• Opini
  • Korean Wave, Bentuk Soft Power Diplomacy Korea Selatan di Indonesia

Korean Wave, Bentuk Soft Power Diplomacy Korea Selatan di Indonesia

Pengaruh Korean Wave di Indonesia menjalar pada fesyen, makanan, hingga pendidikan. Generasi muda mesti bijak menghadapi gelombang budaya Korea ini.

Keisya Diva Kurniawan

Mahasiswi Universitas Katolik Parahyangan (Unpar)

Warga memadati area pusat belanja di kawasan Alun-Alun Bandung, untuk berbelanja kebutuhan lebaran, Senin (3/5/2021). Fesyen maupun kuliner berbau Korea lagi digemari masyarakat, tak terkecuali di Bandung. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id )

21 Januari 2022


BandungBergerak.idDi era globalisasi ini, perkembangan teknologi menjadi sangat pesat dan memberikan kemudahan bagi para pemakainya di banyak bidang, termasuk mengakses informasi dari segala penjuru dunia. Informasi yang didapatkan tidak hanya sebatas tentang politik dan ekonomi, melainkan produk-produk kebudayaan di dalamnya juga dapat menyebar secara luas ke seluruh dunia. Hal inilah yang terjadi di Indonesia, yaitu masuknya Korean Wave atau Hallyu sebagai budaya populer dari Korea Selatan, seperti drama, musik pop, variety shows, fashion, kuliner, dan masih banyak lagi. ‘Demam Korea’ dapat menjadi kata yang tepat dalam menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia dari remaja hingga dewasa yang semakin antusias dengan produk-produk budaya dari negeri ginseng ini.

Korea Selatan menggunakan Korean Wave sebagai bentuk soft power diplomacy mereka untuk menyebarkan pengaruh lebih luas ke dunia internasional. Joseph Nye (2008) mengatakan bahwa soft power adalah kekuatan yang menggunakan kecerdasan emosional untuk mempengaruhi orang lain, seperti membentuk jalinan yang erat melalui karisma, komunikasi, dan juga budaya. Jadi, intinya diplomasi soft power adalah sebuah pendekatan sosial serta budaya untuk mencapai kepentingan nasional sebuah negara. Maka dari itu, di era globalisasi ini negara-negara di dunia telah mengurangi pendekatan dengan hard power, seperti kekuatan militer, melainkan menggunakan soft power yang lebih efektif dalam mengembangkan pengaruh mereka secara lebih luas.

Melihat hal ini, salah satu bentuk soft power diplomacy Korea Selatan tersebut tentu sudah menyebar mempengaruhi ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Banyak dampak yang telah dirasakan di segala bidang akibat dari produk-produk Korean Wave tersebut. Lantas, apa saja pengaruh dari Korean Wave atau Hallyu ini terhadap penduduk Indonesia?

Keinginan Mempelajari Bahasa Korea Selatan

Pengaruh dari Korean Wave juga turut menyentuh ke dalam dunia pendidikan, yaitu meningkatkan minat masyarakat, khususnya generasi muda untuk mempelajari bahasa Korea. Pada saat ini, kita juga sering mendengar orang-orang menggunakan kata-kata sederhana dalam bahasa Korea, seperti saranghae, annyeong, dan hwaiting. Maka dari itu, tanpa disadari bahasa Korea yang terbilang sederhana tersebut sebenarnya adalah dampak dari pergerakan masif kebudayaan Korea ke Indonesia.

Berdasarkan laporan Korean Educational Statistics Service, adanya kenaikan total pelajar dari Indonesia yang ingin menempuh studi di Korea. Pada tahun 2014, terdapat 1.025 pelajar dan pada tahun 2019 totalnya mencapai 1.613. Adanya tawaran beasiswa dari jenjang S1 sampai S3, seperti Korean Government Scholarship turut menjadi faktor meningkatnya minat para pelajar untuk mempelajari bahasa Korea dan berkeinginan melanjutkan studinya di sana.

Dalam mempelajari bahasa Korea, bukan hanya sebatas digunakan untuk mengonsumsi produk Korea, seperti K-Drama ataupun lagu K-Pop, tetapi hal ini bisa digunakan sebagai pemicu untuk mencetak prestasi yang membanggakan. Contohnya adalah Latifa Dinnar, seorang fans K-Pop yang mempelajari bahasa Korea secara otodidak selama 8 tahun dan berhasil memenangkan lomba pidato dalam bahasa Korea hingga membuatnya dikirim ke Korea. Dampak seperti inilah yang sebenarnya dapat menjadi motivasi bagi anak muda lainnya untuk terus berkarya dan menekuni sesuatu yang sangat mereka sukai, seperti Dinnar ini.

Baca Juga: Reformasi Pendidikan sebagai Jawaban atas Terpaan Gelombang Digitalisasi di Indonesia
Peluang Menjadi Wirausahawan Daring di Saat Menyempitnya Lowongan Kerja
E-commerce Memicu Mahasiswa semakin Konsumtif?

Perubahan Preferensi Milenial dalam Dunia Fesyen

Dunia fesyen akan selalu bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman sehingga dapat dimodifikasi sesuai dengan tren dan selera masyarakat itu sendiri. Dewasa ini, Korean Fashion menjadi salah satu tren yang sedang naik daun di kalangan masyarakat akibat drama Korea serta idola K-Pop yang dapat merubah preferensi mereka dengan banyaknya  penggunaan produk make-up, pakaian Korea, skincare dan sebagainya. Dengan fesyen Korea yang sering menggunakan warna cerah dan model pakaian unik membuat masyarakat Indonesia, terutama milenial sangat tertarik untuk mencobanya.

Di tahun 2021, banyak sekali gaya berpakaian dari artis-artis Korea yang akhirnya menjadi sangat populer di Indonesia. Dilansir dari artikel Tokopedia, terdapat beberapa gaya fesyen yang sedang tren di tahun ini, yaitu penggunaan desain kotak-kotak atau pleads dengan salah satu anggota girlband Red Velvet, Seulgi yang sering menggunakan gaya ini. Lalu, pakaian Big Bow yang pernah ditampilkan oleh Jennie Blackpink, yaitu baju seperti dasi kupu-kupu, tetapi dalam ukuran yang lebih besar sehingga memberikan kesan feminim pada pemakainya. Terakhir, penggunaan clip dan pin untuk memberikan warna dan keunikan pada jaket atau topi polos, seperti yang sering dipakai oleh G-Dragon, anggota BigBang.

Berdasarkan contoh-contoh tersebut, salah satu faktor dari meluasnya perkembangan fesyen Korea adalah idola-idola K-Pop. Dengan banyaknya variasi gaya fesyen yang mereka tampilkan di panggung, penggemar akan tertarik untuk meniru sehingga berpenampilan mirip dan memberikan aura senada dengan idolanya. Hal ini juga akan memberikan kreativitas tersendiri untuk penggunanya dalam mengombinasikan beberapa model pakaian. Maka, tidak bisa dipungkiri bahwa Korean Wave ini turut memberikan dampak pada perubahan preferensi milenial terhadap dunia fesyen menjadi kekorea-koreaan.

Meningkatnya Daya Beli Masyarakat

Meningkatnya daya beli dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya dengan memanfaatkan fenomena yang sedang tren di kalangan masyarakat dan pada kasus ini adalah grup K-Pop, drama Korea, serta kebudayaan mereka lainnya. Berdasarkan survei dari Yuswohady, seorang ahli bidang branding mengatakan bahwa Indonesia, dalam 10 tahun terakhir sudah terjadi demam K-Pop dan idola-idola K-Pop ini mempunyai sebuah pasar serta trafik yang tinggi. Hal ini memberikan dampak pada perusahaan-perusahaan, khususnya e-commerce yang menggunakan idola-idola ini sebagai brand ambassador mereka. Contohnya, boyband BTS dan girlband Blackpink yang berkolaborasi dengan Tokopedia.

Data dari Similarweb menunjukkan pada Januari dan Maret 2021, Tokopedia mengalami peningkatan traffic marketplace dari 32,04 persen menjadi 33,07 persen. Selama kuartal I ini, mereka mendapatkan total kunjungan bulanan sebesar 126,4 juta dan total pengunjung unik bulanan sebesar 38,93 juta. Sama halnya, dengan drama korea Start-Up yang sangat populer di tahun 2020. Drama ini memiliki sebuah alur di mana kedua aktor utama, yaitu Nam Do-San dan Han Ji-Pyeong memperebutkan seorang perempuan, Seo Dal-Mi. Hal ini banyak dimanfaatkan oleh para pelaku ekonomi di Indonesia untuk menarik perhatian konsumen dengan menggunakan slogan ‘tim Nam Do-San vs Han Ji-Pyeong’ dalam mempromosikan produk mereka.

Drama Korea turut memberikan ide bagi banyak pengusaha Indonesia untuk menjual makanan-makanan khas Korea, seperti kimchi dan tteokbokki. Tokopedia menyatakan bahwa penjualan makanan khas Korea melalui platform mereka meningkat secara signifikan, yaitu lebih dari lima kali lipat di masa pandemi ini. Maka dari itu, dapat dilihat bahwa cara-cara yang dilakukan oleh platform e-commerce ini dapat menggaet lebih banyak pengguna untuk menggunakan aplikasi mereka dan dengan mengikuti tren Korea yang sedang berkembang juga termasuk efektif dalam mempengaruhi perkembangan daya beli masyarakat.

Begitu banyak dampak Korean Wave yang terjadi di Indonesia, tanpa disadari bahwa hal itu termasuk bentuk soft power Korea Selatan untuk menyebarluaskan pengaruh mereka di dunia internasional melalui produk kebudayaannya. Dampak-dampak tersebut, di antaranya adalah meningkatnya jumlah masyarakat Indonesia yang ingin mempelajari bahasa Korea, berubahnya preferensi generasi milenial dalam dunia fesyen dengan lebih mengikuti gaya Korea, dan tingginya daya beli masyarakat akibat banyaknya idola-idola Korea yang menjadi brand ambassador serta adanya adaptasi dari budaya Korea dalam sebuah produk.

Walaupun begitu, setiap kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia tidak akan selalu memberikan kontribusi positif, tetapi juga perlu diwaspadai dampak negatifnya. Produk-produk Korean Wave ini dikhawatirkan akan membuat perkembangan kebudayaan Indonesia terus memudar karena masyarakat Indonesia lebih tertarik untuk meniru kebudayaan asing yang terlihat lebih modern dan mengikuti tren. Oleh karena itu, tetap diperlukan sikap yang bijak dari masyarakat Indonesia dalam menyerap setiap produk kebudayaan asing yang ada dan selalu melestarikan kebudayaan asli negeri yang kita cintai ini.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//