainya,” lata Nina.
Tindakan kekerasan tersebut mengakibatkan 27 korban kematian (dari 22 kasus atau peristiwa), mengakibatkan kecacatan 2 kasus, luka tembak 34 orang (dari 9 kasus), luka pada tubuh 249 orang (dari 28 kasus).
Nina mengatakan, ada tiga respons kepolisian terhadap kasus-kasus tersebut. Yaitu respons substantif 62 persen (38 kasus), di mana kepolisian menjelaskan pokok permasalahan yang terjadi.
Ada pula nonsubstatntif (13 persen atau 8 kasus), bahwa respons yang diberikan kepolisian tidak menjelaskan pokok permasalahan yang diadukan. Sedangkan tidak merespons sama sekali sebanyak 25 persen (15 kasus), dengan rincian 3 kasus di Mabes Polri, dan 12 kasus di 8 wilayah Polda.
Rekomendasi Komnas HAM
Mohammad Choirul Anam mengapresiasi terjadinya penurunan angka kekerasan dari tahun 2020 ke 2021. Khusus mengenai kekerasan pada saat aksi unjuk rasa, ia berharap ke depan penanganan aksi massa lebih mengutamakan pendekatan persuasif tanpa kekerasan.
Pada 2021 memang terjadi pengurangan kasus kekerasan, walaupun jumlahnya masih ada. “Catatannya, orang di-smackdown pada 2021 masih ada, tapi secara keseluruhan ada tindakan signifikan pengurangan,” katanya, mengacu pada peristiwa pembantingan pengunjuk rasa oleh anggota Polri yang videonya sempat viral beberapa waktu lalu.
Komnas HAM memberikan beberapa rekomendasi agar kekerasan tidak terjadi kembali, yaitu memastikan tidak ada lagi tindak kekerasan dan mengambil langkah efektif untuk melakukan pencegahan, khususnya bagi institusi kepolisian, TNI, lapas, Satpol PP dan lainnya.
“Memastikan penegakan sanksi hukum hingga sanksi pidana terhadap anggota Polri yang terbukti melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan tugas,” katanya.