• Opini
  • Tren Bisnis Latah di Indonesia, Menguntungkan atau Merugikan?

Tren Bisnis Latah di Indonesia, Menguntungkan atau Merugikan?

Contoh bisnis latah yang tren di Indonesia adalah kedai kopi, thai tea, kue artis, dan sebagainya. Tren bisnis latah ini seperti koin yang memiliki dua sisi.

Zalika Adzan

Mahasiswi Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).

Provinsi Jawa Barat meresmikan aplikasi jaramba.id untuk naik bus kota di Bandung, Jumat (7/1/2022). Perkembangan teknologi memudahkan manusia untuk mengakses layanan secara online. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

1 Februari 2022


BandungBergerak.idTren sering kali menjadi acuan bagi gaya hidup masyarakat, seperti berbusana, bersolek, berinteraksi, dan bahkan berbisnis. Dikutip dari Psychology Today, manusia tidak lepas dari pengaruh psikologi sosial, yaitu pengaruh individu lain terhadap diri kita di mana kita mengambil tindakan dan pemikiran berdasarkan lingkungan sekitar, terutama orang lain. Maka tidak heran ketika suatu hal menjadi perbincangan atau tren, kita akan memiliki ketertarikan untuk mengikuti atau mencari tahu mengenai hal tersebut.

Ketika suatu tren menjadi sangat diminati, maka permintaan akan cenderung meningkat. Di sinilah para pemilik modal serta pelaku usaha memanfaatkan momentum keramaian pasar, bisnis yang mengikuti tren ini disebut juga sebagai bisnis latah. Menurut pakar bisnis Rhenald Kasali, sifat masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat komunal adalah dasar dari fenomena bisnis latah, di mana masyarakat cenderung mengikuti bisnis yang sudah laris di pasaran.

Fenomena bisnis latah ini sebetulnya sudah eksis sejak lama terutama dalam bisnis food and beverage, contohnya adalah model usaha kecil seperti pedagang kaki lima (PKL) yang marak menjajakan produk makanan dan minuman yang serupa, di antaranya yang sempat nge-hits adalah thai tea, es kepal milo, tahu bulat, boba, dan ayam geprek. Lalu apakah peluang bisnis latah ini menjanjikan?

Perlu digarisbawahi bahwa satu koin memiliki dua sisi, yang berarti tren bisnis latah memiliki keuntungan dan kerugiannya tersendiri. Keuntungan dan kerugian tersebut dapat dikendalikan oleh para pelaku usaha jika mereka mengetahui apa yang menjadi faktor keduanya. Jadi apa saja faktor yang memengaruhi keuntungan dan kerugiannya?

Peluang bisnis berdasarkan tren atau minat pasar memiliki peluang untuk mencapai omzet yang besar apalagi jika pelaku usaha mengetahui bagaimana cara untuk mengembangkannya, keuntungan yang didapat juga kemungkinan akan terasa lebih cepat atau instan melihat antusiasme masyarakat Indonesia terhadap hal berbau kekinian. Contohnya adalah kedai kopi yang sampai saat ini masih menjadi salah satu tren bisnis terhangat di masyarakat, dengan pergerakan yang cukup masif dan agresif.

Bersumber dari hasil riset Toffin, jumlah kedai kopi yang ada di Indonesia hingga Agustus 2019 mencapai lebih dari 2.950 gerai, hampir berjumlah tiga kali lipat dibandingkan pada tahun 2016 yang hanya berjumlah 1.000 gerai. Nilai pasar dari bisnis kedai kopi di Indonesia sendiri telah mencapai lebih dari Rp 4,8 triliun per tahunnya. Perhitungan angka tersebut didasari oleh asumsi omzet tiap gerai mencapai 200 cup per hari dengan harga kopi sebesar Rp 22.500.

Kesuksesan tren bisnis kedai kopi tersebut tentunya ditunjang oleh beberapa faktor seperti pengembangan dan inovasi menu sebagai diferensiasi dari produk kompetitor, cost efficiency, lokasi penjualan dan suasana yang ditawarkan, juga strategi marketing. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berlaku untuk kedai kopi saja, melainkan untuk setiap bisnis terutama bisnis latah yang relatif memiliki banyak kompetitor.

Untuk membahas faktor keuntungan lebih lanjut, kita harus terlebih dahulu mengetahui apa saja faktor yang memengaruhi kerugian atau gagalnya bisnis yang didasari oleh tren ini. Faktor yang pertama adalah minim inovasi, sebab bisnis berdasarkan tren sering kali melupakan aspek kejenuhan pasar. Kejenuhan pasar atau saturated market adalah suatu kondisi ketika permintaan akan suatu barang telah mencapai puncaknya, posisinya relatif stabil sehingga sulit untuk menghasilkan lebih banyak permintaan di ruang keramaian. Maka jika bisnis yang dijalani minim inovasi, skenario terburuknya bisnis tersebut bisa jadi harus gulung tikar.

Contoh kasusnya adalah kue artis yang sempat ramai dan laris manis pada tahun 2017-2018 lalu kemudian mulai tenggelam pada tahun 2019. Salah satu alasan sebagian besar bisnis kue artis gulung tikar adalah karena kemiripan jenis kue serta rasa yang beredar, terlebih beberapa kue artis berasal dari grup yang sama dan yang menjadi pembeda hanyalah nama dagangnya saja.

Kedua, rencana bisnis yang tidak matang sebab kebanyakan pelaku latah berbisnis ini hanya ikut-ikutan dan kurang mempersiapkannya dengan baik. Ketiga, kurangnya komitmen dari pemilik bisnis, hal ini terjadi karena pada umumnya para pebisnis pemula mencoba menjalankan bisnis yang hanya membutuhkan modal kecil sehingga tak jarang menjadikannya gegabah dalam mengambil langkah.

Kemudian faktor yang keempat, sempat dijelaskan oleh W. Chan Kim dan Renee Mauborgne, bahwa ada beberapa jebakan yang perlu diwaspadai dalam menjalankan bisnis yang sedang tren atau semata-mata karena latah. Jebakan tersebut adalah pelaku usaha yang hanya melihat strategi penciptaan pasar yang berorientasi pada pelanggan dan terjebak di dalamnya.

Baca Juga: Unpar Perkenalkan Pelajar SMA pada Ilmu Bisnis Digital dan Filsafat
Jumlah Aktuaris di Indonesia masih sangat Minim, Ada Apa dengan Profesi Ini?
Work from Home Versus Kerja Konvensional, Efektif yang Mana?

Faktor Keuntungan Bisnis Latah

Faktor kegagalan yang telah dipaparkan dapat kita ambil sebagai pelajaran dan kemudian fokus kepada faktor yang memengaruhi keuntungannya. Faktor yang pertama adalah diferensiasi. Diferensiasi dapat menjadi solusi atau senjata dalam menembus persaingan pasar yang ketat juga sekaligus mengatasi kejenuhan pasar. Sama halnya seperti manusia yang cenderung selalu mengikuti arus tetapi tetap ingin terlihat berbeda, bisnis latah juga memiliki karakteristik yang serupa. Sentuhan kreatif menjadikan produk terlihat baru serta unik sehingga menjadi sebuah daya tarik tersendiri bagi para calon konsumen karena produk lebih mudah untuk diingat. Salah satu contohnya adalah bisnis yang sempat hangat di pertengahan tahun 2021 yaitu korean lunch box cake dan cookies yang kemudian menjadi cikal bakal dari giant cookies dengan style dekorasi serupa dengan lunch box cake. Giant cookies adalah contoh nyata sebuah produk diferensiasi dari pelaku usaha yang mendapatkan reaksi positif dari masyarakat karena dianggap unik dan baru.

Faktor yang kedua adalah cost efficiency atau yang secara sederhana didefinisikan sebagai “menghemat uang dengan meningkatkan proses atau produk”. Suatu perusahaan dapat mengukur efisiensi biaya mereka dengan membandingkan biaya bisnis yang dikeluarkan terhadap output yang dihasilkan. Sehubungan dengan harga yang ikut menjadi salah satu komponen dan faktor terpenting dalam persaingan pasar, pelaku usaha dituntut untuk dapat terus menemukan cara baru untuk memproduksi produk berkualitas lebih tinggi dengan biaya yang lebih rendah. 

Faktor yang ketiga merupakan lokasi penjualan, sebab lokasi yang strategis dapat menjadi salah satu faktor dalam meraih kesuksesan bisnis terutama untuk menarik pelanggan dan meningkatkan pendapatan. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih lokasi, yaitu kedekatannya dengan target pasar, kemudahan akses atau mudah terlihat, kepadatan penduduk, tingkat kompetisi bisnis yang dijalankan, dan keamanan serta kenyamanan.

Tidak lupa, suasana yang ditawarkan juga menjadi kunci dalam menarik pelanggan, salah satu caranya adalah dengan memperhatikan konsep dan desain interior untuk menciptakan point of interest. Kegemaran masyarakat dalam mengabadikan momen atau berfoto untuk diunggah ke media sosial juga dapat menjadi kesempatan bagi para pelaku usaha untuk meningkatkan daya tarik yang ditujukan kepada konsumen dengan menciptakan tempat dan lokasi bisnis yang instagramable.

Terakhir tetapi tidak kalah penting yaitu strategi marketing yang tujuannya adalah untuk memperkenalkan produk kepada konsumen. Tidak jarang para pelaku usaha berpikir bahwa produk dari tren bisnis latah ini sebetulnya sudah dapat “menjual dirinya sendiri” karena permintaan terhadap produk pada saat tren sedang meningkat tajam. Tetapi pemasaran pasif seperti itu tidak akan menjamin peningkatan pendapatan. Sebab, di lautan merah ini terdapat banyak sekali pesaing sehingga jika tidak gencar dipromosikan bisnis tersebut akan kalah oleh kompetitor yang memiliki strategi marketing yang baik, bahkan jika kualitasnya tidak lebih baik dari kompetitor lainnya.

Maka dari itu para pelaku usaha harus menentukan strategi marketing yang tepat bagi bisnisnya, contohnya seperti testimoni, referensi disertai pemberian diskon, atau desain poster dan feeds media sosial yang menarik.

Berdasarkan faktor-faktor pengaruh keuntungan dan kerugian tren bisnis latah yang telah dipaparkan, hal yang perlu kita lakukan sebagai pebisnis dalam menghadapi fenomena tersebut adalah dengan tidak serta merta secara gegabah memutuskan untuk membuka bisnis berdasarkan tren apabila hanya didasari oleh ikut-ikutan saja. Sebab tentu saja akan lebih baik jika kita sebagai pelaku usaha membuka dan menciptakan pasar yang baru.

Tetapi bukan berarti menjalankan bisnis berdasarkan tren adalah hal yang buruk, bisnis tersebut akan tetap memiliki peluang yang menjanjikan jika kita sebagai pelaku usaha menguatkan komitmen terhadap bisnis yang dijalani, menyusun rencana dan skenario bisnis secara matang, berpikir kreatif, juga memperhatikan faktor-faktor yang memengaruhi keuntungan dan kesuksesannya.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//