• Opini
  • Penghapusan Tes Keperawanan bagi Perempuan calon Tentara, Perspektif HAM dan Kesehatan

Penghapusan Tes Keperawanan bagi Perempuan calon Tentara, Perspektif HAM dan Kesehatan

Tes keperawanan yang sudah berlangsung sejak 1977 itu dihapus tahun 2021. Penghapusan ini mendapat respons positif dari pegiat HAM, khususnya Komnas Perempuan.

Fauzan Maulana Yusuf

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar)

Vaksinasi Covid-19 di Lanud TNI AU Husein Sastranegara, Bandung, 26 Jul 2021. Dalam avara ini, 4.000 paket sembako bagi masyarakat terdampak Covid-19 dibagikan usai vaksinasi. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

3 Februari 2022


BandungBergerak.idTes keperawanan bagi perempuan calon Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad) resmi dihapus, seperti tertuang dalam Petunjuk Teknis (Juknis) Pemeriksaan Kesehatan Badan TNI AD Nomor B/1372/VI/2021 yang terbit pada 14 Juni 2021. Keputusan ini mendapat respons positif dari banyak kalangan, seperti pegiat HAM hingga Komnas Perempuan.

Sebelumnya, perempuan calon Kowad diharuskan melakukan tes kesehatan, salah satunya yaitu tes keperawanan. Tes keperawanan ini sudah berlangsung dari tahun 1977 silam seperti yang dikatakan oleh Kapuspen TNI Mayor Jenderal Fuad Basya sampai pada akhirnya dihapuskan  (Merdeka.com,  diakses 14 Januari 2022). Tes keperawanan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi selaput dara calon yang dites (CNN Indonesia, diakses 14 Januari 2022).

Pandangan Human Rights Watch

Ketika masih berlakukan tes ini, tentunya banyak menuai kecaman. Pada dasarnya tes ini melanggar hak dan privasi perempuan, dari wawancara yang dilakukan oleh Human Rights Watch (HRW) kepada petugas militer wanita yang mengaku bahwa tes ini membuatnya trauma dan anehnya lagi tes ini dilakukan oleh dokter laki – laki  (Merdeka.com,  diakses 14 Januari 2022).

Penghapusan tes keperawanan, antara lain, disampaikan Mayjen TNI dr Budiman sebagaimana dalam Petunjuk Teknis (Juknis) Pemeriksaan Kesehatan Badan TNI AD Nomor B/1372/VI/2021 yang terbit pada 14 Juni 2021. Tetapi jika ditemukan kelainan yang disebut sebagai hymen inverporata, pihaknya akan mengambil tindakan dan ditolong, kata Budiman  (CNN Indonesia). Hal ini tentu bisa disebut sebagai kemenangan untuk kaum perempuan karena suara mereka di dengar dan mereka mendapatkan haknya sebagai perempuan.

Pada 2014, Human Rights Watch telah memaparkan tentang laporan untuk menghapuskan tes keperawanan yang dilakukan oleh pasukan keamanan Indonesia. Walau kepolisian sudah menyudahi hal itu, namun waktu itu hal serupa belum dilakukan TNI  (Andreas Harsono, “KASAD Menghentikan ‘Tes Keperawanan’ Karena Tidak Ilmiah”, Agustus 3, 2021, diakses 14 Januari 2022). 

Baca Juga: Tren Bisnis Latah di Indonesia, Menguntungkan atau Merugikan?
Jumlah Aktuaris di Indonesia masih sangat Minim, Ada Apa dengan Profesi Ini?
Work from Home Versus Kerja Konvensional, Efektif yang Mana?

Secara Internasional tes keperawanan telah dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan berdasarkan pasal 7 dari Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan pasal 16 pada Konvensi Menentang Penyiksaan yang keduanya sudah diratifikasi oleh banyak negara termasuk Indonesia sendiri menganggap hal ini kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat, dan yang di mana menurut World Health Organization (WHO) juga hal ini diskriminatif dan tidak ilmiah  (Human Rights Watch, “PBB: WHO Mengutuk ‘Tes Keperawanan’”, December 1, 2014). Andreas Harsono, Staf Human Rights Watch (HRW), juga mengatakan bahwa banyaknya prajurit yang trauma karena tes keperawanan ini  (Flori Sidebang, “HRW: Tes Keperawanan Bikin Trauma Prajurit”, republika.co.id, September 2, 2021, diakses 14 Januari 2022).

Tes ini juga sebenarnya dianggap tidak relavan, seperti yang dikatakan oleh Komisioner Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengatakan bahwa tes ini tidak relevan dengan aspek kesehatan dan integritas calon prajurit dan bersifat diskriminatif berbasis gender  (Eva Mazrieva, “Komnas Perempuan Sambut Baik Penghapusan "Tes Keperawanan" di TNI AD”, voaindonesia, Agustus 8, 2021, diakses 14 Januari 2022).

Seperti yang telah disampaikan oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa (kini Panglima TNI) bahwa tes keperawanan bagi calon Kowad sudah dihapus  (CNN Indonesia, diakses 14 Januari 2022). Menurut Kepala Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Kapuskesad) Mayjen TNI Budiman dihapusnya tes keperawanan bagi calon Kowad yaitu agar menyesuaikan perubahan dengan perkembangan zaman dan juga tes kesehatan harus relevan dengan penugasan prajuritnya nanti  (Kompas.com, diakses 14 Januari 2022). Budiman juga mengatakan bahwa penghapusan tes keperawanan ini sebagai bentuk penyetaraan gender antara laki-laki dengan perempuan (Republika.co.id, diakses 14 Januari 2022).

Walau sudah tidak ada pemeriksaan hymen atau selaput dara tetapi tetap akan melakukan pemeriksaan pada bagian luar alat kelamin dan abdomen. Dijelaskan lagi oleh Jenderal Andika Perkasa bahwa pemeriksaan kesehatan itu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang mengancam nyawa saat pendidikan jadi yang tidak efektif dan relevan dalam hal ini tidak diperlukan lagi (Detik.com, diakses pada 14 Januari 2022).

Penghapusan Tes Keperawan untuk Kesetaraan

Tes keperawanan yang sudah bertahun-tahun berlangsung ini akhirnya pada 2021 kemarin sudah dihapuskan. Tes keperawanan yang diharuskan untuk calon Kowad ini menimbulkan kontroversi di mana-mana bahkan hingga internasional. Aturan ini hingga dikecam oleh Komnas perempuan dan pegiat hak asasi manusia dan bahkan di kritik oleh WHO karena bentuk pelanggaran dan juga tidak relevan.

Menurut saya sendiri pun hal seperti ini tidak diperlukan untuk menjadi calon prajurit TNI, apalagi jika ada yang tidak diterima hanya karena dia tidak perawan lagi. Aturan ini merupakan diskriminasi bagi perempuan dan aturan ini tidak bisa disebut sebagai tolak ukur moralitas seorang perempuan. Dampak dari tes ini bisa menyebabkan individu tersebut merasa malu dan bahkan trauma.

Namun, dengan dihapuskannya aturan ini setidaknya perempuan di Indonesia sudah mendapatkan kesetaraan karena dalam hal ini bukan merupakan sesuatu yang kecil. Walau di Indonesia sendiri hal seperti ini masih jarang diperhatikan tetapi dengan ini semoga bisa menjadi penggerak dan pijakan maju untuk Indonesia yang lebih baik.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//