• Kolom
  • NGULIK BANDUNG: Bandara Sukamiskin (Bagian 2)

NGULIK BANDUNG: Bandara Sukamiskin (Bagian 2)

Lapangan udara Sukamiskin ditutup karena anginnya membahayakan pesawat. Di atas bekas lapangan udara tersebut kemudian dibangun penjara.

Ahmad Fikri

Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB page: Djiwadjaman

Lapangan udara Soekamiskin dilihat dari udara. (Foto koleksi digital Tropenmuseum)

10 Februari 2022


BandungBergerak.idLapangan udara Soekamiskin (Sukamiskin) pada tahap awal pembangunannaya memiliki dua hanggar, bengkel, serta gudang sementara. Bersama lapangan udara Kalidjati di Subang dipergunakan untuk menguji pesawat dan melatih calon penerbang  oleh satuan militer Dinas Uji Terbang (proefvlieg-afdeeling ) di Hindia Belanda (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie?, 13 Mei 1918).

Lapangan udara tersebut yang dibangun di Desa Soekamiskin di dekat Odjoengbroeng berjarak 5 paal (1 paal setara 1,5 kilometer) di arah timur Kota Bandung. Lokasinya berada di jalan utama Bandung-Tjitjalengka. Memiliki landasan dengan ukuran 800 meter kali 80 meter. Lapangan udara tersebut beroperasi penuh pada Juli-Agustus 1918.

Adalah Kapten Penerbang J.E.van Bevervoorde, salah satu pilot senior yang diserahi tugas menguji pesawat, sekaligus melatih penerbang baru. Langit di atas dataran tinggi Bandung hingga Subang sudah berulang kali dijajalnya dengan berbagai jenis pesawat yang kala itu dimiliki Belanda.

Penerbangannya tidak selamanya berjalan mulus. Pada Agustus 1918, Bevervoorde nyaris celaka saat terbang kembali dari Kalidjati menuju Soekamiskin. Pesawat yang dikendarainya bersama Letnan Penerbang Snape mendarat darurat di lereng Gunung Boerangrang, di dekat Pasir Langoe di sebelah barat Tjisaroea. Beruntung hanya sayap pesawat yang rusak, keduanya selamat (De Preanger-bode, 30 Agustus 1918).

Puing-puing pesawat kecelakaan Letnan Satu E.J. Roelofs pada tanggal 1 Maret 1929 di Kalidjati dengan registrasi Pander D P-502. (Sumber  digitalcollections.universiteitleiden.nl)
Puing-puing pesawat kecelakaan Letnan Satu E.J. Roelofs pada tanggal 1 Maret 1929 di Kalidjati dengan registrasi Pander D P-502. (Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Kecelakaan Tragis

Tapi keberuntungan tidak selalu menyertai. Kecelakaan tragis menimpa keduanya kurang dari dua pekan sejak pendaratan darurat tersebut.

Koran De Preanger-bode tanggal 11 September 1918 memberitakan kecelakaan tragis yang dialami kedua pilot tersebut. Bevervoorde tewas, sementara Snape luka parah. Tidak disebutkan jenis pesawat yang ditumpangi keduanya, hanya disebutkan pesawat tersebut produksi Amerika.

Pesawat yang tengah diuji keduanya tiba-tiba menukik dari ketinggian 50 meter saat hendak mendarat di lapangan udara Sukamiskin. Pesawat menabrak gudang material serta dinding hanggar. Pesawat tersebut lalu terbakar. Api makin membesar saat melalap simpanan minyak di dalam gudang.

Snape masih sempat ditarik keluar, kondisinya luka parah. Bevervoorde sudah tewas di tempat saat pesawat jatuh. Luka bakar terlihat pada tubuh kedua pilot tersebut.

Bevervoorde lahir 26 Juni 1881 di Balangnipa, Sulawesi. Mulai bertugas di militer Hindia Belanda sejak 16 September 1898 sebagai kadet. Karier militernya cemerlang.

Bevervoorde menerima lisensi pilot pada 29 April 1916 di Belanda. Dia sempat diserahi tugas untuk memeriksa pesawat amfibi Amerika yang hendak di pesan Belanda. Mulai 4 Maret 1917 dia dikirim ke Hindia Belanda menjadi salah satu pilot penguji pesawat yang didatangkan Belanda. Dia adalah pilot pertama yang menerbangkan pesawat melintasi pegunungan tinggi di atas dataran tinggi Bandung.

Masyarakat mengenalnya sebagai salah satu warga terhormat di Bandung. Pada saat pemakamannya petinggi militer serta pejabat pemerintah mengantarnya dalam iring-iringan ke pemakaman.  Prajurit berbaris di sepanjang  jalan (De Preanger-bode, 12 September 1918).

Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Bandara Sukamiskin (Bagian 1)
NGULIK BANDUNG: Taman-Taman di Bandung
NGULIK BANDUNG: Jalan Bebas Hambatan antara Bandung dan Batavia PENULIS AHMAD FIKRI20 JANUARI 2022

Lapangan terbang penerbangan militer di Andir Bandung. Foto diambil sebelum tahun 1926. (Sumber  digitalcollections.universiteitleiden.nl)
Lapangan terbang penerbangan militer di Andir Bandung. Foto diambil sebelum tahun 1926. (Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Belanda Menambah Pesawat

Perkembangan teknologi pesawat terbang membuka berbagai kemungkinan. Tidak melulu untuk mesin perang, tapi juga penggunaannya sebagai alat transportasi.

Koran De Preanger-bode tanggal 13 September 1918 memberitakan militer Belanda menimbang kemungkinan memanfaatkan pesawat yang ada untuk layanan pos udara dengan menempatkan stasiun perantara untuk menjangkau pulau-pulau utama di Hindia Belanda. Pesawat Glenn L. Martin Model R misalnya yang mampu mengudara selama 5 jam bisa menempuh jarak hingga 700 kilometer. Pesawat tersebut bisa menghubungkan Batavia-Singapura dengan stasiun perantara di Muntok, Bangka. Jarak Batavia-Muntok sekitar 500 kilometer, lalu Muntok-Singapura sekitar 450 kilometer.

Bevervoorde yang dimintai pendapatnya semasa hidupnya tidak keberatan dengan ide tersebut asalkan jumlah pesawat yang ada di Hindia Belanda sudah memadai. “Sampai jumlah ini sangat meningkat, tidak dapat dibenarkan untuk menggunakannya untuk tujuan yang disebutkan,” kata dia (De Preanger-bode, 13 September 1918).

Kalangan swasta juga tertarik memanfaatkan pesawat untuk transportasi udara. Perusahaan Dagang Inggris-Belanda misalnya menawari membangun pabrik pesawat pada pemerintah Belanda untuk mendukung layanan penerbangan dari Belanda menuju Hindia Belanda.

Koran De Preanger Bode tanggal 2 Juli 1919 memberitakan Vickers Ltd., perusahaan Dagang Inggris-Belanda memberikan tawaran resminya agar pemerintah menyelenggarakan layanan penerbangan reguler di Belanda dan koloninya Hindia Belanda. Layanan penerbangan untuk surat dan penumpang. Di Hindia Belanda layanan penerbangan tersebut juga bisa dimanfaatkan mengangkut barang, eksplorasi sekaligus memetakan daerah yang sulit dijangkau.

Demi merintis layanan penerbangan yang lebih luas pemerintah Belanda melakukan reorganisasi Divisi Uji Terbang menjadi Departemen Penerbangan (Luchtvaart-afdeeling), dan menggabungkannya sebagai formasi permanen militer Hindia Belanda (De Preanger-bode, 22 September 1920). Departemen tersebut akan bertanggung jawab mengelola layanan penerbangan, fototeknik, hingga transportasi udara. Untuk itu dibutuhkan melatih lebih banyak penerbang, serta mendatangkan lebih banyak pesawat.

Lapangan terbang penerbangan militer di Andir Bandung. Foto diambil sebelum tahun 1926. (Sumber  digitalcollections.universiteitleiden.nl)
Lapangan terbang penerbangan militer di Andir Bandung. Foto diambil sebelum tahun 1926. (Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Lapangan Terbang Andir

Koran De Preanger-bode tanggal 27 Oktober 1920 memberitakan rencana pemindahan bengkel altileri dan pabrik proyektil di Bandung. Lokasi lapangan terbang baru sekaligus diumumkan berada di dekat Andir di Bandung.  Lapangan udara Kalidjati akan menjadi sentral layanan udara dan tempat melatih penerbang baru, sementara lapangan udara Soekamiskin dipertahankan sebagai bengkel dan gudang sambil mencari lokasi lapangan udara yang lebih dekat dengan Bandung sebagai pusat industri.

Pilihan lokasi lapangan terbang yang baru jatuh pada Andir dengan berbagai alasan. Di antaranya lokasinya strategis berdekatan dengan jalur kereta api dan pusat industri di Bandung.

Koran De Preanger-bode tanggal 1 Maret 1922 memberitakan peresmian lapangan terbang baru di Andir Bandung. Lapangan tersebut dulunya sawah. Di atasnya kini terhampar landasan berukuran panjang 950 meter dan lebar 650 meter. Tiga bulan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan sawah dan menggantinya dengan landasan. Saat diresmikan, belum ada satu pun bangunan di atasnya.

Peresmian lapangan udara baru tersebut ditandai dengan mendaratnya pesawat baru Belanda yang akan beoperasi Hindia Belanda . Yakni tiga Haviland, serta satu pesawat Foker yang diterbangkan dari Kalidjati. Setelah empat pesawat tiba, giliran 6 unit Avro mendarat di landasan Andir.

“Sebagai ciri khusus perlu disebutkan bahwa pada ketinggian tiga ribu kaki lapangan terbang Andir sudah dapat dikenali dengan fakta bahwa di tengahnya, dalam lingkaran, kata Andir dapat dibaca dengan huruf-huruf yang panjangnya lima meter,” tulis De Preanger-bode (1 Maret 1922).

Peresmian bandara sesungguhnya tidak berjalan mulus. Sejumlah insiden terjadi. Di antaranya bilah baling-baling pesawat Haviland pecah saat mendarat, serta satu pesawat Avro harus jatuh ke jurang karena mesinnya mati di udara. Tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut. 

Jajaran pesawat Fokker CX di lapangan terbang Andir. Foto di ambil sekitar tahun 1928. (Sumber  digitalcollections.universiteitleiden.nl)
Jajaran pesawat Fokker CX di lapangan terbang Andir. Foto di ambil sekitar tahun 1928. (Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Dari Bandara Menjadi Penjara

Lokasi lapangan udara baru di Andir di Bandung dinilai jauh lebih baik dari lapangan terbang lama di Soekamiskin. Lokasi lapangan terbang lama di Soekamiskin disebut lebih berbahaya karena variabilitas anginnya bisa mencelakakan pesawat. Andir berbeda. Lokasinya berada di daerah yang terbuka sehingga memudahkan pilot memperhitungkan angin saat hendak mendarat, plus landasannya lebih luas (De Preanger-bode, 11 Maret 1922).

Andir tidak serta merta dipergunakan. Dibutuhkan waktu dua tahun untuk membangun semua fasilitas pendukungnya. Pada tahun 1924, hanggar lapangan terbang Andir rampung (De Preanger-bode, 23 September 1924). Aktivitas penerbangan dan latihan penerbang pelan-pelan dipindahkan dari Sukamiskin.

Bertahun-tahun bekas lapangan udara Sukamiskin dibiarkan kosong. Pada tahun 1928, pemerintah Hindia Belanda mengumumkan untuk membangun penjara di atas bekas lapangan udara Sukamiskin (De locomotief, 23 Januari 1928).

Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie? tanggal 21 Januari 1928 menyebutkan penjara khusus di Soekamiskin tersebut diperuntukkan bagi tahanan orang Eropa dan pribumi intelektual. Seratus tahanan warga Eropa menjadi penghuni pertama penjara tersebut (Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie?, 6 Oktober 1928).

Presiden Pertama RI Sukarno sempat ditahan oleh Belanda di penjara Sukamiskin akibat aktivitas politiknya. Dari dalam penjara tersebut Sukarno menuliskan sejumlah surat yang kemudian dikumpulkan menjadi bagian dari bukunya, “Di Bawah Bendera Revolusi”.

*Tulisan kolom Ngulik Bandung, yang terbit setiap Kamis, merupakan bagian dari kolaborasi antara www.bandungbergerak.id dengan Komunitas Djiwadjaman

Editor: Redaksi

COMMENTS

//